Pathêt: Ruang Bunyi dalam Karawitan Gaya Yogyakarta (original) (raw)
Related papers
Pathêt: Ruang Bunyi dalam Karawitan Gaya Yogyakarta
Panggung, 2012
This research aims to answer a question of why two Javanese gamelan pieces (gending) of differ- ent pathêt (modes) cannot be performed consecutively without grambyangan lead. The data of this research were obtained from in-depth interview and observation of karawitan (gamelan performanc- es), focusing on karawitan training process, wayang performances, and karawitan performances for pleasure or uyon-uyon. Using phenomenology method, it can be concluded that pathêt is a space of sound. Two gamelan pieces having different modes are similar to two gamelan pieces in different spaces. There is a link between spaces that can be opened by the sound of gender or grambyangan. As a space, karawitan has three spaces of sound, i.e. space of pathêt nem, space of pathêt sanga, and space of pathêt manyura. Keywords: gending, pathêt, ruang bunyi, karawitan Jawa.
2013
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami fenomena mleset dan nggandhul pada karawitan pedalangan gaya Yogyakarta. Masalah utama yang diajukan adalah mengapa instrumen kenong, kempul, dan gong ditabuh mleset dan nggandhul. Pada penelitian ini karawitan dipandang sebagai fenomena musikal, bunyi, dan budaya. Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan digunakan pendekatan multi disiplin yaitu pendekatan fisika bunyi, karawitanologi, dan budaya. Ada dua jenis data pada penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa rekaman bunyi tiap instrumen gamelan dan bunyi gending-gending yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Wayang. Data kualitatif berupa pengalaman pengrawit dan dalang diperoleh melalui pengamatan dan Wawancara mendalam terhadap para informan. Data kuantitatif diolah menggunakan program komputer wavelab 7. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa mleset dikategorikan menjadi mleset nuntuni dan mleset ngempyungi. Mleset nuntuni diten...
Habitus, Ngêng, dan Estetika Bunyi Mlèsèt dan Nggandhul pada Karawitan
Paradigma, Jurnal Kajian Budaya, 2016
The paper explains about mlèsèt and nggandhul phenomena in the Javanese Karawitan in the perspective of Piere Bourdieu's sociology of arts. The datas were collected through interviews with pengrawit, or gamelan players, and observation of gamelan played duringthe performance of Yogyakarta wayang. The research shows that mlèsèt and nggandhul aresound aesthetics for the listeners and habitus of the gamelan players. Therefore, a gamelanplayer should possess his ngêng in order to precisely play the correct rhythm of mlèsèt and nggandhul.
Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 2018
Penelitian ini bertujuan untuk memahami berbagai jenis melodi lagu yang berperan dalam membuka patet (semacam tangga nada) dalam pertunjukan wayang. Walau pertunjukan wayang merupakan sebuah drama, namun tidak dapat dipisahkan dari musik. Bahkan pembagian adegannya ditentukan oleh pembagian patet, kategori pembagian tangga nada dalam musik karawitan. Pertunjukan wayang terbagi dalam tiga bagian, yaitu Patet Nem, Patet Sanga, dan Patet Manyura. Dalam patet tertentu sangat mungkin terjadi perubahan patet. Ketika terjadi perubahan patet tidak dapat dilakukan secara semena-mena dan mendadak, tetapi diperlukan sebuah melodi yang dapat mengantarkan pada perubahan tersebut. Data diperoleh dengan mengamati pertunjukan wayang lakon Kakrasana Wanengpinta. Pengamatan difokuskan pada bagian-bagian yang terjadi perubahan patet. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis melodi yang digunakan dalam transisi perubahan patet, yaitu thinthingan, grambyangan, dan vocal dalang yang menirukan thinthingan. Thinthingan dan grambyangan dilakukan oleh instrumen gender. Melodi thinthingan diperlukan untuk transisi yang ringan, sedangkan melodi grambyangan untuk transisi yang berat Kata kunci: Thinthingan; Grambyangan; Melodi patet; Karawitan wayang. Pendahuluan Musik karawitan memegang peran penting dalam pertunjukan wayang. Rasa musikal yang dihasilkan berperan untuk menguatkan suasana yang dibutuhkan dalam adegan dan memberikan rasa tertentu terhadap karakter tokoh yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang (Lysloff, 1993). Dengan kata lain musik karawitan berfungsi mendukung suasana dalam adegan sehingga mendukung esensi lakon yang dipergelarkan. Oleh karena itu tanpa adanya karawitan, pertunjukan wayang tidak bisa berlangsung. Pentingnya musik karawitan dalam pertunjukan wayang gaya Yogyakarta tercermin pada penamaan jêjêran (adegan utama) dalam pertunjukan. Secara tradisi, pertunjukan wayang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Patet Nêm, Patet Sanga, dan Patet Manyura. Tiap
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh karawitan sebagai salah satu pendukung utama pergelaran wayang dengan kualitas ekspresi dalang wayang golek Menak Yogyakarta. Keberadaan wayang golek Menak di Yogyakarta diawali pada tahun 1950-an yang dipopulerkan oleh Ki Widiprayitna, satu-satunya dalang wayang golek Menak pada waktu itu. Kesederhanaan gaya pedesaan Ki Widiprayitna dalam setiap pergelaran tidak mengurangi keberhasilannya dalam memainkan boneka wayang tiga dimensi tersebut, hingga ia mendapat julukan dhalang nuksmèng wayang. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilannya adalah kesatuan rasa antara gerak wayang dengan karawitan sebagai salah satu pendukung utama pertunjukan. The Influence of Karawitan towards the Expression Totality of Puppeteer in the Performances of Wayang Golek Menak Yogyakarta. This paper is intended to explain the effect of the karawitan as one of a principal supporter of wayang performance to the quality of the puppeteer expression towar...
Ungkapan Estetika Karawitan Jawa pada Reproduksi Rekaman Gamelan Ageng Surakarta
Resital:Jurnal Seni Pertunjukan
ABSTRACTThe Expression of Javanese Karawitan Aesthetics in the Reproduction of Gamelan Ageng Surakarta Recordings. Sound recordings have the purpose of transferring musical offerings to the storage media. The aesthetics and sound meanings contained in musical performances of course become a mandatory when sound is recorded. The concept of Javanese karawitan recordings certainly takes into consideration of the aesthetic value of the presentation and will not leave the principles as well as the sound meanings behind. Recorded musical performances of musical instruments must present an ideal sound according to the cultural convention. Recording documents in the form of audios are felt to be highly essential in karawitan concert area because they are way of storing events. As a result, musical concerts which are already in the form of audio media have more value compared to concerts being integrated with particular event. The authors found that karawitan concert carried out by using rec...
Gaya Seni Hindu–Jawa Pada Tata Ruang Keraton Yogyakarta
Dimensi Interior, 2013
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu peninggalan seni budaya yang menjadi fakta sejarah, memuat berbagai informasi penting tentang gaya seni sebagai akibat akulturasi budaya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis dan interpretasi untuk menemukan jejakjejak historis perkembangan gaya seni Hindu-Jawa dan makna dibalik wujud tata ruang keraton Yogyakarta. Hasil pembahasan menjelaskan bahwa seni prasejarah masih murni ditentukan oleh adat, secara berkesinambungan berperan dalam pembentukan seni tradisi pada masa Hindu. Kegiatan seni dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup beragama berdasarkan tata kehidupan masyarakat agraris yang menempatkan raja sebagai penguasa tertinggi sederajat dengan dewa. Ekspresi gaya seni pada tata ruang keraton Yogyakarta pada dasarnya mengikuti konsep teologis Vastusatra dan kepercayaan mitis masyarakat pra-Hindu yang masih berlanjut hingga kini. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa ekspresi bentuk dan isi pada tata ruang terilhami oleh pertimbangan religius, bukan sebagai ungkapan estetis belaka. Keselarasan jagad mikro dengan jagad makro, menjadi refleksi periode jaman pra-Hindu dan Hindu. Perubahan terjadi sebagai wujud akulturasi budaya, terutama pada aspek orientasi bangunan dan susunan ruang keraton Yogyakarta.
Karawitan : Analisis Pathet Dan Jalan Sajian Garap Gending Pakeliran
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi
Hal yang ingin diungkap pada penelitian ini adalah, bentuk gending, jalan sajian, dan studi pathet dalam gending Krawitan. Krawitan merupakan gending yang lebih dikenal oleh masyarakat karawitan sebagai gending pakeliran. Maka, naskah ini fokus pada jalan sajian guna keperluan pakeliran. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah, teori garap Rahayu Supanggah, pendekatan kontekstual dan tekstual dalam antropologi pandangan Ahimsa Putra, yang mana pada kajian tekstual mendapat perhatian yang lebih besar. Kajian tekstual yang dihadirkan adalah kajian bentuk gending, jalan sajian, dan studi pathet. Jalan sajian dianalisis dengan menggunakan tiga contoh kasus yakni, versi Media Ajar, versi RRI dan versi Nartosabda. Sedangkan studi pathet menggunakan pendekatann pathet melalui biang pathet karya Sri Hastanto. Dari hasil analisis yang dilakukan, investigasi bentuk gending berhasil memetakan posisi ketawang gending kethuk 4 kerep yang merupakan pemekaran dari ketawang gending...
Jejak Karawitan dalam Kakawin Sumanasantaka
Panggung, 2018
Kakawin Sumanasāntaka (Death Because Sumanasa Flowers) is one source of the search trail musical term of from about 22 manuscript Old Javanese literature. This article is part of the research entitled " Traces Track Karawitan in Ancient Java Script: Assessment Form, function and meaning ". This discussion is intended to clarify the form and function of musical instruments during the period in East Java around the 10th century. This study uses historical method which, through the stages of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. At this stage of heuristics used kakawin Sumanasāntaka is the work of Worsley, P., S. Supomo, M. Fletchert dan T.H. Hunter., year 2014 also found wri" en entitled Kakawin Sumanasāntaka, Mati Karena Bunga Sumanasa, Karya Mpu Monaguna., Kajian sebuah puisi epik Jawa Kuno. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Criticism is done internally through direct translation as the facts speak and the last is the stage of historiography. Form and function in kakawin Sumanasantaka musical instruments, can not be separated from the function of musical instruments in the future, namely as a means Javanese ceremonies and as accompanist secular activities.
Representasi Pathet Pada Gender Wandu Melalui Sistem Deret Kempyung Dalam Penciptaan Karya Musik
SELONDING
Penelitian ini fokus dalam menentukan metode penerapan pathet pada Gender wandu, menggunakan sistem deret kempyung dalam karya musik melalui sintesis unsur pathet laras pelog, pathet laras slendro, dan pathet laras wandu direpresentasikan menjadi konsep komposisi musikal. Metode penelitian menggunakan practice-led research didasarkan pada refleksi berulang serta relevansi praktik sehingga bagian-bagian praktikal dan relasi refeksi penelitian ini terdiri dari empat poin utama: review material, sintesis unsur pathet, eksperimen, dan evaluasi. Hasil penelitian adalah seleh pathet merupakan penerapan kombinasi kempyung dan penyilangan nada yang didasarkan oleh sistem deret kempyung dengan luaran led research berupa karya musik yang berjudul 'Pathet Gender Wandu'.