PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA* (original) (raw)

SISTEM PERADILAN PAJAK DI INDONESIA

ABSTRAK Kedudukan sistem peradilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian Hakim dalam Pengadilan Pajak masih menggunakan “dual roof system” dimana di berbagai peradilan telah menganut “one roof system”. Dengan melihat karakteristik Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sekilas dapat diketahui bahwa pengadilan ini tidak dapat masuk dalam lingkup Peradilan Umum dikarenakan Pengadilan Pajak menyelesaikan sengketa warga negara yang tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh negara khususnya Kantor Perpajakan baik itu di daerah dan atau di pusat. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa yang dapat digugat dalam Pengadilan Pajak adalah putusan dari pejabat negara. Dalam hal ini Pengadilan Pajak mempunyai kemiripan dengan Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini menjadi perbedaan karena status keberadaan Pengadilan Pajak akan menyangkut mengenai banyak hal seperti pembinaan hakim, pembinaan panitera dan pembinaan pegawai lainnya, pemeliharaan infrakstruktur lainnya, dan masih banyak lainnya. Kejelasan status ini juga akan sangat berkaitan sekali dalam sistem satu atap di Makamah Agung yang diamanatkan oleh dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

PERADILAN PIDANA PAJAK DI INDONESIA

one effort of realizing independence of nation in defrayal of development is find the source of fund that coming from tax. but there are behaviour of tax evasion that manipulated by legal subject and object of tax to get thrift of tax by doing contempt of court (unlawful). Criminal liability of taxation by humans based on culvabilitas (error), to the corporation as a criminal tax liability, the principle of taxation based on the identification theory, vicarious liability and strict liability. Criminal sanctions against the perpetrators of the crime of tax, using only the sanction of imprisonment and confinement. In order to maintain income countries, the formulation of criminal penalties against the perpetrators of the crime of tax by the taxpayer becomes a major penalty (premum remedium), while imprisonment is defined as the sanctions are ultimum remedium (ultimate weapon).

EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK SEBAGAI BADAN PERADILAN DI INDONESIA

Recently, the existence of Tax Court has increased discussion comparing with the existing State Administrator Court. The independence of Tax Court can be explained that it is the only Court that has particular duty to handle the tax dispute. It has the place to do its juridical function, although at first, as stated in Tax Directorate General eq. Letter of Tax Assessment, the Tax Court was doing the Executive Function only. In term of doing its function, the Tax Court has the independence to make a verdict without decision of any other official office, as clarified in ps. 86 UU No. 14 th. 2002.

KEDUDUKAN WANITA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

Abstrak: Masalah pokok yang akan dibahas adalah: Bagaimana kedudukan wanita dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Fakta di masyarakat menunjukkan bahwa wanita seringkali tidak diperlakukan secara adil di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia sudah terdapat teori, konvensi, serta instrumen hukum yang melindungi wanita. Bangsa Indonesia seringkali terjebak dengan pola pikir yang memberanguskan perkembangan keadilan hukum, serta terjebak dengan formalitas belaka, sehingga keadilan menjadi sesuatu yang jauh antara law in the books dan law in actions.

KAJIAN TENTANG RELEVANSI PERADILAN ADAT TERHADAP SISTEM PERADILAN PERDATA INDONESIA

The position of adat court in Indonesia civil legal system has a long history. Distinction of public or private sphere would appear when adat court decisions in contact with national judicial system. Interaction between both systems isn't ideal, either at the level of norms and practices. Unification policy of judiciary institution is one cause which make adat court was forgotten. Although the Judicial Authority Law opens possibility of resolving civil cases by agreement based mechanism, it requires the various perspectives both of legal-normative regarding the existence of adat court and the law implementation prespective regarding Indonesian civil justice system. Keywords: adat justice, civil judiciary system. Intisari Kedudukan peradilan adat dalam sistem peradilan perdata nasional memiliki sejarah panjang. Pembedaan ranah publik or privat muncul ketika putusan pengadilan adat bersentuhan dengan ranah sistem peradilan nasional. Hingga saat ini, interaksi antara keduanya belum ideal, baik pada tataran norma maupun praktek. Kebijakan unifikasi badan peradilan menjadi salah satu penyebab peradilan adat lambat laun mulai ditinggalkan. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman membuka kemungkinan upaya penyelesaian perkara perdata secara perdamaian sebagai semangat yang termanifestasi dalam sistem peradilan perdata. Oleh sebab itu, perlu dikaji dari sisi legal-normatif mengenai keberadaan pengadilan adat dan secara empiris melalui implementasi aturan tersebut dalam sistem peradilan perdata Indonesia. Kata Kunci: pengadilan adat, peradilan perdata.

QUA VADIS INDEPENDENSI ADVOKAT DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

Advocate is an honorable profession (offiem nobile, or main). In the context of law enforcement, advocate is the part that absolutely must have in carrying out its duties and profession for the sake of justice under the law for the public interest justice seekers (justhbelem). A very basic function in the search process identity of Indonesian law.

REFORMASI SISTEM PERADILAN DI INDONESIA DALAM RANGKA MEMBENTUK KESATUAN PARADIGMA PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN IDEOLOGI PANCASILA

2024

Tujuan reformasi sistem peradilan di Indonesia adalah untuk membentuk paradigma berfikir dalam proses peradilan agar penegakan hukum di Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Sejak reformasi, paradigma berfikir penegakan hukum di Indonesia mengalami disparitas pemikiran antara para penegak hukum yaitu Advokat, Jaksa, dan Hakim. Untuk mengatasi disparitas pemikiran tersebut maka, pertama, diperlukan kesatuan pendidikan, pola rekurtmen, serta adanya ujian kompetensi dalam rangka menjaga kualitas dari Advokat, Jaksa, dan Hakim yang distandarisasi oleh negara Kedua, pembaharuan Hukum Acara Pidana dan