QUA VADIS INDEPENDENSI ADVOKAT DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA (original) (raw)
Related papers
LIBERALISASI FEE ADVOKAT: ANTARA PERLINDUNGAN DAN KOMPETISI TERHADAP ADVOKAT INDONESIA
This article analyses issues related to the implementation of fee liberalization by the ASEAN Economic Community (AEC) and its effect to the legal service business sector. Indonesian lawyers, as a consequence, will then have to compete with foreign legal service providers. It is assumed that through fair and transparent competition a more accountable business atmosphere can be created. However, a number of legal regulations at the national level establishes non-trade barriers, effectively obstructing the AEC' market liberalization project. The authors standing here is that the policy of protecting domestic lawyers or advocates should be rescinded and to that purpose Indonesia should amend the prevailing Law on Advocate. Abstrak Tujuan tulisan ini adalah menganalisis penerapan " liberalisasi fee " dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang membuka pasar perdagangan jasa hukum dan sekaligus memaksa advokat Indonesia untuk turut berkompetisi dengan advokat asing di Indonesia. Diandaikan bahwa dengan kompetisi yang fair dan transparan akan tercipta peluang usaha yang akuntable. Namun demikian, sejumlah ketentuan dalam perundang-undangan nasional justru menghambat liberalisasi legal services di Indonesia. Titik tolak tulisan ini adalah sudah tidak masanya lagi Indonesia mempertahankan kebijakan 'melindungi advokat local-nasional' dari keterbukaan pasar MEA melalui ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan nasional terutama Undang-Undang Advokat. Kata Kunci: liberalisasi Fee. Advokat Asing. Advokat yang Akuntable. Pengantar Arus Bebas Jasa (Free Flows of Services), termasuk Jasa Keuangan di dalamnya, telah dicanangkan oleh para pemimpin negara-negara ASEAN sebagai salah satu pilar utama dari pembentukan satu pasar tunggal dan basis produksi di kawasan Asia Tenggara, yang disebut sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community atau AEC). Cetak biru AEC 2015 menyebutkan bahwa liberalisasi sektor jasa dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun pendirian jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN dengan tetap tunduk pada regulasi domestik.
ETIKA PROFESI ADVOKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
VYTA ADININGSIH, 2022
Advokat merupakan suatu profesi yang di lakukan oleh sesorang untuk menyediakan sebuah jasa guna membantu kepentingan hokum bagi seseorang yang memeiliki perkara dengan hukum. Provesi advokat di kenal sebagai profesi yang mulia (officium mobile) di karenkan advokat ini mengabdikan dirinya serta kewajibanya terhadap kepentingan masyarakat. Advokat ini merupakan salah satu penegak hukum selain polisi dan juga hakim pasal 1 angka (1) Undang-undang No.18 tahun 2003 tentang advokat menjelaskan bahwa advokat merupakan orang yang berprofesi memberi bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persayaratan berdasarkan ketentuan perautan perundang undangan. Sejalan dengan ketentuan yang di atur dalam Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945 yang telah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka prinsip prinsip yang ada pada negara hukum pula haruslah di tegakan. Salah satu usaha untuk mewujudkan prinsip prinsip tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara maka peran dan juga fungsi para penegak hukum sebagai profesi yang bebas , mandiri serta tanggung jawab sangatlah penting dalam mewujudkan hukum yang adil karena setiap individu mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Kata kunci : Advokat,Penegakan Hukum
2024
Tujuan reformasi sistem peradilan di Indonesia adalah untuk membentuk paradigma berfikir dalam proses peradilan agar penegakan hukum di Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Sejak reformasi, paradigma berfikir penegakan hukum di Indonesia mengalami disparitas pemikiran antara para penegak hukum yaitu Advokat, Jaksa, dan Hakim. Untuk mengatasi disparitas pemikiran tersebut maka, pertama, diperlukan kesatuan pendidikan, pola rekurtmen, serta adanya ujian kompetensi dalam rangka menjaga kualitas dari Advokat, Jaksa, dan Hakim yang distandarisasi oleh negara Kedua, pembaharuan Hukum Acara Pidana dan
PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA*
Amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24 ayat menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.[1] Merujuk pada ketentuan tersebut lembaga-lembaga mana yang berwenang melakukan kekuasaan kehakiman telah disebutkan secara terbatas (limitatif). Dengan kata lain tidak ada yang namanya lembaga peradilan selain apa yang telah disebutkan secara tegas (expressive verbis) dalam konstitusi. Meskipun ada pengadilan selain sebagaimana yang ditentukan oleh konstitusi maka pengadilan tersebut haruslah berada dalam salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yaitu, misalnya lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer atau peradilan tata usaha negara.[2] Terbongkarnya penyelewengan oleh pegawai pajak terkait keberatan dan banding dari wajib pajak, misalnya yang dilakukan oleh Gayus H. Tambunan sebagai Penelaah Keberatan pada Seksi Bidang Keberatan dan Banding di Kantor Wilayah Direktorat Pajak[3], potensi kerugian negara akibat seringnya sengketa pajak dimenangkan oleh wajib pajak di mana dari 16.953 berkas gugatan yang secara formal diterima periode 2002 -2009 sebanyak 13.672 berkas gugatan (kurang lebih 81 persen) dikabulkan oleh pengadilan pajak dan lemahnya sistem pengawasan pengadilan pajak[4], telah menyadarkan berbagai pihak mengenai pentingnya dilakukan reformasi pengadilan pajak. Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang -Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak awalnya dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan sebagaimana tercantum dalam konsideran faktual undangundang aquo, yang antara lain menyebutkan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung oleh karenanya diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.[5] Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa sebagaimana dikutip oleh media online www.politikindonesia.com menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung tidak bisa dilakukan pada pengadilan pajak mengingat dalam Undang -Undang Dasar 1945 sudah menyebutkan hanya ada empat jenis peradilan, yaitu peradilan umum, tata usaha negara, militer dan agama. Pengadilan pajak memang secara teknis di Mahkamah Agung, tapi administrasinya ada di kementerian keuangan. Oleh karenanya menurut Harifin A. Tumpa agar Mahkamah Agung dapat mengawasi
ASAS STRICT LIABILITY DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
Kajian Hasil Penelitian Hukum, 2018
The study aims to examine and analyze: the strict liability principle in the criminal justice system in Indonesia and the ideal concept of strict liability principle in the Criminal Justice System. This type of research is normative research. This study uses secondary data. Data collection was done by document study and interview. Data analysis in this research is qualitative.
EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK SEBAGAI BADAN PERADILAN DI INDONESIA
Recently, the existence of Tax Court has increased discussion comparing with the existing State Administrator Court. The independence of Tax Court can be explained that it is the only Court that has particular duty to handle the tax dispute. It has the place to do its juridical function, although at first, as stated in Tax Directorate General eq. Letter of Tax Assessment, the Tax Court was doing the Executive Function only. In term of doing its function, the Tax Court has the independence to make a verdict without decision of any other official office, as clarified in ps. 86 UU No. 14 th. 2002.
Fajri, 2022
Profesi advokat memempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, pasti akan melibatkan profesi advokat. Akan tetapi kondisi sekarang dimana problematika yang sering terjadi pada profesi advokat terletak pada citra advokat yang buruk di masyarakat. Hal ini dikarenakan ulah dari beberapa advokat yang melakukan segala cara dalam membela klien nya supaya bisa menang dalam persidangan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami problematika yang sering terjadi pada profesi advokat di Indonesia dalam memberikan jasa hukum kepada masyarat, serta solusi apa saya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang sering terjadi dalam profesi advokat. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif. diharapkan dari adanya penulisan artikel ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai problematika profesi dan kode etik advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat. Selain itu dapat menjadi masukan bagi para advokat dan Lembaga penegak hukum di Indonesia dalam mengatasi permasalahan hukum yang sering terjadi.
ETIKA PROFESI ADVOKAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Advokat merupakan profesi bagi penegak hukum yang dipandang sebagai profesi yang terhormat. Seorang advokat dalam menjalankan profesinya diikat oleh undang-undang dan kode etik profesi advokat. Dalam kenyataan ini, seorang advokat terkadang salah merepresentasikan praktik profesinya, sehingga terjadi pelanggaran terhadap aturan etika advokat. Etika merupakan pedoman dalam melakukan segala sesuatu yang harus dijalankan sesuai yang sudah diatur dan ditetapkan. Dalam Islam keberadaan dari etika sangant dijunjung tinggi, karena Islam adalah agama yang lebih menekankan pada ahlakhul kharimah. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan medote penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian yang deskriptif analisis. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data seperti sumber pustaka dengan lebih mengkonkritkan pada sumber informasi berupa buku, jurnal, media internet yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diangkat. Hasil dari penelitian ini menunjukaan bahwa profesi advokat dalam menjalankan pekerjaanya terikat dengan kode etik yang mengandung nilai moral dalam pijakannya serta tidak boleh melanggar prinsipprinsip moral serta tidak merugikan kepentingan orang lain. Kata Kunci: kode etik, profesi advokat, hukum Islam PENDAHULUAN Pengacara/Advokat adalah seorang penegak hukum. Secara istilah kata Advokat berasal dari kata advokasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "pembelaan". Seorang pengacara dalam praktiknya sering kali membantu klienya yang mempunyai masalah dengan hukum. Istilah advokat/pengacara dalam bahasa disebut sebagai mahammy 1 atau himayah yang 1 Rahmad Rosyadi dan Sri Hartini, Advokad dalam perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 17. artinya adalah pembelaan yang dilakukan oleh seorang kuasa hukum. Dalalm sejarahnya, advokat sudah dikenal sejak lama oleh penduduk masyarakat Yunani dan Romawi serta telah diatur oleh negara. Konsep advokat itu sendiri dalam Al-Qur'an maknanya secara tersirat, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran dalam kisahnya antara Nabi Musa a.s yang meminta bantuan kepada Nabi Harun a.s supaya minta buat didampingi untuk membela dari fitnah berupa kejahatan pembunuhan yang ditudukan kepada Nabi Musa a.s. Permintaan pertolongan kepada Nabi Harun a.s. karena beliau mempunyai kepandaian dalam berbicara untuk menyampaikan argumentasi secara sistematis dan logis. Hal tersebut sudah cukup jelas untuk menunjukkan bahwa Islam telah mengenal konsep pembelaan untuk mengungkap kebenaran. Profesi advokat merupakan profesi yang geraknya bisa bebas, mandiri, dan bertanggung jawab yang merupakan bagian dari unsur penegak hukum selain Hakim, Jaksa, dan Polisi. Dalam bahasa latin, advokat dikenal dengan officium nobile atau profesi jabatan yang mulia. Pemberian nama tersebut didasarkan atas kepercayaan dari kliennya untuk memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak si klien. 2 Secara yuridis organisasi advokat ini telah diatur dalam UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Keberadaan undang-undang tersebut menegaskan bahwa suatu organisasi advokat diwajibkan untuk menyusun kode etik guna menjaga marwah dari profesi advokat itu sendiri. Seorang advokat dalam menjalankan tugasnya tentu tidak hanya dibatasi oleh norma-norma yang sifatnya umum, melainkan juga tunduk kepada etika profesi advokat. 3 Meskipun sudah ditentukan oleh kode etik profesi advokat dalam menjalankan profesinya, namun masih ada beberapa oknum advokat yang melakukan praktik menyimpang hal tersebut tentunya bertentangan dengan syariat Islam bagi advokat yang beragama Islam. Dari uraian diatas, kami tertatik untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang Etika Profesi Advokat dalam perspektif hukum Islam.