PERAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) DALAM IMPLEMENTASI PERHUTANAN SOSIAL (Studi di KPH Produksi Kerinci, Provinsi Jambi dan KPH Lindung Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat) (original) (raw)
Related papers
IMPLEMENTASI PERHUTANAN SOSIAL DALAM MEWUJUDKAN PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA.docx
IMPLEMENTASI PERHUTANAN SOSIAL DALAM MEWUJUDKAN PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhutanan sosial merupakan mata rantai penghubung antara kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Hutan merupakan sumber daya alam terbaharui yang memiliki nilai ekologi, ekonomi dan sosial budaya, serta berkontribusi terhadap kehidupan manusia. Nilai atau fungsi hutan yang sangat penting tersebut di antaranya adalah sebagai pengatur hidroorologi, penyuplai oksigen (O 2 ), filter polusi udara, menjaga kesuburan tanah, pengawetan keanekaragaman hayati serta sebagai sumber plasma nutfah. Meskipun hutan memiliki berbagai manfaat, jika tidak dikelola dengan benar dapat memberikan dampak buruk dengan ragam potensi bencana serta potensi konflik bagi pemerintah dan masyarakat sekitar hutan, dimana sebagian besar masyarakat masih menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Pemangku kebijakan bersama dengan berbagai elemen stakeholder, telah lama merumuskan berbagai program/kegiatan untuk menekan berbagai macam konflik antara pemerintah dan masyarakat, maupun masyarakat dengan sumber daya alam. Ketergantungan masyarakat yang cukup besar terhadap hutan, memicu maraknya perambahan dan illegal logging yang mengakibatkan meningkatnya deforestasi. Tingkat deforestasi yang cukup tinggi dan kemiskinan yang masih mencengkeram masyarakat di dalam dan sekitar hutan membuat berbagai pihak termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencoba mendorong program pemberdayaan masyarakat. Banyak istilah yang digunakan dalam program pemberdayaan tersebut, antara lain Program Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat (PHBM). Istilah PHBM sendiri sebenarnya bukan merupakan istilah yang genuine Indonesia karena istilah ini merupakan terjemahan dari community based forest management yang dikembangkan dalam program Ford Foundation, kemudian istilah kehutanan masyarakat atau community forestry digunakan di Nepal, istilah lainnya adalah perhutanan sosial atau social forestry digunakan dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan di India. Indonesia hanya merangkum dan mengakomodir berbagai konsep dan istilah yang ada dalam pelaksanaan programnya (Rahmina, 2011).
I Wayan Sulistyobudhi, 2021
Kawasan Hutan di Bali mengalami deforestasi dan degradasi akibat terjadinya eksploitasi liar dan okupasi kawasan hutan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan yang kehidupannya sangat tergantung dari hutan, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang ada di sekitar hutan sebagian besar masuk dalam kategori miskin dan berpendidikan rendah.Terjadinya kasus penebangan pohon dalam kawasan hutan secara illegal (illegal logging), adanya perambahan, pengerjaan, pendudukan kawasan hutan, bahkan konversi kawasan hutan menjadi tanah milik melalui pensertifikatan illegal (illegal occupations) dan terjadinya kebakaran hutan merupakan fakta riil yang menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi kawasan hutan Bali. Guna mencegah dan mengurangi terjadinya permasalahan-permasalahan tersebut, hutan harus dikelola dengan baik dan benar atau dikelola secara lestari. Pengelolaan hutan diharapkan dapat mewujudkan hutan yang lestari dan memberikan manfaat yang optimal, baik manfaat ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk mewujudkan ketiga manfaat tersebut, dalam pengelolaan hutan yang merupakan beban dan tanggung jawab pemerintah diperlukan pemberdayaan masyarakat setempat. Salah satu kegiatan inovatif kehutanan yang berbasis pemberdayaan masyarakat adalah Perhutanan Sosial. Melalui program perhutanan sosial masyarakat kini mempunyai akses untuk mengelola dan memanfaatkan hutan dengan tetap mengedepankan asas kelestarian hutan
KEMAMPUAN MASYARAKAT MENGELOLA HUTAN JADI KUNCI KESUKSESAN PERHUTANAN SOSIAL.docx
Kemampuan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan hutan beserta pemanfaatan ekonominya, menjadi kunci penting kesuksesan program perhutanan sosial. Karena itu, disamping memberikan akses kelola sumber daya hutan, pemerintah dan semua lembaga terkait perlu untuk menyiapkan keterampilan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam pengelolaan sumber daya hutan.
Journal of Dinamika Hukum, 2013
Kuningan, local government districts declared as a conservation district. Kuningan district government coordination and cooperation with regard to conservation, namely: First, they Policy - makers need to understand how awareness of water conservation can help solve water shortage pro - blems while providing economic and social benefits, making environmental regulations that support conservation; Second , Water managers and the role of experts involved in the planning, develop - ment, and management of the water system, including managers and scientists working for the preservation of the environment is to create a reservoir as well as the urban forest in order to streng - then the conservation and Third ). Mass Media and Educators, their knowledge of the water sector may be little but they are experts in public relations, communications, marketing, and education is to create programs that support conservation programs such as Seruling (Students are concerned about the environment),...
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR DALAM PENGELOLAAN HUTAN
1. PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Permenhut No. 62 tahun 2013). Pada pasal 6 UU 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Adanya tiga fungsi hutan tersebut maka hutan perlu dijaga dan dikelola dengan baik agar hutan dapat lestari, dan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarak sekitar hutan. Pengelolaan hutan saat ini banyak mengalami kegagalan. Terbukti dengan banyaknya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, seperti penyalahgunaan fungsi kawasan, kerusakan ekosistem akibat manusia, bencana alam dan masih banyak yang lainnya. Kerusakan hutan disebabkan manusia masih mengedapankan sifat antroposentris, dimana manusia masih mementingkan akan kebutuhan hidupnya sendiri tanpa memperhatikan kondisi alam di sekitarnya. Kerusakan hutan ini tentu akan berakibat buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat sekitar hutan merupakan elemen yang paling merasakan secara langsung dampak dari kerusakan hutan. Selain itu, kerusakan hutan secara tidak langsung akan merubah kebudayaan masyarkat sekitar hutan. Oleh karena itu, pengelolaan hutan sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar hutan sehingga pengelolaan hutan dapat lestari, karena masyarakat sekitar hutan bersinggungan langsung terhadap hutan. Pengelolaan hutan oleh masyarakat tentu mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan pengelolaan hutan oleh pemerintah, dan menjadi sistem budaya yang melekat di masyarakat. Budaya masyarakat desa hutan terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumber daya hutan. Norma-norma yang belaku dimasyarakat dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Pengelolaan hutan oleh masyarakat dengan menggunakan norma-norma tersebut tentu mempunyai nilai positif dan nilai negatif bagi lingkungan. Nilai positifnya yaitu apabila pengelolaan hutan dilakukan dengan baik maka hutan akan lestari dan kerusakan hutan dapat dihindari. Kebutuhan masyarakat akan hutan dan hubungan timbal balik antara hutan dan masyarakat dapat terjalin dengan baik. Sedangkan, nilai negatif dari pengelolaan hutan oleh masyarakat yaitu apabila pengelolaan hutan tidak dilakukan dengan baik, tentu akan menimbulkan banyak bencana seperti kerusakan hutan, penebangan liar, deforestasi, bencana alam, dan lain-lain. Norma-norma atau aturan-aturan tersebut disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Norma-norma tersebut diakui dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat, sehingga norma-norma tersebut dapat menjaga stabilitas alam sekitar masyarakat dan menjadi sesuatu kebudayaan yang melekat pada masyarakat tersebut. Kearifan lokal
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN SEBAGAI PENCEGAH PEMANASAN GLOBAL
Abstrak Pemanasan global yang kini menjadi isu dunia, nampaknya mulai dirasakan oleh sebagian dari masyarakat, dengan berubahnya suhu udara, naiknya jumlah volume hujan dan munculnya genangan (banjir) di beberapa daerah. Atas dasar itulah pemberdayaan masyarakat untuk ikut berkiprah, merupakan salah satu bentuk sumbangsih kiat-kiat kepedulian dalam kaitannya dengan upaya pengendaliannya. Bab I Pendahuluan Pemanasan global telah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade yang lalu, walaupun mungkin sebenarnya masih terdapat ketidakpastian apakah benar akan terjadi pemanasan global. Sebagai akibat dari pemanasan global, memberikan dampak sangat besar baik terhadap iklim dunia, maupun kenaikan permukaan air laut. Dampak iklim global ini akan mengakibatkan perubahan tatanan hujan pada suatu wilayah; dimana sebagian wilayah hujannya akan bertambah dan di beberapa wilayah lainnya hujannya akan berkurang. Hal ini memberikan dampak turunan terhadap sistem pertanian dalam arti luas. Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan terendamnya daerah pantai yang rendah, hal ini akan menimbulkan kesulitan terhadap negara-negara yang memiliki pulau-pulau kecil, seperti Maldives, Fiji dan Marshall; negara dengan delta yang luas (Mesir dan Banglades); serta negara yang memiliki daerah rawa pantai yang luas seperti Indonesia. Di Indonesia daerah rawa pantai seperti mangrove, tambak udang, daerah pasang surut dan kota-kota yang berdataran rendah seperti (Jakarta, Surabaya dan Banjarmasin), terancam akan terendam. Kerugian lain misalnya akan munculnya gelombang badai dan menyusupnya intrusi air laut. Mencermati atas uraian tersebut di atas, dalam kaitannya dengan upaya pengendalian terhadap pemanasan global, memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membangun kawasan hijau baik dalam bentuk hutan maupun hijauan lainnya, merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan rasional.
PERKEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI SUMATERA BARAT
Studi Lapangan BPSDM Kalimantan Timur, 2021
PHBM merupakan inovasi yang melibatkan para pihak yang memiliki komitmen kuat memberdayakan masyarakat sekitar kawasan hutan di Sumatera Barat. PHBM memungkinkan perbaikan tata kelola kehutanan dalam konteks pemulihan ekonomi masyarakat dan reformasi sosial. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan terus mendorong implementasi PHBM untuk mewujudkan cita-cita hutan lestari dan masyarakat sejahtera.
Abstrak Kondisi hutan yang semakin memprihatinkan saat ini membuat pemerintah harus melakukan suatu upaya agar angka kerusakan hutan tidak semakin bertambah dengan cara menerapkan sistem agroforestri. Salah satu daerah yang menerapkan sistem agroforestri adalah Kabupaten Bojonegoro yang dalam penerapannya menggunakan silvopastura. Penerapan silvopastura ini diwujudkan dalam suatu program yakni Pengelolaan Hutan Silvopastura Sapi (Paha Sylpi) dimana program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara Dinas Peternakan dan Perikanan, Perum Perhutani KPH Bojonegoro, dan LMDH Wana Manunggal I. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan program Paha Sylpi di Desa Setren Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Sedangkan fokus penelitiannya menggunakan teori kerjasama menurut Keban (2009) yang memiliki tujuh prinsip yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipatif, efisiensi, efektif...
Essay Pelatihan Kepemimpinan Administrator, 2023
KPHP Minas Tahura memiliki keunikan lain yaitu merupakan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi yang didalam kawasannya terdapat fungsi konservasi, yaitu Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Provinsi Riau dengan luas 6.172 hektar. Dengan demikian, KPHP Minas memiliki tugas-tugas pengelolaan yang lebih dari KPHP lainnya yang ada dilingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, karena dalam wilayah tugasnya terdapat 2 fungsi pengelolaan yaitu fingsi produksi dan fungsi konservasi.