Dampak Potensial Perubahan Iklim Terhadap Dinamika Penularan Penyakit DBD Di Kota Mataram (original) (raw)

Potensi Peluang Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Proyeksi Perubahan Iklim (Study Kasus : Dki Jakarta)

The Indonesia Journal of Infectious Diseases, 2017

Pengaruh perubahan iklim terhadap demam berdarah dengue (DBD) bersifat tidak langsung. Hal ini karena terdapat faktor perantara penyebab yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Perkembangbiakan dan siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti inilah yang dipengaruhi langsung oleh kondisi iklim. Kesesuaian iklim dengan lingkungan hidup nyamuk aedes Aegypti ditandai dengan temperatur hangat dan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proyeksi peluang DBD secara rata-rata untuk periode 2014-2038 berdasarkan proyeksi curah hujan dan temperatur. Metode statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap kesehatan (demam berdarah) antara lain statistik downscaling, analisis komponen utama, dan regresi logistik ordinal. Hasil analisis menunjukan bahwa curah hujan yang sesuai dengan demam berdarah berkisar 100-300 mm. Untuk curah hujan relatif tinggi 120-317 mm yang terjadi pada bulan Januari-Februari, ancaman paling kuat adalah bahaya banjir dan DBD. Untuk temperatur udara, proyeksi ke depan (2014-2038) berkisar antara 26-30 o C, kondisi ini masih optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes Aegypti. Proyeksi peluang demam berdarah berdasarkan proyeksi curah hujan dan temperatur menunjukan wilayah Jakarta masih berpeluang tinggi sebagai wilayah katagori resiko tinggi demam berdarah dengan nilai peluang 0,74-0,99.

Hubungan Faktor Iklim Dengan Kasus DBD DI Kota Bandar Lampung Tahun 2015 – 2019

Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2021

Dengue hemorrhagic fever (DHF) case in Bandar Lampung City shows an increasing trend of cases. In 2014, the number of cases was 389 cases; by the end of 2018, it had increased to 1,114 cases. Climatic factors are thought to have contributed to the increase in cases. This study aims to determine the relationship between climate factors and the number of dengue cases in 2015-2019. The study used secondary data with a cross-sectional design. Data were obtained from the Bandar Lampung City Health Office and the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG). Univariate analysis with Mean, Median, Minimum-Maximum. The Kolmogorov-Smirnov test was carried out to determine the normality of the data, followed by bivariate analysis with Pearson Correlation and Spearman's Rank. Multivariate analysis was performed with Linear Regression by considering the regression assumption. The study found that more dengue cases were in January, February, March. A negative correlation was shown ...

Studi Literatur: Faktor Perubahan Iklim Dan Kaitannya Dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) DI Indonesia

Jurnal Medika Malahayati

Factors Of Climate Change And Its Relation To Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) In Indonesia. Dengue hemorrhagic fever is still one of the health problems that occur in Indonesia. Climate change has a major influence on humidity and rainfall, this also has an impact on the development of dengue hemorrhagic fever (DHF) mosquitoes and this is happening in Indonesia. This study aims to determine the factors of climate change with the incidence of dengue hemorrhagic fever in Indonesia. This study uses a literature review study that uses articles from the Google Scholar, Garuda, Pubmed, and ScienceDirect databases. Articles were selected based on inclusion criteria which were considered eligible to be reviewed systematically so that the final results were 15 articles. The result of this study is that climate change has an impact on the state of dengue hemorrhagic fever (DHF) in Indonesia. Several provinces in Indonesia show the influence of climate characteristics such as humidity, rainfall, and temperature. The incidence of DHF in several Indonesian provinces is more influenced by rainfall and humidity. Rainfall as a variable that cannot be controlled is the main factor affecting temperature and humidity so that breeding factors such as breeding places and hatching of mosquito eggs become more optimal. Therefore, behavior in environmental management to prevent dengue needs to be carried out such as the 3M+ movement which consists of draining the water reservoir, closing the water reservoir, burying used goods, using insecticide-treated mosquito nets, sprinkling abate powder in the water reservoir, using mosquito repellent, hanging dirty clothes, and installation of wire screens on house ventilation.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah DI Jawa-Barat

Jurnal Sistem Kesehatan

Lingkungan merupakan determinan kesehatan yang dapat memengaruhi kesehatan masyarakat selain faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik serta kependudukan. Pada saat terjadi perubahan lingkungan termasuk perubahan iklim global yang menjadi isu sangat penting. Perubahan iklim tersebut dipicu oleh terjadinya pemanasan global (global warming) dan efek rumah kaca (greenhouse effect). Perubahan iklim yang terjadi dapat berupa peningkatan suhu, kelembaban, peningkatan curah hujan yang menjadi faktor risiko terhadap derajat kesehatan masyarakat karena timbulnya penyakit menular yang ditularkan melalui udara, air dan vektor. Penyakit Demam Berdarah merupakan penyakit menular yang ditularkan melalui perantara vektor nyamuk dan erat kaitannya dengan perubahan iklim. Tempat perindukan nyamuk ini sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat (altitude), kemiringan lereng (slope) dan penggunaan lahan (land use), sedangkan unsur cuaca memengaruhi metabolisme, pertumbuhan, perkembangan dan popu...

Hubungan Iklim dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jurnal Kesehatan, 2021

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a serious health problem, especially in tropical countries including east Indonesia. DHF cases in Bau-Bau City in the last three years have shown a significant increasing trend. In 2017 the IR DHF in Bau-Bau was 62,6 per 100.000 population, in 2018 the IR rate was 67,4 per 100,000 population, and the CFR rate was 1%, and in 2019 the IR DHF was 94,9 per 100,000 population with the CFR increasing to 1,3%. The purpose of this study was to determine the relationship between rainfall and humidity with the incidence of DHF. This study is an ecological study using secondary data on DHF and climate which were collected retrospectively. Data on dengue fever for 566 cases were taken from the Health Office of Bau-Bau City and data on climate were taken from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) Meteorological Station Class II Betoambari Bau-Bau City. The analysis was carried out univariate and bivariate with the Spearman correlation test at...

Analisis Hubungan Variabel Cuaca Dengan Kejadian DBD DI Kota Yogyakarta

Jurnal Kesehatan Terpadu, 2019

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the main public health issues in Indonesia, even endemic in all provinces. The incidence of DHF is still fluctuated annually in the city of Yogyakarta. This study aims to determine the pattern of the relationship between weather variables (air temperature, rainfall, humidity, and wind speed) on the incidence of DHF in the city of Yogyakarta for 5 years (2010-2014). This study used the ecological study design with spatial-temporal approach. Population was the incidence of dengue for the period 2010-2014 in the administrative area of Yogyakarta city. Spearman-rho correlation test showed that the pattern of the relationship of DHF incidence was more significant (p <0.05) and had a stronger correlation coefficient with an increase in weather variables in the previous few months. Rainfall in the previous two months (r = 0.5617), air temperature three months earlier (r = 0.4399), and humidity in the previous month (r = 0.6097) had a positive relationsh...

Hubungan Faktor-Faktor Iklim dengan Kejadian Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kabupaten Cilacap Tahun 1998-2010

2011

Penyakit DBD merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor iklim. Kurangnya perhatian mengenai faktor iklim dalam program pencegahan penyakit DBD mengakibatkan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD kurang maksimal. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cilacap ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor-faktor iklim dengan kejadian penyakit DBD. Faktor iklim tersebut meliputi curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban, dan kecepatan angin. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan design studi rangkaina berkala. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa data kejadian penyakit DBD dan faktor-faktor iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan suhu dengan kejadian penyakit DBD (p=0,009), ada hubungan kelembaban dengan kejadian penyakit DBD (p=0,003), ada hubungan kecepatan angin dengan kejadian penyakit DBD (p=0,001), tidak ada hubungan yang signifikan antara curah hujan dengan kejadian penyakit DBD (p=0,079), dan tidak ada hubungan hari hujan dengan kejadian penyakit DBD (p=0,495). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa perubahan suhu, kelembaban dan kecepatan angin berhubungan dengan kejadian penyakit DBD. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama antara DKK dan BMKG dalam penginformasian perubahan suhu, kelembaban, dan kecepatan angin agar segera dilakukan upaya pencegahan.

Analisis Dinamika Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) DI Desa Endemis Kabupaten Pekalongan Tahun 2014-2016

2019

Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kabupaten Pekalongan termasuk daerah endemis DBD dengan trend kasus meningkatselama tahun 2014-2016. Daerah endemis mempunyai potensi penularan yang tinggi, kondisi ini dapat digambarkan dengan analisis distribusi kasus, determinan, dan model penularan. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika penularan penyakit DBD di Desa endemis Kabupaten Pekalongan tahun 2014-2016.Jenis penelitian ini adalah observasional dengan desain studi ekologi. Instrumen yang digunakan yaitu checklist. Penelitian ini dilakukan di 10 Desa endemis di Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian distribusi kasus DBD di Kabupaten Pekalongan berdasarkan waktu selama tahun 2014-2016 kasus tertinggi bulan April dan Juni sejumlah 27 kasus dan terendah bulan Desember sejumlah 9 kasus. Suhu udara relatif konstan, dengan rata-rata 27,94oC. Rata-rata kelembaban udara seb...

Pengaruh Setting Fisik Lingkungan Terhadap Kejadian DBD (Demam Berdarah Dengue) Berdasarkan Karakteristik Termal DI Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur

JAMBURA Journal of Architecture

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang memiliki angka kasus tertinggi kejadian DBD untuk seluruh wilayah Indonesia di tahun 2020. Dalam Penelitian ini, perbandingan antar wilayah dilakukan guna mengetahui perbedaan perlakuan terhadap faktor fisik yang berpeluang memicu munculnya kasus DBD. Berdasarkan data, terpilihlah tiga lokasi yang mewakili kejadian DBD dari yang tertinggi hingga terendah yakni Asrama Polisi Polres Sikka, Desa Hoder dan Desa Tuabao. Penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan alat ukur thermohygrometer, anemometer dan lux meter untuk menganalisa karateristik termal pada ketiga wilayah yang telah dipilih. Setting fisik lainnya berupa warna dinding, tinggi dan rendah bangunan, letak maupun jenis vegetasi yang terdapat di sekeliling bangunan adalah faktor lainnya yang dianggap sebagai pemicu hasil pengukuran yang didapat. Adapun hasil dari pengukuran menunjukan bahwa wilayah yang memiliki jarak antar rumah kurang dari 1 m, memiliki kecep...

Studi Ekologi Hubungan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Faktor Iklim di Kota Administrasi Jakarta Pusat, Indonesia Tahun 1999-2018

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2021

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan vector-borne disease dengan tingkat prevalensi tertinggi di dunia. Jumlah kasus DBD telah meningkat di sejumlah negara dalam 10 tahun terakhir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor iklim dengan kejadian DBD di Kota Administrasi Jakarta Pusat dalam periode 20 tahun, dari Januari 1999-Desember 2018. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis (P2PTVZ) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Penelitian ini menggunakan disain studi ekologi dan dianalisis bivariat dengan uji korelasi Spearman. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel curah hujan (Pv=0,0001; r=0,448) dengan lag 2 bulan, suhu udara (Pv=0,0001; r=-0,27) dengan lag 1 bulan, dan kelembaban relatif (Pv=0,0001; r=0,329) dengan lag 2 bulan, secara signifikan berhubungan positif dengan kasus DBD. Kasus DBD secara signifik...