Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Umkm Berbasis “One Village One Product (Ovop) Sebagai Gerakan Ekonomi Bernilai Kearifan Lokal” (Studi Kasus Pada Umkm Batik Bagus Warna Alam Dan Kerajinan Kulit Masin, Kabupaten Batang) (original) (raw)
Related papers
Jurnal Administrasi Publik, 2014
Otonomi daerah merupakan transisi kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari model penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik menuju pemerintahan yang desentralisitik. Otonomi daerah merupakan wujud dari adanya semangat dalam menciptakan pemerintahan daerah yang mandiri serta mampu meningkatkan pembangunan ekonomi nasional melalui pemberian kewenangan kepada daerah dalam pengelolaan sumber daya ekonomi daerah. Semangat otonomi daerah kemudian berada di titik puncak pada era reformasi, dimana pada saat ini penuntutan atas hak partisipasi politik, wewenang politik daerah, dan pengelolaan keuangan daerah secara mandiri semakin meningkat. Menurut Muluk (2009: 62), mengungkapkan otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalistik menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Pernyataan tersebut relevan dengan pengertian otonomi daerah yang terkandung dalam undangundang yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah melahirkan cara baru
Sustainable Competitive Advantage, 2013
One Village One Product (OVOP) is a regional development program approach that aims to promote the economic and community welfare. OVOP program started in 2008 through the Ministry of industry and the year 2010 through the Ministry of Cooperatives and SMEs that aims to improve industrial potency or small and medium enterprises in Indonesia, including Surakarta with batik potency and waste recycling craft. This study aims to evaluate the implementation of OVOP in Surakarta which had started in 2012 and make recommendations for stakeholders and regional governments. In addition, the importance of Government consistency and the participation of Micro Small Medium Enterprises (UMKM) in Implementing and monitoring the program also should paid attentions of providing human resources, raw materials and capital, institutional and business network, processing technology, packing, brand and product marketing. Finally, OVOP program is expected to increase micro small medium enterprises (UMKM) ...
Peningkatan Daya Saing Ikm Batik Tulis Pendukung Implementasi One Village One Product (Ovop)
2020
Abstrak : Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD) ini merupakan kegiatan lanjutan dari Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang telah dilaksanakan tahun 2019. Dari observasi dan wawancara, teridentifikasi masalah pada 3 bidang, yaitu Produksi, Manajemen, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Berbagai kegiatan dirancang untuk tujuan: 1) peningkatan hasil produksi; 2) memiliki merek dagang resmi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan; 3) peningkatan keahlian dan kompetensi SDM di bidang produksi dan manajeman; 4) teridentifikasinya lebih banyak motif khas Sekardangan; 5) lebih dikenalnya batik tulis Sekardangan; 6) peningkatan daya saing pengrajin; 7) eksistensi batik tulis Sekardangan; 8) mendukung implementasi program OVOP yang telah ditetapkan. Metode pelaksanaan kegiatan, meliputi; 1) observasi dan wawancara; 2) identifikasi masalah, 3) pengambilan data: FGD dengan para ahli di bidangnya; 4) mendesain ulang (inovasi) beberapa peralatan membatik, 5) membuat modul pelatihan, 6...
ITB Journal of Visual Art and Design, 2014
One Village One Product (OVOP) adalah suatu pendekatan pembangunan daerah yang bertujuan untuk memajukan ekonomi daerah tersebut. Konsep OVOP berasal dari Oita, Jepang dan diadopsi oleh berbagai negara di dunia. Indonesia melalui Kementerian Perindustrian sejak tahun 2008 melaksanakan program OVOP yang bertujuan untuk memajukan potensi industri kecil dan menengah kerajinan di sepuluh wilayah di Indonesia, termasuk Purwakarta dengan potensi kerajinan gerabah dan keramik hias. Penerapan OVOP dalam rangka memajukan industri kerajinan memerlukan strategi yang sesuai dengan prinsip mendasar OVOP dan dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh industri produk kerajinan di daerah sasaranPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan OVOP di Indonesia yang telah berlangsung sejak tahun 2008 dan menyusun sebuah rekomendasi bagi pengembangan potensi produk kerajinan dengan pendekatan OVOP dengan mengambil studi kasus di Plered, Purwakarta. Rekomendasi ditujukan bagi pemerintah sebagai pemangku kebijakan, masyarakat sebagai pelaksana, dan pihak swasta, khususnya akademisi desain atau desainer professional.Selain pentingnya konsistensi pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan dan mengawasi berjalannya program yang telah disusun, pengembangan desain produk kerajinan memegang peranan yang sangat penting. Diperlukan peran desainer yang sangat kuat untuk dapat mengembangkan desain yang dapat memahami kebutuhan pasar sekaligus mempertahankan nilai-nilai tradisional kerajinan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh industri.
Di setiap daerah di Indonesia yang sebagian masyarakat memproduksi batik, corak dan motif batik satu sama lain tentunya berbeda-beda. Dalam hal ini eksistensinya saling mempertahankan ciri-ciri seni tradisi, proses teknologinya, dan selera konsumennya. Motif batik daerah-daerah itu sampai sekarang masih terlihat jelas unsur-unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya, baik dari corak, warna, susunan, penempatan hiasan, dan isian pada motif yang dilukiskan. Dengan motif yang khas, batik di daerah-daerah itu dapat hidup berkembang dan tumbuh sebagai kegiatan budaya tradisi, misalnya di daerah Kabupaten Pacitan.
2020
Abstracs To overcome poverty in rural areas, namely by carrying out community empowerment to be independent, competitive and able to compete in the 4.0 industrial revolution era or the digital era and potentially contribute to national income. The presence of the industrial revolution 4.0 caused the impact of intense competition, MSMEs must be able to overcome these challenges creatively, product innovation, marketing, product packaging, human resource development and technology. In empowering MSMEs, a strategy for preparing economic empowerment in MSMEs is needed in the face of the era of the Industrial Revolution 4.0. The MSME empowerment strategy can be pursued through the Government's role in issuing fiscal and non-fiscal policies, the role of universities in carrying out services to educate and prosper the community, and the role of stakeholders encouraging MSMEs to become more independent and innovative Keywords : Strategy, Empowerment, UMKM, local wisdom Abstrak Untuk men...
2013
Implementasi ACFTA di Indonesia membawa keprihatinan atas dampak negatif yang timbul dari perdagangan karena berbahaya bagi industri. Sektor yang paling merasakan dampak langsung arus perdagangan bebas dengan Cina adalah industri tekstil, karena industri inilah yang juga mendominasi di negara tersebut. Penelitian ini fokus pada industri batik di daerah Tanjung Bumi Bangkalan. Peneliti melihat pertumbuhan batik di daerah tersebut tidak terlalu signifikan, masih kalah terkenal / populer dari batik jawa tengah terutama batik Jogja, Solo, dan Pekalongan. Oleh sebab itu, peneliti ingin memperkenalkan kepada khalayak luas bahwa batik tidak hanya dari Jawa Tengah. Keanekaragaman suku dan budaya di Indonesia menyimpan banyak kekayaan lokal yang masih belum dieksplorasi, salah satunya batik Tanjung Bumi yang sekarang diproyeksikan menjadi produk unggulan daerah. Terkait dengan kendala mengembangkan potensi batik di Tanjung Bumi, Dinas Koperasi UMKM Bangkalan mengalami kesulitan dalam hal pro...
ABDIMAS ALTRUIS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Kudus is a small town with diverse community members. In Kudus city, there are two Sunans, namely Sunan Muria and Sunan Kudus. Sunan Kudus himself abandoned a teaching of "Gusjigang", which is an acronym of "bagus, ngaji, dagang". It is this philosophy that motivates the Kudus people in trade and entrepreneurship. In Kudus, the trade and SME sector become the driving force of the economy and one of the backbones of the Kudus Regency's economy is Batik Kudus. The Batik Kudus Industry is an industry that raised the culture of local wisdom "Local Wisdom" of Kudus Regency, from the side of the motifs raised local culture and folklore Kudus into a uniqueness and specialty of its own compared to other kinds of batik. Batik Kudus is also an export commodity. In addition to increasing foreign exchange, it also introduces Indonesian cultures to the world. However, SME Batik Kudus Industry needs to be supported by the ability of technology and good quality of human resources to be able to compete in the era of free markets. The objectives of this activity are: (1) driven improving the development of SMEs in seizing export opportunities through improving the quality of products and modern marketing technology (2) handling aspects of human resources, management, administration and production, improving the skill of craftsmen, improving the quality and quantity, and management of good management, (3) Transfer of technology from college to partners.
Jurnal Wicara Desa
Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Masyarakat Desa (KKN-PMD) Universitas Mataram dengan tema “Desa Preneur” yang telah dilaksanakan selama 54 hari di Desa Suela, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Barat yang dimulai sejak 12 Juni 2023 sampai 12 Agustus 2023 bertujuan untuk membantu UMKM dalam pengurusan izin usaha yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Banyaknya UMKM yang ada di Desa Suela sebagian besar belum memiliki legalitas izin usaha, seperti yang diketahui bahwa UMKM itu sendiri menjadi peran yang sangat penting bagi perekonomian Desa Suela. Semakin tingginya partisipasi masyarakat di bidang UMKM menyebabkan bertambahnya jumlah pelaku UMKM di Desa Suela. Namun dengan minimnya pengetahuan tentang legalitas dan perizinan berusaha, banyak dari UMKM belum memiliki izin usaha seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Poduksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Metode yang digunakan untuk mengatasi permasalahan terse...
Identifikasi Peran Modal Sosial Dalam Pengembangan Umkm Batik (Studi Pada Umkm Batik Banyuwangi)
2018
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan yang diterapkan oleh UMKM batik di Kabupaten Banyuwangi melalui pendekatan modal sosial. Penelitian ini menggunakan metodologi serta pengumpulan data melalui metode wawancara semi-terstruktur dan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya aspek kepercayaan, jaringan sosial, dan norma yang membantu dalam pengembangan UMKM batik Banyuwangi. Pengembangan UMKM batik tersebut dilakukan dengan meningkatkan kepercayaan antar pengerajin batik, yang berdampak terhadap rendahnya tingkat persaingan usaha karena terjalin kerjasama atau kolaborasi antar pengerajin batik. Selain itu dengan memanfaatkan jaringan sosial para pengerajin batik meningkatkan keberlangsungan usahanya melalui pembentukan relasi yang dibuat. Serta menciptakan keadaan yang harmonis melalui penerapan aturan yang harus dipatuhi seluruh anggota asosiasi. Kata kunci: Pengembangan UMKM, Modal Sosial, Pembangunan Ekonomi