Rony K. Pratama | Yogyakarta State University (original) (raw)
Uploads
Papers by Rony K. Pratama
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Yogyakarta semester khusus tahun 2014 yang b... more Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Yogyakarta semester khusus tahun 2014 yang berlokasi di SMP Negeri 9 Yogyakarta telah dilaksanakan oleh mahasiswa pada 1 Juli-12 September 2014. Kelompok PPL di lokasi ini terdiri dari 12 mahasiswa dari 6 program studi, yaitu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Pendidikan Bimbingan Konseling, dan Pendidikan Kesehatan Jasmani dan Rekreasi. Tujuan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah melatih mahasiswa agar memiliki pengalaman yang nyata dalam proses pembelajaran dan kegiatan kependidikan lainnya di sekolah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa sebagai tenaga keguruan yang profesional dan memiliki pengetahuan, sikap, serta keterampilan yang memadai. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi penyusunan RPP, praktik mengajar, pembuatan soal evaluasi, serta kegiatan lainnya yang disel...
Penelitian ini bertujuan mengembangkan multimedia Adobe Flash Player 10 dalam keterampilan menuli... more Penelitian ini bertujuan mengembangkan multimedia Adobe Flash Player 10 dalam keterampilan menulis teks eksposisi bagi siswa SMP Kelas VII. Gambaran awal penggunaan media pembelajaran menulis teks eksposisi selama ini masih kurang maksimal. Guru masih mengajar dengan berpedoman buku teks semata sehingga materi yang diajarkannya kurang dipahami oleh siswa. Selain itu, guru kurang interaktif dalam pembelajaran di kelas sehingga siswa cenderung pasif. Meski guru sudah menggunakan media berbantuan lcd proyektor, guru masih menyampaikan materi secara teoretis. Oleh sebab itu, siswa kurang diajarkan dalam terampil menulis teks eksposisi secara empiris dan mandiri. Langkah-langkah pengembangan multimedia Adobe Flash Player 10 untuk pembelajaran keterampilan menulis teks eksposisi bagi siswa kelas VII SMP sebagai berikut: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) produksi, (4) uji validasi dan revisi, (5) uji produk, dan (6) pemanfaatan dan penyebaran. Analisis kebutuhan dilakukan seca...
(Title: Languages, State, and Power: Political Structures of Indonesian Policy). Language as a di... more (Title: Languages, State, and Power: Political Structures of Indonesian Policy). Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re-sult is negotiating the power of the state. Its development is not entirely neutral because the tendency of language as a tool of power has a strong gap to be constructed in such a way. This epistemological reality then strengthens the reciprocal dictum between langua¬ge and power that can be hegemonically practiced as long as the state applies a system of rules in a systemic manner. This paper tries to investigate Indonesian language as a practice of state power, both projected historically, politically, and economically. All of them are covered by cultural narratives that are reinforced through structural patterns to culture. Keywords: language, country, power, policy, Indonesian language
AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, 2017
Poverty as a social problem will never escape the attention and discussion of Islamic teachings. ... more Poverty as a social problem will never escape the attention and discussion of Islamic teachings. Islam explores some of the most urgent main themes of empowerment and community involvement in eradicating their poverty. The Qur'an as the main source of Islamic teachings echoed a moral call for social justice in the economy to be upheld against people living below the poverty line. Efforts to alleviate poverty, one of the main focuses in Islam is the doctrine of weak economic empowerment of the people. Islam considers human resources personally to be the main agent in empowering the people's economy. Furthermore, Islam also sees that poverty alleviation is the collective responsibility of society so that the effort of economic empowerment of the poor becomes the collective obligation of all elements of society, especially poverty caused by social structure. It takes synergy between elements of society both government, ulama and society itself as subject and object of change. S...
xxii, 352 hlm.; illus.: 20 c
Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re sult is n... more Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re sult is negotiating the power of the state. Its development is not entirely neutral because the tendency of language as a tool of power has a strong gap to be constructed in such a way. This epistemological reality then strengthens the reciprocal dictum between langua ge and power that can be hegemonically practiced as long as the state applies a system of rules in a systemic manner. This paper tries to investigate Indonesian language as a practice of state power, both projected historically, politically, and economically. All of them are covered by cultural narratives that are reinforced through structural patterns to culture.
Rendra-Emha, Patembayan Kebudayaan
Ribuan Maiyah digelar di tiap sudut kota maupun desa selama lebih dari satu dekade terakhir, sela... more Ribuan Maiyah digelar di tiap sudut kota maupun desa selama lebih dari satu dekade terakhir, selain didasarkan atas spirit Sinau Bareng, juga menegaskan titik detoksifikasi komunal. Detoksifikasi dimaknai sebagai penetralan diri terhadap unsur racun di dalam tubuh. Apa yang didetoksifikasi bisa beraneka rupa unsur toksin yang membuat ketajaman dan kedalaman pikiran sedemikian banal. Di Maiyah detoksifikasi itu ditempuh melalui Sinau Bareng. Tulisan ini mencoba memperbincangkan Pilihan 3 Daur yang ditulis Cak Nun. Gagasan tersebut berisi kesenjangan antara maksud ciptaan Tuhan mengenai alam semesta serta manusia dan kenyataan di lapangan yang kini sedang berlangsung. Kedua hal itu dikatakan mengalami gap sedemikan rupa, sehingga keberlangsungan peradaban bangsa-negara-termasuk memaknai demokrasi, pembangunan, maupun kemajuan-mengalami distorsi luar biasa. Racun di sini merupakan hasil atas ketidaklengkapan berpikir dalam menerjemahkan ciptaan Tuhan berupa alam semesta dan manusia. Cak Nun kemudian menganalisis asal-muasalnya sejak kapan peristiwa chaos itu muncul. Ia menelisik enam fase. Pertama, sejak "revolusi distribusi antropologi" setelah banjir Nuh. Kedua, iroma dzatil 'Imad dan tenggelamnya Atlantis. Ketiga, peradaban bumi-langit Daud Sulaiman. Keempat, Ats-Tsaqafah al-Madaniyyah Rasulullah saw. Kelima, Perang Salib dan Renaisans. Keenam, Perang Dunia selama dua jilid. Keenam fase itu masih berlangsung hingga sekarang. Cak Nun menjelaskan sekarang telah masuk Perang Dunia Ketiga dengan keadaan pembusukan nilai-nilai hidup. Itu kenapa Cak Nun mengonseptualisasikan tiga pilihan daur. Pertama, Revolusi Sosial dengan jalan pembaharuan manajemen bangsa-negara yang pelaku utamanya masyarakat Maiyah. Hal tersebut ditempuh lewat makrifat tatanan kenegaraan baru. Konsekuensi logisnya "komplikasi pemerintahan baru dan pengorbanan rakyat yang tidak bisa diukur". Kedua, Revolusi Kultural yang menitikberatkan pada pendewasaan dan perluasan Sinau Bareng. Hal ini telah dan sedang diperjuangkan masyarakat Maiyah di mana pun. Orientasi utamanya adalah pembaharuan mental dan kejiwaan masyarakat dan bangsa dengan sistem negara apa pun.
Mewedar Jalan Kesehatan Emha
Tulisan ini merupakan hasil kontemplasi atas dua buah pemikiran Syaikh Kamba (Maiyah dan Jalan Pe... more Tulisan ini merupakan hasil kontemplasi atas dua buah pemikiran Syaikh Kamba (Maiyah dan Jalan Peradaban Islam) dan Cak Fuad (Istiqamah Ber-Maiyah). Dengan memfokuskan pada anak muda sebagai subjek, tulisan ini bermaksud menelusuri tiga hal. Pertama, mengapa mayoritas jemaah yang mengikuti kajian Maiyah adalah anak muda, khususnya studi kasus di kota-kota besar di bumi Nusantara. Kedua, bagaimana nilai-nilai keilmuan di Maiyah itu dimansifestasikan oleh anak muda melalui praksis kehidupan sehari-hari. Ketiga, internalisasi laku Maiyah bagi anak muda itu berdampak sistemik bagi kehidupan mereka secara mikro dan Nusantara secara makro. Sebagai anak muda, saya mengamati betapa "ledakan" ber-Maiyah di kalangan anak muda sedemikian signifikan. Hal itu ditandai melalui jemaah, baik lewat persentuhan langsung maupun via YouTube, anak muda berbondong-bondong secara rutin mengikuti pengajian Cak Nun. Mereka ini sebagian besar mengikuti karena rasa penasaran, apalagi hasrat "haus" akan keilmuan, yang tak didapatkan di bangku kuliah atau sekolah. Di bangku pendidikan formal, keilmuan diperoleh lewat sistem kredit semester (SKS) dengan paket kuliah wajib maupun pilihan. Paket itu berorientasi pada sebuah gelar akademik dan kehendak pragmatis: mendapatkan kesempatan kerja sesuai bidang keilmuannya. Hal tersebut makin mengakar di benak mereka setelah wacana kesempatan kerja ditentukan oleh capaian gelar akademik. Dengan kata lain, berkuliah dimaksudkan agar mendapat kerja sesuai kehendak. Kondisi itu bukan persoalan salah dan benar. Kapitalisasi pendidikan dan industri telah bergandengan tangan. Anak muda yang berkuliah itu hidup dan tumbuh di dalam tempurung wacana demikian. Mereka dikondisikan sedemikian rupa, sehingga mustahil menolak karena pertimbangan industri, kewajiban orang tua, bahkan sukar keluar dari independensi atau kedaulatan diri. Atas kondisi kuliah yang sumpek dan penuh tuntutan akademik itu mereka-sejauh pengamatan saya-kemudian didorong oleh antusiasme mencari. Akhirnya mereka tertarik ke Maiyah.
Melacak "Episteme" Metodologi Esai Cak Nun
Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan
Kertas Rokok Linting Upaya Kultural Merawat Tembakau
Kertas Azimat Penanda Mitologis Paling Laris
Kehidupan Masyarakat dalam "Sastra Independen" Cak Nun
Kerja intelektual acap disematkan pada individu yang telah mengalami proses pendidikan formal. In... more Kerja intelektual acap disematkan pada individu yang telah mengalami proses pendidikan formal. Intelektualitas memberi ruang predikat inheren bagi 'kaum terdidik' lebih leluasa karena modal gelar disabet. Gelar ini datang secara derivatif dari institusi pendidikan usai mengalami proses keterdidikan formal dan ditandai setelah menyelesaikan sejumlah paket satuan kredit. Posisi demikian melahirkan makna baru seperti kaum intelektual, cendekiawan, orang sekolahan, maupun predikat-predikat baku yang merujuk kecakapan par excellence. Lantas, bagaimana dengan individu tanpa menyelesaikan pendidikan formal-setidaknya sampai jenjang strata satu-tapi memiliki kelengkapan intelektual yang setara dengan cendekiawan jebolan sekolah formal? Apakah orang semacam ini masih diakui sebagai kaum cendekia, sebagaimana predikat kelompok sekolahan menyematkannya?
Darurat Hoaks dan Pentingnya Berpikir Kritis
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Yogyakarta semester khusus tahun 2014 yang b... more Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Yogyakarta semester khusus tahun 2014 yang berlokasi di SMP Negeri 9 Yogyakarta telah dilaksanakan oleh mahasiswa pada 1 Juli-12 September 2014. Kelompok PPL di lokasi ini terdiri dari 12 mahasiswa dari 6 program studi, yaitu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Pendidikan Bimbingan Konseling, dan Pendidikan Kesehatan Jasmani dan Rekreasi. Tujuan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah melatih mahasiswa agar memiliki pengalaman yang nyata dalam proses pembelajaran dan kegiatan kependidikan lainnya di sekolah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa sebagai tenaga keguruan yang profesional dan memiliki pengetahuan, sikap, serta keterampilan yang memadai. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi penyusunan RPP, praktik mengajar, pembuatan soal evaluasi, serta kegiatan lainnya yang disel...
Penelitian ini bertujuan mengembangkan multimedia Adobe Flash Player 10 dalam keterampilan menuli... more Penelitian ini bertujuan mengembangkan multimedia Adobe Flash Player 10 dalam keterampilan menulis teks eksposisi bagi siswa SMP Kelas VII. Gambaran awal penggunaan media pembelajaran menulis teks eksposisi selama ini masih kurang maksimal. Guru masih mengajar dengan berpedoman buku teks semata sehingga materi yang diajarkannya kurang dipahami oleh siswa. Selain itu, guru kurang interaktif dalam pembelajaran di kelas sehingga siswa cenderung pasif. Meski guru sudah menggunakan media berbantuan lcd proyektor, guru masih menyampaikan materi secara teoretis. Oleh sebab itu, siswa kurang diajarkan dalam terampil menulis teks eksposisi secara empiris dan mandiri. Langkah-langkah pengembangan multimedia Adobe Flash Player 10 untuk pembelajaran keterampilan menulis teks eksposisi bagi siswa kelas VII SMP sebagai berikut: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) produksi, (4) uji validasi dan revisi, (5) uji produk, dan (6) pemanfaatan dan penyebaran. Analisis kebutuhan dilakukan seca...
(Title: Languages, State, and Power: Political Structures of Indonesian Policy). Language as a di... more (Title: Languages, State, and Power: Political Structures of Indonesian Policy). Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re-sult is negotiating the power of the state. Its development is not entirely neutral because the tendency of language as a tool of power has a strong gap to be constructed in such a way. This epistemological reality then strengthens the reciprocal dictum between langua¬ge and power that can be hegemonically practiced as long as the state applies a system of rules in a systemic manner. This paper tries to investigate Indonesian language as a practice of state power, both projected historically, politically, and economically. All of them are covered by cultural narratives that are reinforced through structural patterns to culture. Keywords: language, country, power, policy, Indonesian language
AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, 2017
Poverty as a social problem will never escape the attention and discussion of Islamic teachings. ... more Poverty as a social problem will never escape the attention and discussion of Islamic teachings. Islam explores some of the most urgent main themes of empowerment and community involvement in eradicating their poverty. The Qur'an as the main source of Islamic teachings echoed a moral call for social justice in the economy to be upheld against people living below the poverty line. Efforts to alleviate poverty, one of the main focuses in Islam is the doctrine of weak economic empowerment of the people. Islam considers human resources personally to be the main agent in empowering the people's economy. Furthermore, Islam also sees that poverty alleviation is the collective responsibility of society so that the effort of economic empowerment of the poor becomes the collective obligation of all elements of society, especially poverty caused by social structure. It takes synergy between elements of society both government, ulama and society itself as subject and object of change. S...
xxii, 352 hlm.; illus.: 20 c
Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re sult is n... more Language as a discipline has been established by the political preconditions and the re sult is negotiating the power of the state. Its development is not entirely neutral because the tendency of language as a tool of power has a strong gap to be constructed in such a way. This epistemological reality then strengthens the reciprocal dictum between langua ge and power that can be hegemonically practiced as long as the state applies a system of rules in a systemic manner. This paper tries to investigate Indonesian language as a practice of state power, both projected historically, politically, and economically. All of them are covered by cultural narratives that are reinforced through structural patterns to culture.
Rendra-Emha, Patembayan Kebudayaan
Ribuan Maiyah digelar di tiap sudut kota maupun desa selama lebih dari satu dekade terakhir, sela... more Ribuan Maiyah digelar di tiap sudut kota maupun desa selama lebih dari satu dekade terakhir, selain didasarkan atas spirit Sinau Bareng, juga menegaskan titik detoksifikasi komunal. Detoksifikasi dimaknai sebagai penetralan diri terhadap unsur racun di dalam tubuh. Apa yang didetoksifikasi bisa beraneka rupa unsur toksin yang membuat ketajaman dan kedalaman pikiran sedemikian banal. Di Maiyah detoksifikasi itu ditempuh melalui Sinau Bareng. Tulisan ini mencoba memperbincangkan Pilihan 3 Daur yang ditulis Cak Nun. Gagasan tersebut berisi kesenjangan antara maksud ciptaan Tuhan mengenai alam semesta serta manusia dan kenyataan di lapangan yang kini sedang berlangsung. Kedua hal itu dikatakan mengalami gap sedemikan rupa, sehingga keberlangsungan peradaban bangsa-negara-termasuk memaknai demokrasi, pembangunan, maupun kemajuan-mengalami distorsi luar biasa. Racun di sini merupakan hasil atas ketidaklengkapan berpikir dalam menerjemahkan ciptaan Tuhan berupa alam semesta dan manusia. Cak Nun kemudian menganalisis asal-muasalnya sejak kapan peristiwa chaos itu muncul. Ia menelisik enam fase. Pertama, sejak "revolusi distribusi antropologi" setelah banjir Nuh. Kedua, iroma dzatil 'Imad dan tenggelamnya Atlantis. Ketiga, peradaban bumi-langit Daud Sulaiman. Keempat, Ats-Tsaqafah al-Madaniyyah Rasulullah saw. Kelima, Perang Salib dan Renaisans. Keenam, Perang Dunia selama dua jilid. Keenam fase itu masih berlangsung hingga sekarang. Cak Nun menjelaskan sekarang telah masuk Perang Dunia Ketiga dengan keadaan pembusukan nilai-nilai hidup. Itu kenapa Cak Nun mengonseptualisasikan tiga pilihan daur. Pertama, Revolusi Sosial dengan jalan pembaharuan manajemen bangsa-negara yang pelaku utamanya masyarakat Maiyah. Hal tersebut ditempuh lewat makrifat tatanan kenegaraan baru. Konsekuensi logisnya "komplikasi pemerintahan baru dan pengorbanan rakyat yang tidak bisa diukur". Kedua, Revolusi Kultural yang menitikberatkan pada pendewasaan dan perluasan Sinau Bareng. Hal ini telah dan sedang diperjuangkan masyarakat Maiyah di mana pun. Orientasi utamanya adalah pembaharuan mental dan kejiwaan masyarakat dan bangsa dengan sistem negara apa pun.
Mewedar Jalan Kesehatan Emha
Tulisan ini merupakan hasil kontemplasi atas dua buah pemikiran Syaikh Kamba (Maiyah dan Jalan Pe... more Tulisan ini merupakan hasil kontemplasi atas dua buah pemikiran Syaikh Kamba (Maiyah dan Jalan Peradaban Islam) dan Cak Fuad (Istiqamah Ber-Maiyah). Dengan memfokuskan pada anak muda sebagai subjek, tulisan ini bermaksud menelusuri tiga hal. Pertama, mengapa mayoritas jemaah yang mengikuti kajian Maiyah adalah anak muda, khususnya studi kasus di kota-kota besar di bumi Nusantara. Kedua, bagaimana nilai-nilai keilmuan di Maiyah itu dimansifestasikan oleh anak muda melalui praksis kehidupan sehari-hari. Ketiga, internalisasi laku Maiyah bagi anak muda itu berdampak sistemik bagi kehidupan mereka secara mikro dan Nusantara secara makro. Sebagai anak muda, saya mengamati betapa "ledakan" ber-Maiyah di kalangan anak muda sedemikian signifikan. Hal itu ditandai melalui jemaah, baik lewat persentuhan langsung maupun via YouTube, anak muda berbondong-bondong secara rutin mengikuti pengajian Cak Nun. Mereka ini sebagian besar mengikuti karena rasa penasaran, apalagi hasrat "haus" akan keilmuan, yang tak didapatkan di bangku kuliah atau sekolah. Di bangku pendidikan formal, keilmuan diperoleh lewat sistem kredit semester (SKS) dengan paket kuliah wajib maupun pilihan. Paket itu berorientasi pada sebuah gelar akademik dan kehendak pragmatis: mendapatkan kesempatan kerja sesuai bidang keilmuannya. Hal tersebut makin mengakar di benak mereka setelah wacana kesempatan kerja ditentukan oleh capaian gelar akademik. Dengan kata lain, berkuliah dimaksudkan agar mendapat kerja sesuai kehendak. Kondisi itu bukan persoalan salah dan benar. Kapitalisasi pendidikan dan industri telah bergandengan tangan. Anak muda yang berkuliah itu hidup dan tumbuh di dalam tempurung wacana demikian. Mereka dikondisikan sedemikian rupa, sehingga mustahil menolak karena pertimbangan industri, kewajiban orang tua, bahkan sukar keluar dari independensi atau kedaulatan diri. Atas kondisi kuliah yang sumpek dan penuh tuntutan akademik itu mereka-sejauh pengamatan saya-kemudian didorong oleh antusiasme mencari. Akhirnya mereka tertarik ke Maiyah.
Melacak "Episteme" Metodologi Esai Cak Nun
Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan
Kertas Rokok Linting Upaya Kultural Merawat Tembakau
Kertas Azimat Penanda Mitologis Paling Laris
Kehidupan Masyarakat dalam "Sastra Independen" Cak Nun
Kerja intelektual acap disematkan pada individu yang telah mengalami proses pendidikan formal. In... more Kerja intelektual acap disematkan pada individu yang telah mengalami proses pendidikan formal. Intelektualitas memberi ruang predikat inheren bagi 'kaum terdidik' lebih leluasa karena modal gelar disabet. Gelar ini datang secara derivatif dari institusi pendidikan usai mengalami proses keterdidikan formal dan ditandai setelah menyelesaikan sejumlah paket satuan kredit. Posisi demikian melahirkan makna baru seperti kaum intelektual, cendekiawan, orang sekolahan, maupun predikat-predikat baku yang merujuk kecakapan par excellence. Lantas, bagaimana dengan individu tanpa menyelesaikan pendidikan formal-setidaknya sampai jenjang strata satu-tapi memiliki kelengkapan intelektual yang setara dengan cendekiawan jebolan sekolah formal? Apakah orang semacam ini masih diakui sebagai kaum cendekia, sebagaimana predikat kelompok sekolahan menyematkannya?
Darurat Hoaks dan Pentingnya Berpikir Kritis
Pada gumam yang terpatah-patah ia tengadah kepada Yang Maha. Mata terpejam, mengikat kontemplasi ... more Pada gumam yang terpatah-patah ia tengadah kepada Yang Maha. Mata terpejam, mengikat kontemplasi paling privat di ruangan itu, ia menembus cakrawala awang-uwung nun jauh di antah-berantah.
Menghadirkan narasi sejarah Fakultas Bahasa dan Seni dari sejak berdirinya sampai sekarang menjad... more Menghadirkan narasi sejarah Fakultas Bahasa dan Seni dari sejak berdirinya sampai sekarang menjadi sebuah kebutuhan yang penting untuk merealisasikan narasi besar bagi kepemimpinan berikutnya. Penggalian dan pemberian makna tersebut akan menjadi proses yang berkelanjutan bagi setiap generasi. Buku ini merupakan bagian pertama dari beberapa edisi yang direncanakan yang menghadirkan sejarah FBS secara komprehensif dan sekaligus menjawab kebutuhan di atas.
Kumpulan esai yang coba dituangkan oleh Rony, dalam berbagai tulisan pendek dengan tema “Menguak ... more Kumpulan esai yang coba dituangkan oleh Rony, dalam berbagai tulisan pendek dengan tema “Menguak Keraguan Indonesia sebagai Identitas” adalah pertemuan idealisme dan cara berpikir serta pengalaman dalam sebuah tulisan kreatif. Tulisan yang merupakan sebuah refleksi ini terinspirasi dari berbagai peristiwa yang berlangsung di sekitar kampus dan dalam berbagai kegiatan yang diikutinya di dalam maupun di luar negeri. Tulisan ini memberikan perspektif dan gagasan alternatif sebagai sumbang saran untuk merekonstruksi ideologi era post-modernisme.