Pilkada dan Redistricting: Dinamika Politik Lokal Dalam Politik Indonesia yang Terdemokrasi (original) (raw)
Related papers
Pilkada Serentak Dan Geliat Dinamika Politik Dan Pemerintahan Lokal Indonesia
CosmoGov
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak menjadi arena baru bagi rakyatIndonesia. Bukan hanya pada persoalan berbeda waktu pelaksanaan, sistempelaksanaan, prosedur dan mekanisme pemilihannya, tetapi juga tetapi juga soal,yang oleh Brian C. Smith dan Robert Dahl katakan adalah untuk menciptakanlocal accountability, political equity dan local responsiveness. Pilkada serentakkarenanya berupaya membangun demokratisasi di tingkat lokal agarterimplementasikan dengan baik, tak hanya terkait pada tingkat partisipasi, tetapijuga relasi kuasa yang dibangun, yang bersumber dari pelaksanaan azas kedaulatanrakyat. Selain itu, hasil pilkada juga harus mampu menghantarkan masyarakatpada kondisi sosial, politik dan ekonomi yang lebih baik.Penelitian yang di lakukan ini menggunakan metode penelitian dengan metodekualitatif refleksif, yaitu ingin merefleksikan tentang pilkada serentak dankaitannya terhadap upaya membangun geliat demokrasi dalam pemerintahan danpolitik lokal serta menjamin hadirnya ...
Dinamika Masa Depan Politik Lokal di Indonesia Pasca Reformasi
Dalam bahasa Inggris, kata dinamika disebut Dynamic artinya dinamis, dinamik atau selalu bersemangat. Sedangkan kata Dynamics mengandung arti yaitu tenaga yang bergerak. Makna yang terkandung dalam Dinamika adalah sebuah upaya manusia tanpa akhir dalam berbagai usaha ataupun dorongan suatu tuntutan kelompok masyarakat dari dalam maupun luar. Suatu masyarakat yang dinamik senantiasa tampak dalam berbagai tuntutan, legitimasi yang terjadi selama spontanitas (Bailusy, 2000). Pada konteks dinamika politik, sering kali menjadi pembicaraan di kalangan ahli politik yang mengartikan dinamika selalu ke arah tuntutan individu, ataupun kelompok dilakukan masyarakat terhadap institusi-institusi pemerintah (supra-struktur politik). Tuntutan yang berlangsung secara berkesinambungan mengalami pergantian seiring kepentingan dari tiap-tiap kelompok didasari semangat untuk melakukan tuntutan. Di Indonesia, dinamika secara besar-besaran terjadi pada saat masa transisi kekuasaan orde lama ke masa reformasi. Upaya pergantian mengantarkan perubahan tatanan kenegaraan. Negarasasi terjadi menghasilkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebanyak empat kali. Perubahan UUD1945 ini membuat Indonesia memiliki konstitusi dan hukum dasar dalam penyelenggaraan bernegara. Seperti perubahan ketiga UUD 1945 yang menhasilkan perubahaan tatanan demokrasi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) berbunyi bahwa suatu kedaulatan di genggaman rakyat dan
Dinamika Politik Kaum Muda Indonesia: Dialektika Politik Nasional Dan Lokal
Jurnal Sosiologi Reflektif, 2016
The Crusade taking place during two centuries (1095-1291 AD) was the beginning oflarge-scale confrontation between Islam and Western Christianity. Although the Crusades ended eight centuries ago, but it still lingers in the mind of Western Christians and some Muslims. The subsequent conflicts between both sides have been always linked to the Crusades. For example, colonialism and imprealism of Western to the East during the 18th, 19th, and20thcentury is considered as acontinuation of the Crusades. In addition, the war against terrorism that the United States campaigned for the post September 11, 2001 propagated as the 2ndCrusades. Similarly, the invasion of the United States and its allies against Iraq and Afghanistan is refering the arrogances of West against Islam. These facts indicate that a huge trauma caused by the Crusades still entrenched in the minds of most of the psycho-historical Western and Muslim. Therefore, to promote a harmonious relationship between the West and Isla...
Politik Lokal di Indonesia: Dari Otokratik ke Reformasi Politik
Abstrak Perubahan dramatis dalam perpolitikan Indonesia sejak kejatuhan rezim Soeharto telah memberikan ruang bagi hadirnya demokrasi yang sesungguhnya. Politik lokal menjadi lebih terbuka dan menjadi penentu pembangunan di daerah. Tulisan ini menganalisis kondisi politik di tingkat lokal di Indonesia sebelum dan setelah reformasi 1998 sehingga dapat ditemukan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi. Tulisan ini menyimpulkan bahwa kekuasaan rezim orde baru sebelum reformasi telah menghambat menguatnya perpolitikan oleh elit lokal di tingkat daerah yangmenghasilkan dua hal penting dalam perpolitikan lokal. Pertama, kendali politik di tingkat lokal dipimpin oleh elit yang merupakan kolaborasi dari penguasa pusat dan lokal; dan kedua, munculnya orang-orang kuat di daerah. Setelah masa reformasi, kolaborasi antara elit pusat dan lokal pun menghilang, namun justru semakin menguatkan posisi penguasa-penguasa lokal. Sehingga pemerintahan demokratis oleh rakyat yang sesunggunya ditingkat lokal tidak benar-benar dicapai. Kata kunci: politik lokal, polisentrisme, local strongmen (orang kuat lokal), otonomi, redistricting.
Pilkada dan pemekaran daerah dalam demokrasi local di Indonesia: Local strongmen dan roving bandits
Artikel ini membincangkan proses pendemokrasian di peringkat lokal di Indonesia dengan melihat kepada mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dan pemekaran daerah (redistricting). Sebagai sebuah idea dalam melembagakan demokrasi di daerah, Pilkada dan pemekaran daerah dilihat sebagai penyelesaian terbaik dalam mewujudkan demokrasi lokal di Indonesia selepas jatuhnya rejim Orde Baru. Ini kerana selama rejim Soeharto berkuasa, demokrasi lokal dilihat sebagai „mati‟, apatah lagi dengan munculnya local strongmen dan stationary bandits. Pada masa ini, pemimpin daerah hanya sekadar alat untuk menjaga kepentingan „Jakarta‟ (dalam hal ini Soeharto) sahaja daripada menjaga kepentingan rakyat daerah. Namun selepas Orde Baru, harapan rakyat untuk melihat perubahan melalui Pilkada dan pemekaran daerah tidak juga terjadi. Ini disebabkan local strongmen melalui stationary bandits telah menyekat transformasi politik daripada berlaku. Oleh itu, untuk mengetahui dan memahami bagaimana local strongmen dan roving bandits muncul dan mewarnai politik di peringkat daerah, maka artikel ini membincangkan peranan mereka di kedua-dua zaman semasa era Orde Baru Soeharto dan Orde Reformasi. Antara aspek yang menjadi fokus artikel ini adalah untuk membahaskan interaksi antara local strongmen dengan elit politik pusat (stationary bandits) semasa Orde Baru dan Reformasi dalam merealisasikan pemekaran daerah, dan membincangkan strategi para roving bandits dalam mengekspolitasi daerah. Hujah utama artikel ini ialah politik lokal di Indonesia masih ditawan oleh kuasa para local strongmen dan roving bandits sehingga walaupun telah berlaku transformasi politik lebih dari satu dekad, namun demokrasi lokal di Indonesia masih lagi terpenjara oleh kepentingan elit di aras lokal.
Geliat Aristokrasi Dalam Politik Lokal Sumbawa
Etnohistori, 2012
Muncul fenomena di banyak daerah menguatnya kembali atau revitalisasi institusi-institusi tradisional yang lama tenggelam dan salah satunya adalah: aristokrat (Benda Beckman 2001, Picard 2005, Avonius 2004, Roth 2002, Timmer 2005, Klinken 2007). Pada beberapa daerah, kelompok arikstokrat lama atau para sultan ini kembali eksis dalam ranah politik dan cukup banyak yang turut berebut jabatan publik lewat pilkada. Gerry van Klinken mencatat ada delapan kerajaan atau kesultanan di daerah yang pamornya naik kembali, sepuluh kerajaan bangkit kembali, dan enam kerajaan mengalami penggalian kembali (Davidson, Henley, Moniaga (eds.) 2010). Akan tetapi gambaran tentang menguatnya kembali institusi tradisional dalam bentuk aristokrasi lokal tersebut tidak terjadi di Kabupaten Sumbawa.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Tantangan Demokrasi Lokal di Indonesia
Pilkada langsung pada akhirnya menggantikan pilkada tidak langsung didasari oleh semangat pemberdayaan masyarakat dalam berpartisipasi memilih kepala daerah secara lebih demokratis. Selain partisipasi terdapat unsur penting lainnya yang bisa menggambarkan berlangsungnya proses demokrasi lokal, yaitu responsivitas. Dua unsur tersebut dapat menentukan proses pilkada secara lebih substanstif daripada sekedar prosedur demokrasi lokal. Tulisan ini menggunakan metodologi kualitatif untuk menganalisa data partisipasi dan responsivitas pilkada sebagai variabel penting dalam demokrasi lokal. Partisipasi masyarakat dalam pilkada memang tidak setinggi partisipasi dalam pemilu di masa Orde Baru. Namun begitu partisipasinya bersifat substantif karena disertai penilaian terhadap kadar responsivitas pemimpin lokal. Petahana yang sukses menjalankan responsivitas lokal akan mendapatkan sukses lanjutan dalam wujud kemenangan pilkada berikutnya. Sebaliknya, petahana yang gagal dalam pelaksanaan responsivitas akan memperoleh kekalahan. Kemenangan dan kekalahan petahana dalam pilkada dapat dinyatakan bahwa keterkaitan partisipasi dan responsivitas menjadi amat penting dalam proses demokrasi lokal secara menyeluruh. Abstract Direct local leader elections (Pilkada) had replaced indirect local elections. It based on the spirit of people empowerment to participate choosing local leaders more democratic. Responsiveness is an important element besides participation which represent local democracy. These two variables will decide the local elections that can enhance the quality of local democracy. This paper uses qualitative methodology to analyze the data of participation and responsiveness of Pilkada as an important variables in local democracy. People participation in Pilkada is not as high as the participation in New Order elections. Their participation are more substantive because accompanied assessment of the level of responsiveness of a local leader. Incumbent successful running of local responsiveness will get continued success as the next local elections victory. In contrast, incumbent who failed in the implementation of responsiveness will obtain defeat. Victory and defeat incumbent in the election can be stated that the relevance of participation and responsiveness become very important in the local democratic process as a whole.
Dinamika Politik Lokal Menjelang Pemilukada Kota Tasikmalaya
Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan, 2012
Dinamika Pemilukada Kota Tasikmalaya 2012 dalam perjalanannya melahirkan proses berdemokrasi yang menarik untuk dikaji. Satu hal yang membuatnya unik adalah adanya prose bargaining position antar kekuatan politik lokal di Kota Tasikmalaya. Kekuatan tersebut mengkerucut pada upaya untuk mempopulerkan, mesin parpol, peningkatan kharisma, dan media yang memberikan kontribusi efektif bagi calon-calon tertentu dalam membentuk kekuatannya. Di sisi lain masyarakat sebagai calon pemilih sangat beragam dalam melihat pelaksanaan Pemilukada, dari mulai yang antipati sampai yang antusias. Tentunya hal ini memberikan dinamika tersendiri yang secara detail dikaji dalam penelitian ini.