IMPLEMENTASI KAFALAH DALAM LKS DITINJAU DARI PERSPEKTIF FIQIH (original) (raw)

IMPLEMENTASI MURABAHAH DI LKS DITINJAU DARI PERSPEKTIF FIQIH.pdf

Dewasa ini lembaga keuangan yang berlabel syari’ah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam. Namun Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah syariah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah. Murabahah adalah jual beli suatu barang di mana penjual memberitahukan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba yang disepakati.Di antara dalil yang menjadi landasan syari’ah jual beli murabahah adalah Alquran, yakni dalam QS. Al-Baqarah: 275 dan QS. AN-Nisa: 29, serta hadits Nabi. Syarat jual beli murabahah antara lain: Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak harus bebas dari riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian, penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Sedangkan rukun dari jual beli murabahah adalah ada penjual, pembeli, barang yang diperjual belikan beserta harganya dan akad. Teori Islam mengenai modal tidak saja tentang penghematan dan produktivitas, tetapi juga tentang preferensi likuiditas. Murabahah lil amir bissyira’ merupakan jual beli murabahah yang dilakukan dengan cara pemesanan.Bai’ bitsaman ajil adalah jual beli barang dengan pembayaran cicilan.

IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISHNA' DI LKS DITINJAU DARI PERSPEKTIF FIQIH (KONSEP DASAR)

Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu murabahah, salam, dan istishna’. Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Istishna’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun dan syarat istishna’ mengikuti salam. Hanya saja pada bai’ istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya.

Implementasi Kafalah dalam Lks

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI. Disusun oleh: ADEK KEDIS KUMALA (1502100003) Kelas: A PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO STAIN JURAI SIWO METRO 2016 2 A. Pendahuluan Makalah ini membahas tentang implementasi kafalah dalam lembaga keuangan syariah. Kajian tentang kafalah penting untuk disajikan pada kelas Perbankan Syariah,karena aktivitas keuangan dan perbankan dapat di jadikan tempat masyarakat untuk mereka saling tolong menolong. Agar aktfitas tersebut tdak menyimpag maka dibutuhkan implementasi kafalah dalam lembaga keuangan. Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam buku dan jurnal yang berkaitan langsung dengan masalah kafalah Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi kafalah dan implementasi kafalah dalam lembaga keuangan.

IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DAN ISTISHNA DITINJAU DARI PERSPEKTIF FIQIH

Akad istishna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual beli ini dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah. Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bias mencapai belasan bahkan sampai puluhan. Salah satunya adalah jual beli dengan cara salam.Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. KHES pasal 103 ayat 1-3 menyebutkan syarat salam sebagai berikut :Jual beli salam dapat dilakukan dengan syarat kuantitas dan kualitas barang sudah jelas.Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran atau timbangan atau meteran.Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara sempurna oleh para pihak. Didalam fatwa DSN MUI No 06 tentang transaksi Istishna’ dijelaskan beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam akad istisna: Ketentuan tentang pembayaran: Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat dan Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan

IMPLEMENTASI ISTISNA DALAM LKS

Makalah ini membahas tentang Implementasi Jual Beli Istishna’ dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Kajian tentang Implementasi Jual Beli Istishna’ dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pentinng untuk di sajikan pada kelas A S1 Perbankan Syariah, karena agar kita mengetahui bagaimana penerapan jual beli yang terjadi dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS), bagaimana agar akad itu terjadi, dan bagaimana fatwa mui. Kajian dalam makalah ini beredasarkan kajian dalam buku, kitab dan jurnal yang berkaitan langsung dengan masalah Implementasi Jual Beli Istishna’ dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Pembahasan makalah ini dimulai dengan penyetujuan kontrak istishna oleh mazhab Hanafi, aplikasi akad istishna’, status bank dalam istishnna, cara pembayaran, selanjutnya tentang jual beli Istishna dalam praktik LKS dan contoh kasus yang terjadi. Transaksi jual beli istishna’ merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli ) dan shani’ (pembuat barang/penjual). Dalam kontrak ini shani’ menerima pesanan dari mustashni’. Shani’ lalu berusaha sendiri ataupun melalui orang lain untuk membuat mashnu’ (pokok kontrak) menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada mustashni’. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran (Antonio,1999:145)

IMPLEMENTASI KAIDAH FIQH DALAM AKAD MUDHARBAH MUTHLAQAH SEBAGAI SOLUSI PERSELISIHAN PADA

Nadia Nur Hafizah, 2021

This article discusses how the implementation of the mudharabah contract in Islamic banking practices and the position of the mudharabah contract in fiqh and the scheme of the mudharabah muthlaqah contract. The purpose of this study was to determine the position of the mudharabah contract in fiqh and the practice of the mudharabah contract in Islamic banking. The results of this study reveal that the mudharabah muthlaqah contract is a collaboration between the owner of the funds or investors (shahib al-mal / rabb al-mal / investors) namely customers and capital managers (mudharib) namely Islamic banks to conduct business on the basis of profit sharing. Mudharabah profits will be divided according to the agreement that has been agreed by both parties. If a loss occurs, the loss is borne by the owner of the capital or the customer in this case, provided that the loss is not due to the mudhorib's fault. In this case, if there is a dispute between the owner of the property and the person entrusted with the mandate regarding the property, then the words received are the words of the person entrusted with the mandate, except for those entrusted to them that violate reality and habits. Because the owner of the property has entrusted the property to him and has positioned it like himself.

IMPLEMENTASI WADI`AH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH KONTEMPORER

Al-wadi`ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik perseorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja apabila penitip menghendaki. Akad wadiah dalam perbankan syariah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan Wadi’ah yad Dhamanah. Dalam akad Wadi’ah yad Amanah, penitip menitipkan barang/asetnya, baik yang berupa uang, barang, dokumen, dan surat berharga lainnya kepada pihak penyimpan, dimana biaya penitipan dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan. Pihak penyimpan tidak diharuskan bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan atau kehilangan atas barang yang dititipkan kepadanya dengan catatan bukan terjadi akibat kelalaian penyimpan. Penyimpan juga tidak boleh memanfaatkan barang yang telah dititipi tersebut serta mencampuradukkannya dengan barang lainnya. Tanggung jawab penyimpan adalah menjaga dengan baik kondisi barang yang telah dititipkan kepadanya. Jadi dapat disimpulkan ketentuan umum tabungan wadiah sebagai tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta yang keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.

IMPLEMENTASI SYIRKAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH

Ragam musyarakah pada bank islam dipengaruhi oleh sikap lembaga pengawasan syari‟ah pada masing-masing bank itu sendiri. Musyarakah dapat terjadi pada satu atau beberapa model usaha dengan lembaga perdagangan, perindustrian maupun dengan bank islam lainnya. Musyarakah juga dapat terjadi dimana beberapa orang menanamkan saham untuk membiayai atau mendirikan proyek usaha. Secara garis besar, syirkah dibagi menjadi dua macam, yaitu syirkah amlak (hak milik ) dan syirkah „uqud (syirkah transaksi). Syirkah hak milik adalah syirkah terhadap zat barang, seperti syirkah dalam suatu zat barang yang diwarisi oleh dua orang atau yang menjadi pembelian mereka atau hibah bagi mereka.

IMPLEMENTASI AKAD WAKALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

ABSTRAK Dalam konteks perbankan, al-wakalah yaitu jasa melakukan tindakan atau pekerjaan mewakili nasabah sebagai pemberi kuasa. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah.