MODEL TRANSPORTASI TERPADU PENGIRIMAN REMPAH-REMPAH DARI HILA MALUKU TENGAH MENUJU ROTTERDAM BELANDA (original) (raw)
Related papers
MODEL MITIGASI BENCANA DESA WISATA AIK BERIK KECAMATAN BATUKELIANG UTARA KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Pariwisata merupakan salah satu sektor krusial yang tidak terlepas dari potensi ancaman bencana. Untuk mereduksi potensi ancaman tersebut, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Pariwisata mengusung program destinasi wisata aman bencana. Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara sebagai desa wisata unggulan di Kabupaten Lombok Tengah memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan program pemerintah tersebut. Berawal dari kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Aik Berik kemudian menjadi satu kasus progresif bagian dari mitigasi bencana berbasis masyarakat. Maka penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku masyarakat Desa Aik Berik, kemudian menganalisis pengaruhnya terhadap pengurangan ancaman bencana sebagai upaya mewujudkan desa wisata aman bencana. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan mitigasi bencana yang dilakukan masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan berkelanjutan telah efektif terbukti mengurangi bahkan menghilangkan potensi ancaman bencana yang berada di Desa Aik Berik, khususnya pada lokasi objek wisata alam desa.
MODEL PENGUKURAN KINERJA LOGISTIK BENCANA PADA FASE TANGGAP DARURAT DAN PEMULIHAN
Manajemen logistik yang baik membutuhkan mekanisme umpan balik. Hasil umpan balik ini dikenal dengan kinerja. Pengukuran kinerja membutuhkan indikator-indikator kinerja yang dirumuskan berdasarkan aktivitas logistik penanggulangan bencana. Setiap daerah akan berbeda indikator-indikatornya selain jenis bencana yang terjadi. Makalah ini bertujuan memaparkan model pengukuran kinerja logistik untuk bencana gempa bumi dan tsunami untuk fase tanggap darurat dan fase pemulihan.Tahapan studi yang telah dilakukan terdiri dari analisis kebutuhan, pengumpulan data, perumusan indikator-indikator kinerja dan perancangan kerangka kerja sistem informasi berbasis mobile applications. Metoda yang diterapkan adalah Integrated Performance Measurement Sistem (IPMS). Hasil studi mengusulkan 19 indikator kinerja untuk logistik penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami untuk fase tanggap darurat dan indikator kinerja untuk logistik penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami untuk fase pemulihan. Kedua jenis indikator kinerja ini memiliki hubungan.
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Pengendalian Sedimentasi akibat Erosi Lahan dan Longsoran di Waduk Bili-Bili Sulawesi Selatan, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2012 Ahmad Rifqi Asrib P062070101 ABSTRACT AHMAD RIFQI ASRIB. Model of Sedimentation Control of Reservoir due to Land Erosion and Landslide in Bili-Bili Dam South Sulawesi. Under direction of M. YANUAR JARWADI PURWANTO, SUKANDI SUKARTAATMADJA, and ERIZAL.
MODEL INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
Jurnal Ketahanan Pangan, 2018
Waste problems are endless in people's lives. Increasing community consumptiveness towards household needs is an obstacle in handling household waste. Household waste can reach 500 ounces in one day. While the landfill (TPA) is increasingly ineffective in accommodating waste from various regions. Waste management in RW 01, Cemorokandang Urban Village, Malang City has not been handled properly and each of them does garbage disposal by transporting garbage cars with self-sufficiency in the community by paying contributions every month. A framework for organizational and management conception models is needed to provide an understanding of the community of housewives in handling the problem of waste into organic fertilizer through the separation of organic and non-organic waste. Organic waste has high economic value into organic liquid fertilizer if it is managed and handled applicatively. This, can increase public awareness in maintaining the environment and increase economic independence for the community groups RT 03 and RT 04 RW 01 Cemorokandang Village, and the people of Malang City in general. So that it can be used as a reference for the government to provide understanding and handling of waste nationally to improve the lives of social communities in safeguarding and preserving the environment and economic prosperity. 1. PENDAHULUAN Sampah merupakan sisa pakai dari kemanfaatan yang digunakan oleh kebutuhan manusia. Sampah seringkali dipandang sebagai sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Sampah dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai nilai. Secara umum, manusia menganggap sampah adalah barang sisa dari aktifitas manusia dan keberadaannya mengganggu estetika lingkungan. (Mohamad Satori, Reni Amarani, Dewi Shofi, 2010:151) Meningkatnya nilai konsumsi masyarakat perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, menjadi penyumbang dari semakin banyaknya sampah yang harus dibuang. Sampah rumah tangga tidak dapat dianggap kecil dalam kapasitas penyumbang sampah bagi lingkungan. Pertumbuhan manusia yang setiap tahun meningkat, tidak luput dari penyumbang sampah terbesar di berbagai daerah. Hal itu dipengaruhi oleh lingkungan dan karakter masyarakat yang menjadi problem penting dalam memahami dan mengimplementasikan penanganan sampah bagi suatu daerah. Bertambahnya sampah sejalan dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur dan meningkatnya pertumbuhan manusia tanpa diimbangi dengan pola penanganan dan pengelolaan sampah dengan sarana dan prasaran yang memadai. (F.L. Sudiran, 2005:17). Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 memberikan penjelasan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya. (I Wayan Suwarna, 2008:1).
MODEL DINAMIS PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENGURANGI BEBAN PENUMPUKAN
Tingginya volume sampah yang dihasilkan baik oleh industri maupun masyarakat merupakan permasalahan umum yang dijumpai di hampir semua kota, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Disamping dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, permasalahan tingginya volume sampah juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk. Permasalahan ini semakin dipersulit dengan terbatasnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tersedia. Untuk itu diperlukan suatu alternatif pengelolaan sampah yang dapat menurunkan tingkat penumpukan sampah di TPA. Dalam penelitian ini dilakukan analisis pengelolaan sampah untuk mengurangi beban penumpukan sampah di TPA dengan menggunakan simulasi berdasarkan pendekatan sistem dinamis. Hasil simulasi selanjutnya akan digunakan untuk melihat kelayakan dari setiap alternatif pengelolaan sampah berdasarkan perhitungan Cost-Benefit ratio (B/C), sedangkan untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap alternatif pengolahan sampah (dilihat dari aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan teknologi), maka dilakukan pula proses pembobotan dengan Analytic Hierarchy Process (AHP). Sebagai studi kasus dipilih TPA Bantar Gebang yang berfungsi untuk menampung sampah yang dihasilkan oleh DKI Jakarta. Dengan menggunakan simulasi didapatkan proyeksi sampah yang dihasilkan dan akan dibuang ke TPA Bantar Gebang untuk berbagai skenario hingga tahun 2025. Berdasarkan hasil analisa, baik dengan sistem dinamis maupun dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Benefit-Cost ratio (B/C), maka sebaiknya pengelolaan sampah di DKI dilakukan secara bertahap, pertama adalah dengan pengomposan dan kemudian dengan incenerator.
PERANCANGAN MODEL DRIP IRIGATION SYSTEM DENGAN KENDALI MICROCONTROLLER ARDUINO PADA RAISED BED, 2020
ABSTRAK Indonesia, dengan letak geografis di khatulistiwa dan salah satu pendapatan terbesar berada di sektor pertanian, masih belum optimal dalam mengelola sektor pertaniannya. Masalah utama yang dihadapi adalah lahan kritis unsur hara, kurangnya hujan, dan kelangkaan cadangan air tanah. Drip irigation system merupakan metode yang tepat, dengan memungkinkan air menetes perlahan ke akar tanaman dengan menerapkan sistem pengairan bertekanan rendah dan volume rendah. Irigasi ini diterapkan dengan menggunakan tanah terra preta dan air olahan hasil penelitian mahasiswa Polman. Rancangan drip irrigation system secara umum dibuat untuk mengetahui level kelembaban tanah dengan memanfaatkan fungsi Soil Moisture Sensor FC-28 dan DHT11 sebagai pengukur suhu ruang, Arduino UNO sebagai otak alat yang memproses dan mengolah data, dan Solenoid Valve yang berperan untuk membuka katup pipa sesuai hasil aktual di lapangan. Sistem dibuat agar dapat memonitoring kelembaban tanah tanaman dan menyiram tanaman sesuai dengan kelembaban tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketika Soil Moisture Sensor FC-28 mendeteksi kelembaban tanah tanaman sudah memenuhi target penyiraman maka relay akan membuat katup Solenoid Valve terbuka untuk menyiram tanaman dan akan tertutup kembali ketika kelembaban tanah tercapai. Untuk mengalirkan air hasil olahan menuju tanaman, drip irrigation system menggunakan gravitasi tanpa pompa motor, dimana tekanan air yang diberikan pada emitter haruslah 1-3 atm atau 101325-303975 Pa. Dari hasil hitungan didapatkan tekanan pada pipa lateral sebagai tempat emitter sebesar 164720.4806 Pa, sehingga rancangan drip irrigation system dapat dieksekusi. Aliran yang terjadi adalah turbulen karena ukuran pipa yang dipakai sehingga tekanan total bervariasi karena adanya gesekan dan kemiringan. Semakin kecil pipa maka aliran akan semakin turbulen, yang menyebabkan perbedaan debit air yang keluar dari emitter sehingga digunakanlah drip emitter. Soil moisture sensor FC28 dan DHT11 berhasil mendeteksi kadar kelembaban tanah dan suhu sekitar pengujian yang dijadikan input untuk menjalankan program sehingga drip irigation dapat berjalan secara otomatis.
2016
Penambangan batubara pada lokasi tambang Pit 3 Banko Barat terdapat dua lokasi loading point yaitu Pit 3 Timur dan Pit 3 Barat serta dua lokasi dumping yang telah tersedia yaitu dump hopper dan temporary stockpile. Mengacu pada target produksi batubara yang tidak tercapai, maka perlu adanya evaluasi terhadap pengangkutan batubara tersebut dengan model transportasi sehingga nantinya dapat diketahui batubara tersebut akan diangkut ke lokasi dumping mana yang paling efektif dan efisien dalam mencapai target produksi batubara. Pengangkutan batubara dengan menggunakan metode sudut barat laut didapatkan nilai cycle time sebesar 25,73 menit dan tarif angkutan      Rp 9.503,31/ton serta dengan rute angkut dari Pit 3 Timur ke dump hopper, dari Pit 3 Barat ke dump hopper, dan dari Pit 3 Barat ke temporary stockpile. Jumlah alat angkut yang dibutuhkan pada metode sudut barat laut adalah sebanyak 20 unit ke dump hopper dan 5 unit ke temporary stockpile. Pengangkutan batubara dengan menggun...
PEMISAHAN ALIRAN DASAR MENGGUNAKAN MODEL TANGKI
ABSTRAK Model hidrograf satuan diperkenalkan oeh Sherman pada tahun 1932. Metode ini dipakai secara luas untuk memperkirakan besarnya aliran sungai akibat hujan pada suatu lokasi di DAS. Teori hidrograf satuan mengadopsi prinsip time invariant yang berarti hidrograf satuan tidak berubah dengan waktu, namun pada kenyataannya hidrograf satuan pada suatu DAS berbeda satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan antara lain karena teori hidrograf satuan mengabaikan pengaruh kondisi kelengasan tanah sebelum hujan (antecedent soil moisture condition) dalam proses pembangkitan limpasan. Penelitian ini berusaha mengeliminasi kelemahan tersebut dengan cara melibatkan kondisi anteseden pada pemisahan aliran dasar menggunakan model tangki Yue dan Hashino (2000). Penelitian dilakukan pada sub-DAS Palung di Suradadi (Lombok Timur) seluas 46.56 km 2 , dengan menggunakan data hasil pencatatan hujan jam-jaman dari stasiun ARR Perian dan stasiun ARR Kilang, data aliran jam-jaman dari Stasiun AWLR Suradadi, dan data evaporasi dari stasiun Kopang. Dari data yang terkumpul dibangkitkan dua jenis hidrograf satuan yakni hidrograf satuan yang dihasilkan dengan pemisahan aliran dasar menggunakan model tangki (HS mt) dan hidrograf satuan dengan pemisahan aliran dasar menggunakan metode straight line (HS sl). Masing-masing jenis hidrograf satuan kemudian diuji konsistensinya dengan RAE p (relative absolute error of peak), dan RMAE (relative mean average error). Hasil menunjukkan bahwa RAE p dan RMAE HS mt lebih kecil dari pada RAE p dan RMAE HS sl. Hal ini menunjukkan hidrograf satuan HS mt lebih konsisten dibanding dengan HS sl , yang mengindikasikan bahwa pemisahan aliran dasar menggunakan model tangki Yue dan Hashino lebih teliti. Kata kunci: anteseden, hidrograf satuan, model tangki, pemisahan aliran dasar, straight line method. 1. PENDAHULUAN Latar belakang Pekerjaan perancangan bangunan air sering memerlukan perkiraan besaran debit aliran sungai akibat hujan yang akan terjadi. Perkiraan besaran debit aliran sungai dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah menggunakan metode statistik, dan metode hidrograf satuan. Kedua cara tersebut lazim digunakan agar dapat saling mengontrol ketelitian dari besaran debit yang diperkirakan. Perkiraan debit aliran dengan menggunakan metode statistik menghasilkan debit puncak saja, sedangkan waktu puncak dan debit pada waktu yang lain tidak terdeteksi. Metode hidrograf satuan yang diperkenalkan oleh Sherman pada tahun 1932 menghasilkan keluaran berupa hidrograf aliran yang menggambarkan karakteristik aliran, yakni besaran debit dari waktu ke waktu, termasuk di dalamnya besaran debit puncak, waktu puncak dan lama waktu aliran. Permasalahan Metode hidrograf satuan sangat populer dan dipakai secara luas di dunia, meskipun sebenarnya metode ini masih menyimpan permasalahan-permasalahan yang belum terselesaikan. Salah satu permasalahan tersebut adalah bahwa hidrograf satuan yang dibangkitkan oleh hujan yang berbeda-beda menghasilkan hidrograf satuan yang berbeda-beda pula. Hal ini sebagian disebabkan oleh karena teori hidrograf satuan mengabaikan pengaruh kondisi kelembaban tanah sebelum hujan (antecedent soil moisture condition) pada proses pembangkitan Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Udayana HIDRO-83
ANALISIS KEBUTUHAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN PADA LINTASAN WAIPIRIT-HUNIMUA
Kebutuhan transportasi penyeberangan dari Pulau Seram menuju Pulau Ambon pada lintasan Waipirit-Hunimua sejak tahun 2005 menunjukan trend peningkatan. Berdasarkan data PT. Indonesia Ferry (Persero) Cabang Ambon, sejak 2005 arus muatan yang melalui lintasan tersebut mengalami peningkatan rata-rata pertahun sebesar 2,799% untuk penumpang, 11,389% untuk kendaraan roda 2, dan 10,412% untuk kendaraan roda 4. Namun demikian, trend ini belum diikuti dengan pengembangan infrastruktur dan pola operasi guna mengantisipasi ketidakseimbangan antara aspek penyediaan dan aspek pemanfaatan jasa transportasi penyeberangan, sehingga rata-rata waktu antrian di Pelabuhan bisa mencapai 3-5 jam. Penelitian ini mengkaji kebutuhan transportasi penyeberangan serta merancang pengembangan dengan mempertimbangkan pola operasional dan konseptual desain pelabuhan penyeberangan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan model peramalan kebutuhan transportasi penyeberangan pada lintasan Waipirit-Hunimua sampai tahun 2014 adalah Y = 273.680,00 + 46.114,80X untuk Penumpang, Y = 76.155,40 + 17.381,00X untuk Kendaraan Roda 2, Y = 35.053,40 + 7.191,70X untuk Kendaraan Roda 4. Untuk itu, maka diusulkan pola operasional terdiri dari 4 kapal yang melayari 16 trip perhari pada 2 line, dengan waktu sirkulasi 12 jam perhari sehingga BOR sebesar 50% dan load factor dapat dioptimalkan (mencapai 97% pada tahun 2014). Pada fasilitas darat, Pelabuhan Waipirit perlu mengembangkan Gedung Terminal seluas 11,43 m² dan Areal Parkir Kendaraan seluas 519,96 m². Sedangkan pada pelabuhan Hunimua, Gedung Terminal seluas 258,43 m² dan Areal Parkir seluas 578,44 m². ABSTRACT Transportation needs of the crossing to the island of Ambon, Seram Island in path-Hunimua Waipirit since 2005 shows an increasing trend. Based on data from PT. Ferry Indonesia (Persero) Branch Ambon, since 2005 the flow of cargo through the track has experienced an average increase of 2.799% per year for passengers, 11.389% for 2 wheel vehicles, and 10.412% for 4-wheel vehicles. However, this trend is not followed by infrastructure development and operation patterns in anticipation of an imbalance between aspects of the provision and utilization aspects of ferry transport services, so that the average queuing time at Port can reach 3-5 hours. This study examines pedestrian transportation needs and to design the pattern of development by considering the operational and conceptual design of the existing ferry ports. The results showed transportation demand forecasting model for crossing the track Waipirit-Hunimua until 2014 was Y = 273,680.00 + 46,114.80 X for Passengers, Y = 76155.40 + 17381.00 X for Vehicle Wheels 2, Y = 35053.40 + 7191 , 70x for Vehicle Wheels 4. For that, the proposed operational pattern consists of 4 ships that sail the 16 trips per day on 2 lines, with a circulation time of 12 hours per day so the BOR by 50% and load factor can be optimized (reached 97% in 2014). On the ground facilities, the Port Terminal Building Waipirit need to develop an area of 11.43 m² and the Areal Vehicle Parking area of 519.96 m². While in port Hunimua, covering an area of 258.43 m² Terminal Building and Parking Area covering an area of 578.44 m²
KETERPADUAN SISTEM JARINGAN ANTAR MODA TRANSPORTASI DI PULAU SULAWESI
The Sulawesi Island is a region which has been growing and the development related to the economic development -era and the global trade. The potency of natural resource and the geographic location of Sulawesi are very prospective to be promoted to the National and International Market. For the reason, the existence of efficient and effective transportation network system can support the wheel of economy in Sulawesi. The integrated infrastructure and service networks are therefor demanded to reduce travel time so that transportation cost can also be minimized. This paper gives a description about the development of infrastructure network and the transportation service and how to develop integrated transportation network that makes transportation in Sulawesi will be more effective and efficient.