Status Hak Atas Tanah Pasca Bencana Likuifaksi Dan Rencana Tata Ruang Wilayah DI Kota Palu (original) (raw)

Status Hak Atas Tanah Pasca Bencana

2021

ABSTRAKAdapun hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut: 1). Masyarakat di kawasan yang terdampak likuifaksi (kelurahan petobo, kecamatan palu selatan, kota palu, provinsi sulawesi tengah) sesuai dengan pergub nomor 10 tahun 2019, bahwa masyarakat tidak dapat menuntut lagi tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi. Sebab, sangat jelas dalam pergub nomor 10 tahun 2019 bahwa kawasan terdampak likuifaksi di kelurahan petobo termasuk dalam zona merah, yang dalam hal ini dengan dipindahkan masyarakat korban bencana likuifaksi ke lokasi lebih aman (relokasi). Maka dengan adanya relokasi tersebut, masyarakat tidak lagi dapat menuntut hak atas tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi,2). Berdasarkan pergub nomor 10 tahun 2019,mengatur mengenai penataan ruang wilayah perlunya perubahan pemanfaatan ruang di beberapa lokasi terdampak bencana masif, maka menjadi penting penyusunan arahan pemanfaatan ruang baru yang dapat diterima oleh masyarakat. Disamping itu, di daerah-daerah yang tidak ...

Analisis Perbaikan Tanah Sebagai Bentuk Mitigasi Bencana Likuifaksi Yang Dapat Diaplikasikan Masyarakat DI Palu

JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil

Likuifaksi dapat terjadi ketika tanah jenuh atau sebagian jenuh secara substansial kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya gempa bumi atau goncangan mendadak, disertai perubahan material yang bersifat padat (solid) menjadi seperti cairan (liquid). Pada insiden di Palu tanah secara tiba-tiba tengelam menjadi larutan air kemudian bergeser seakan-akan berjalan sendiri. Berdasarkan data yang diperoleh korban bencana likuifaksi di Palu, ada 2.256 orang yang meninggal, 1.309 orang hilang, 4.612 orang terluka (Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho). Banyak korban jiwa yang meninggal akibat peristiwa tersebut. Jumlah korban yang signifikan, menimbulkan pertanyaan apakah mungkin likuifaksi adalah hal baru di dunia teknik sipil. Ternyata sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai likuifaksi. Apa mungkin likuifaksi tidak memiliki solusi? Karena masalah ini terus menerus terjadi terutama di Indonesia.. Skripsi ini akan menjelaskan mengenai likuifaksi dan b...

Status Hukum Hak Atas Tanah Yang Terkena Bencana Alam

Tunas Agraria, 2022

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama tahun 2020 telah terjadi bencana sebanyak 4.650 bencana di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan selain memakan korban jiwa adalah kerugian atas harta benda yang dimiliki, termasuk tanah. Kondisi fisik bidang tanah dapat berubah, bergeser, bahkan musnah yang dapat menjadikan kepastian hukum dari kepemilikan hak atas tanah menjadi hapus. Tulisan ini membahas status hukum hak atas tanah yang terkena bencana alam. Metode penelitian yang digunakan metode normatif dengan pendekatan ilmu hukum dalam menyelesaikan masalah pertanahan terkait status hak atas tanah yang terdampak karena bencana. Status hukum hak atas tanah yang terkena bencana gempa bumi adalah tidak hapus. Hal ini karena objek tanah masih ada, tetapi perlu dilakukan rekonstruksi batas untuk mengembalikan batas bidang tanah. Pada kasus bencana abrasi, status hukum atas tanah adalah musnah karena tanah tersebut musnah pula. Kekuatan sertipikat hak tanggungan yang obyekn...

Identifikasi Sifat Fisik Tanah Pada Kawasan Terkena Dampak Likuifaksi DI Lembah Palu

AGROTEKBIS : E-JURNAL ILMU PERTANIAN, 2020

The study aimed to identify the physical properties of land affected by liquefaction in the Petobo Village of Palu Valley. Land survey using purposive sampling method was carried out in Petobo Village, South Palu District, Palu City. Analysis of soil physical properties was carried out at the Soil Science Unit Laboratory, Faculty of Agriculture, Tadulako University. The time of the study began in January to May 2019. The results showed that the affected area of liquefaction had a bulk density of 1.34 g /cm 3 to 1.67 g/cm 3 , saturated hydraulic conductivity is rather slow (1.14 cm/hour) to moderate (2.92 cm/hour), he texture is classified as dusty clay to sandy clay, the plasticity index is classified as moderate (24.96%) to high (34.87%), the highest air dry soil moisture content in the affected area is the upper layer T4 (5.11%) and the lowest lower T3 3.85%), the highest water content of saturated water is T3 (41.13%) and the lowest is T5 (28.88%), the water content of the highest capacity water content is T3 (23.19%) and the lowest is T5 (14, 57%). Areas that were not affected by liquefaction had a bulk density of 1.20 g/cm 3 to 1.11 g/cm 3 , the saturated hydraulic conductivity was moderate (4.24 cm / hour), the texture was classified as clay, the plasticity index was high (44, 37%), the highest air dry soil moisture content is the upper layer T8 (6.11%) and the lowest is the lower layer T8 (4.74%), the highest saturated water content of the water content is T8 (24.07%) and the lowest T7 (21.88%), the water content of the field capacity of the highest water content was T3 (23.19%) and the lowest was T5 (14.57%).

Status Hukum Hak Milik Atas Tanah Yang Terkena Abrasi

Abrasi merupakan bencana alam yang mengakibatkan pemilik hak atas tanah kehilangan hak untuk menguasai, menggunakan, atau mengambil manfaat atas tanah, karena tanah tersebut hilang sebagian atau seluruhnya akibat pengikisan oleh air. Pasal 27 UUPA menentukan hak milik atas tanah hapus, apabila tanahnya musnah. Pada penelitian ini, penulis akan menganalisa tentang Status Hukum Hak Milik Atas Tanah Yang Terkena Abrasi dengan rumusan masalah Bagaimana status hukum hak milik atas tanah yang terkena abrasi menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan bagaimana jaminan perlindungan hak-hak tanah yang terdampak abrasi. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa status hak atas tanah yang terkena abrasi adalah hapus, baik dalam ketentuan UUPA maupun PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah karena tidak sesuai lagi dengan data fisik maupun data yuridis sebagai alat bukti yang kuat. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan dan perlindungan hak-hak atas tanah yang terdampak abrasi maupun yang sudah terkena abrasi baik sebagian maupun seluruh tanahnya. Atas dasar hak menguasai oleh negara Pasal 2 UUPA negara berhak mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan,dan pemeliharaan tanah untuk mencegah dan mengurangi dampak abrasi bagi warga negaranya. Pemerintah juga dapat memberikan ganti kerugian sebagaimana yang ada di dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang menetukan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Kata Kunci : Status Hukum, Hak Atas Tanah, Abrasi.

Perancangan Fondasi Tiang Pancang Pada Tanah Berpotensi Likuifaksi DI Sulawesi

JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil

ABSTRACTIndonesia is a country located in the most active earthquake paths in the world. This makes Indonesia prone to earthquakes and has the potential to experience liquefaction. Liquefaction can cause pile failure, so several things need to be considered in designing piles on potentially liquefied soils. One project in Sulawesi has a profile of uniform grained saturated soil that is susceptible to liquefaction. Two things that need to be considered in the design of piles on potentially liquefied soils is to ignore the capacity of pile friction and calculate the moment due to lateral spreading effects. Calculation of liquefaction potential is done by comparing the ratio of the cyclic stress and the cyclic resistance ratio and is compared by four other methods namely: the Seed et al. (2003), Tsuchida (1970), Seed et al. (2003), and Bray & Sancio (2004). The lateral spreading effect is calculated by referring to the JRA Code where the liquefied soil layer gives pressure to the pile ...

Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU NO. 5 Tahun 1960

Jurnal Ilmu Hukum

With the enactment of Law No. 5 of 1960 concerningthe Basic Agrarian fundamental changes to the agrar-ian law in Indonesia, especially in the area of land.As for the legal basis for the conversion of land rightsis the second part of the Act concerning the provisionsof the conversion consists of nine chapters that gov-ern the conversion of three types, namely: the conver-sion of land resulting from Indonesia’s rights, con-version rights to land former Autonomous and con-version of land rights from the rights of the west.

Status Tanah Marga Setelah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria

2020

Tanah Marga adalah tanah hak ulayat di Sumatera Selatan. Tanah Marga , sebagaimana tanah hak ulayat diakui eksistensinya oleh UUPA, sepanjang dalam kenyataannya masih ada. Yang menjadi permasalahan di sini adalah bagaimanakah status Tanah Marga dan status peruntukkannya setelah berlakunya UUPA tahun 1960. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya UUPA dan sebelum dihapuskannya Marga, status Tanah Marga masih menjadi hak masyarakat hukum adat Marga , sedangkan setelah Marga dihapuskan tahun 1983 status Tanah Marga berubah menjadi Tanah Hak Ulayat Negara dan menjadi Hak Bangsa Indonesia yang dikuasai oleh Negara dengan Hak Menguasai Dari Negara dan dijalankan oleh Pemerintah RI. Sementara itu mengenai status peruntukkannya, setelah berlakunya UUPA dan sebelum dihapuskannya Marga, Tanah Marga masih ergunakan untuk keperluan Marga , untuk keperluan anggota Marga , dan untuk orang bukan anggota Marga , yang terakhir ini dengan syarat membayar uang Pancung Alas , s...

Urgensi Tata Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Likuifaksi: Hak Asasi Masyarakat Kabupaten Jember

Jurnal HAM (Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia), 2022

The potential for high liquefaction in Jember Regency has the potential to take its toll and losses that will interfere with aspects of life as experienced by the Central Sulawesi in 2018. Disaster mitigation efforts are needed that look at the extent to which spatial planning and development in Jember Regency pay attention to liquefaction vulnerabilities. Because the vulnerability of the region itself is a consideration of spatial planning and development. This article aims to discuss the extent of the importance of liquefaction mitigation-based spatial planning in Jember in terms of regulations, impacts, and their relation to the fulfillment of the human rights of the people of Jember. The method used is socio-legal. This paper confirms that the regulation of decent and safe housing from liquefaction disasters in Jember is still minimal. In addition, the RTRW and RPJMD Regional Regulations have also not made liquefaction part of the disaster in Jember. However, the urgency of this liquefaction regulation is actually not only about disaster mitigation-based spatial planning but also the fulfillment of the human rights of liquefaction victims, so the government is obliged to regulate it even if there are no specific regulations at the national or local level.