Status Tanah Marga Setelah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (original) (raw)
Related papers
STATUS SERTIPIKAT TANAH HAK MILIK GANDA MENURUT PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
Jurnal Pro Hukum Fakultas Hukum Universitas Gresik, 2017
Oleh Suyanto ABSTRAK ada 2 (dua) cara memperoleh sertifikat hak atas tanah dengan cara pendaftaran sistematik dan pendaftaran sporandik yaitu kegiatan pendaftaran yang dilakaukan secara serentak dilakukan disuatu wilayah atau wilayah tertentu, suatu desa kelurahan dimana letak tanah berada. sertifikat sebagai legalitas kepemilikan tanah, mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak atas tanah dan pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut.
Status Hak Atas Tanah Pasca Bencana
2021
ABSTRAKAdapun hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut: 1). Masyarakat di kawasan yang terdampak likuifaksi (kelurahan petobo, kecamatan palu selatan, kota palu, provinsi sulawesi tengah) sesuai dengan pergub nomor 10 tahun 2019, bahwa masyarakat tidak dapat menuntut lagi tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi. Sebab, sangat jelas dalam pergub nomor 10 tahun 2019 bahwa kawasan terdampak likuifaksi di kelurahan petobo termasuk dalam zona merah, yang dalam hal ini dengan dipindahkan masyarakat korban bencana likuifaksi ke lokasi lebih aman (relokasi). Maka dengan adanya relokasi tersebut, masyarakat tidak lagi dapat menuntut hak atas tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi,2). Berdasarkan pergub nomor 10 tahun 2019,mengatur mengenai penataan ruang wilayah perlunya perubahan pemanfaatan ruang di beberapa lokasi terdampak bencana masif, maka menjadi penting penyusunan arahan pemanfaatan ruang baru yang dapat diterima oleh masyarakat. Disamping itu, di daerah-daerah yang tidak ...
Status Hukum Tanah Musnah Berdasarkan Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2021
Jurnal Officium Notarium
Everyone has the right to obtain recognition of guarantees, protection and fair legal treatment, and obtain legal certainty. The tidal flood disaster that occurred in Pekalongan City resulted in the land owners losing their right to control, use or take advantage of the land because the surface of the land and/or buildings erected on it was either partially or completely inundated by tidal water. This article aims to identify the legal status of pieces of land that are affected by tidal flood according to the Ministry of ATR/BPN Regulation Number 17 of 2021 of Procedures for Determination of Destroyed Land and to analyze the legal protections that can be obtained by owners of Land Rights on destroyed land as the result of a disaster. This is a normative juridical research with conceptual and statutory approaches by examining all the relevant laws and regulations. The results of this study conclude that the pieces of land affected by the tidal flood disaster in Pekalongan City has met the requirements to be considered as destroyed land based on the land requirements in Ministry of ATR/BPN Regulation Number 17 of 2021, the holders of the land are then given priority to carry out reconstruction or reclamation within a period of 1 (one) year, receive spiritual funds if the pieces of land is to be used and/or reconstruction or reclamation is carried out by the Government
Status Hukum Hak Atas Tanah Yang Terkena Bencana Alam
Tunas Agraria, 2022
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama tahun 2020 telah terjadi bencana sebanyak 4.650 bencana di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan selain memakan korban jiwa adalah kerugian atas harta benda yang dimiliki, termasuk tanah. Kondisi fisik bidang tanah dapat berubah, bergeser, bahkan musnah yang dapat menjadikan kepastian hukum dari kepemilikan hak atas tanah menjadi hapus. Tulisan ini membahas status hukum hak atas tanah yang terkena bencana alam. Metode penelitian yang digunakan metode normatif dengan pendekatan ilmu hukum dalam menyelesaikan masalah pertanahan terkait status hak atas tanah yang terdampak karena bencana. Status hukum hak atas tanah yang terkena bencana gempa bumi adalah tidak hapus. Hal ini karena objek tanah masih ada, tetapi perlu dilakukan rekonstruksi batas untuk mengembalikan batas bidang tanah. Pada kasus bencana abrasi, status hukum atas tanah adalah musnah karena tanah tersebut musnah pula. Kekuatan sertipikat hak tanggungan yang obyekn...
Status Kepemilikan Tanah Adat Yang Didaftarkan Secara Sporadik Di Kota Tual
Widya Yuridika
Permasalahan pendaftaran tanah yang umum terjadi karena belum didaftarkannya hak atas tanah, yaitu penguasaan suatu bidang tanah hingga mengakibatkan terjadinya masalah pertanahan dimana adanya pihak lain yang mengklaim tanah tersebut merupakan miliknya, karena tidak memilikinya dasar hukum yang kuat maka hukum agraria akan diberlakukan lemah untuk diterapkan yang mengakibatkan pandangan dari masyarakat bahwa hukum agraria tidak bisa mewujudkan tuntutan dari masyarakat dan hak-hak atas tanah yang dimiliki masyarakat. 1 Pendaftaran tanah atau yang dikenal dengan kadaster adalah istilah teknis untuk pencatatan. Kadaster yang didapat dari bahasa Latin yang memiliki arti kapi stroom yaitu Register atau capite dimana hal tersebut dijadikan sebagai istilah pada zaman Romawi dalam mengurus segala hal yang terkait dengan pajak tanah. Istilah berikut digunakan untuk
Status Hak Atas Tanah Pasca Bencana Likuifaksi Dan Rencana Tata Ruang Wilayah DI Kota Palu
Jurnal Hukum dan Kenotariatan
Adapun hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut: 1). Masyarakat di kawasan yang terdampak likuifaksi (kelurahan petobo, kecamatan palu selatan, kota palu, provinsi sulawesi tengah) sesuai dengan pergub nomor 10 tahun 2019, bahwa masyarakat tidak dapat menuntut lagi tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi. Sebab, sangat jelas dalam pergub nomor 10 tahun 2019 bahwa kawasan terdampak likuifaksi di kelurahan petobo termasuk dalam zona merah, yang dalam hal ini dengan dipindahkan masyarakat korban bencana likuifaksi ke lokasi lebih aman (relokasi). Maka dengan adanya relokasi tersebut, masyarakat tidak lagi dapat menuntut hak atas tanahnya di kawasan terdampak likuifaksi,2). Berdasarkan pergub nomor 10 tahun 2019,mengatur mengenai penataan ruang wilayah perlunya perubahan pemanfaatan ruang di beberapa lokasi terdampak bencana masif, maka menjadi penting penyusunan arahan pemanfaatan ruang baru yang dapat diterima oleh masyarakat. Disamping itu, di daerah-daerah yang tidak terdamp...
Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU NO. 5 Tahun 1960
Jurnal Ilmu Hukum
With the enactment of Law No. 5 of 1960 concerningthe Basic Agrarian fundamental changes to the agrar-ian law in Indonesia, especially in the area of land.As for the legal basis for the conversion of land rightsis the second part of the Act concerning the provisionsof the conversion consists of nine chapters that gov-ern the conversion of three types, namely: the conver-sion of land resulting from Indonesia’s rights, con-version rights to land former Autonomous and con-version of land rights from the rights of the west.
Perlindungan Hukum Masyarakat Terhadap Hak Atas Tanah Ber-Status Quo Di Pulau Galang
2021
The land problem in Galang Island started from the unclear division of authority between the Batam Regional Authority and the Batam City Government as well as the land status of the Galang Island area which led to the status quo. Meanwhile, the community already has their rights, but is considered to be in an illegal location. The formulation of the problem in this research are first, how is the arrangement of the authority of land management rights in Galang Island? Second, how is the legal protection of the people who hold land rights with status quo in Galang Island area? This is a normative legal research with historical and conceptual approaches. Retrieval of legal material through literature study and document study with qualitative analysis techniques. The results of the study concluded that land management rights were given to the Chairman of the Batam Concession Agency (BP) who was ex officio led by the Mayor of Batam. Other land problems arose from the Decree of the Minister of Forestry Number 307 / Kpts-II / 1986, namely that the Galang area was included as a forest area and the determination of the status quo that had an impact on the community. The safeguards undertaken by the National Land Agency (BPN) are by not issuing land title certificates in Galang and for the land rights owned by the community if the Batam Concession Agency wants to acquire land in Galang which already has the status of land rights must compensate for the plants or existing buildings on the land.
Problematika Pengaturan Tanah Negara Bekas Hak Yang Telah Berakhir
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan, 2016
One voidance HGU, HGB and HP is because the rights that have expired, debate and legal interpretations always appear on the status of land and objects on it after the rights expire, the abolition of the right of the status of the land into state land. Termination of rights does not necessarily remove the civil rights / priority rights, civil rights / right of priority was still attached, do not disappear or end up on the former rights holders, although the time period has expired, all the buildings, plants and objects on it are still needed. If the buildings, plants and objects on it is not required then by itself remove civil rights / priority to the former holders of land rights.