Dewan Perwakilan Daerah Kewenangan Mengusulkan Tanpa Legislasi (original) (raw)

Penambahan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Sebagai Upaya Memperkuat Eksistensinya

Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan

DPD hadir sebagai bagian dari reformasi konstitusi dan diharapkan dapat menjawab persoalan yang ada dalam penyerapan aspirasi di daerah. Setelah kurang lebih 17 tahun terbentuk, DPD masih dirasakan kurang kehadirannya sebagai lembaga negara. Ini dikarenakan Indonesia menerapkan sistem soft bicameral dalam kamar legislatif. DPR memiliki kewenangan yang lebih kuat dalam proses legislasi dibandingkan dengan DPD. Hal ini dapat terlihat dari lemahnya kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi dan peraturan lainnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan data sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Data yang didapatkan akan diolah dan dinarasikan menggunakan kata-kata dengan logika ilmiah. Penguatan kewenangan DPD sebagai lembaga negara yang kedudukannya setara dengan DPR sangat diperlukan. Sejatinya dalam konsep bikameral terdapat double check terhadap Rancangan Undang-Undang diantara kedua kamar legislatif. Tujuannya demi mewujudkan pembentukan hukum yang b...

Perluasan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Ditinjau Dari Bikameral Yang Ideal

Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA

DPD dan DPR merupakan bagian dari lembaga legislatif yang mencerminkan sistem bikameral. Namun kewenangan konstitusional DPD sangatlah terbatas. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan awal dibentuknya DPD. Dengan adanya pembatasan kewenangan konstitusional DPD, akan berpengaruh pada fungsi legislasi DPD untuk menjamin terwujudnya checks and balances dalam lembaga legislatif. Sehingga harus ada perluasan kewenangan konstitusional untuk menjamin checks and balances. Salah satunya dengan adanya penambahan kewenangan legislasi DPD. Hal ini bisa dilakukan dengan cara atribusi kewenangan legislasi DPR kepada DPD atau menambahkan kewenangan DPD tanpa mengurangi kewenangan DPR, atau dengan menambahkan kewenangan DPD dan mengurangi kewenangan DPR dalam bidang legislasi. Dalam tulisan ini penulis akan mengintegrasikan likely bicameralism dengan strong bicameralism. Indonesia mencerminkan likely bicameralism namun masih soft bicameral. Dalam bikameral yang efektif, semua UU dibahas oleh DPR dan DP...

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Setelah Adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, 2014

Regional House of Representative is the state institution existing after the fourth amendment of the Constitution 1945. Its functions have been worded in Article 22 of the Constitution. The element of the institution is people representatives from region is working for their regions.before the Court decision, it is deemed as a body has no significant rules as a legislation body. The members are chosen by voters directly making it should have more power. It is relevant due to the fact that the problems are bigger. If it is deemed that the members are directly elected, the consideration is too weak as it is rule by the election in 2004 has ruled this. The court decision on 27 March 2013 making the power has been in accordance with the constitution. Given to this, the body can have more roles in handling the interests of the people. Thus, it is important to explore the legislation after the decision. The Authority of Regional House of Representative in Indonesia after the Decisio...

Politik Hukum Kewenangan Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Pasca Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012

Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 2015

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai memiliki problem substantif/materil akibat materi muatannya bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yang mengakibatkan kerugian konstitusional terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD), meliputi dikuranginya kewenangan DPD untuk dapat mengajukan (Rancangan Undang-Undang) RUU, dikuranginya kewenangan DPD untuk membahas RUU dan dikuranginya kewenangan DPD dalam kedudukannya sebagai lembaga perwakilan daerah. Hal ini menunjukan bahwa pembentukan UU MD3 nyata-nyata tidak menghormati putusan MK yang diberi mandat UUD NRI 1945 sebagai lembaga penafsir dan penjaga konstitusi, dengan tidak menghormati, mematuhi, dan melaksanakan putusan MK ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan lembaga negara yang telah ditunjuk konstitusi untu...

Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Kajian Terhadap Pelaksanaan Fungsi Legislasi Tahun 2009-2016)

Syiah Kuala Law Journal

Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mempunyai kewenangan untuk memebentuk qanun Aceh yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapat persetujuan bersama. Kinerja DPRA dalam menjalankan kewenangannya dalam bidang legislasi tersebut turut menentukan arah pembangunan dan arah kebijakan pemerintahan di Aceh. Banyak elemen-elemen publik yang menganggap kinerja DPRA sejak tahun 2009-2016 belum optimal. Hal ini tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Peran pemerintah Aceh dalam proses pembentukan legislasi ikut berpengaruh terhadap kinerja DPRA dibidang legislasi. Hasil penelitian menunjukkan produktivitas DPRA periode 2009-2016 dalam bidang legislasi lemah, dimana dalam rentang waktu tersebut hampir setiap tahunnya DPRA tidak pernah mencapai target dalam pembentukan produk legislasi sesuai dengan jumlah rancangan prolega prioritas. Faktor yang mempengaruhi kinerja DPRA periode 2009-2...

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Terkait Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Pembentukan UndangUndang

Jurnal Konstitusi

Why Constitutional Court verdict Number. 92/PUU-X/2012 attractive to serve as an object of research? The main reason is, there is a problem that is visible on the implementation of the Decision. The problem shown in fact that can be observed after the verdict was pronounced in the plenary session of the Constitutional Court. Up to almost 1 (one) year later, since pronounced in the plenary session, the Constitutional Court also considered yet implemented. This research seeks to express the fact that covers the implementation of Constitutional Court Decision No. 92/PUU-X/2012. Therefore, although more as a normative-doctrinal research and/or prescriptive with the focus of study that leads to the question of “how it should act”, this research is very likely propose another style that touches the issue of “what happened” and “why it happened”. The purpose of the implementation of this study was to determine and explain about the implementation of the Constitutional Court Number 92/PU...

Penguatan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dalam Bingkai Bikameralisme

2015

Early Studies about Indonesian Republic Regional Representatives has been done frequently, for instance, Purnomowati (2005), Ali Safa‟at (2005), and Efriza and Syafuan Rozi (2010) respectively finished studies covering Bicameralism Implementation, Comparative Study on Bicameralism, and The Development of Indonesia Parliament from Volksraad to DPD RI. But a research on the process of authority reinforcement by DPD RI within constitutional amendment itself has rarely done. This research objected to acknowledge the process of authority reinforcement by DPD RI within Indonesian Bicameralism through constitutional amendment consisting some primary forces, formal amendment, judicial interpretation, and convention. This research is using qualitative method with descriptive approach. Result of this research is DPD RI actuating authority reinforcement through constitutional amendment consisting of some primary forces, formal amendement, judicial interpretation, and convention but each of tho...

Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2016

Function Implementation Legislation Regional Parliament. This study aims to determine how the implementation of the legislative function of the Board of the Regional Parliament kota Pekanbaru. This study uses a qualitative method presented in descriptive form. The informants are legislators Pekanbaru, the Agency legislation and the secretariat of Parliament. Data were collected through interviews, documents relating to the implementation of regional policy. Data were analyzed descriptively qualitative. Results from the study showed that the implementation of the legislative function in the creation and establishment of regional policy has been implemented as intended. However, in the implementation process, there are still shortcomings that come from internal individual and the institution itself.

Keterwakilan Rakyat Daerah Melalui Dewan Perwakilan Daerah

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 melahirkan suatu lembaga baru yang dinamakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pembentukan DPD di latar belakangi oleh persoalan mendasar yang membebankan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga menjadi perwakilan setiap daerah di Indonesia. Selain itu konsep keseimbangan antar elemen-elemen penyelenggara negara atau biasa dipahami sebagai check and balance system tidak diberi ruang untuk dapat dijalankan. Karena dengan membebankan segala kepentingan daerah kepada MPR, sehingga pada hakikatnya seluruh kekuasaan lembaga-lembaga penyelenggara negara adalah di bawah MPR. Kewenangan legislatif Dewan Perwakilan Daerah memang limitatif. Terbatas pada bidang-bidang tertentu yang sudah dicantumkan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagian besar kewenangan DPD adalah berkenaan dengan kepentingan daerah. Hal tersebut dapat dimaklumi karena DPD adalah representasi regional.

Delegasi dan Pemberian Kewenangan

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul "Delegasi dan Pemberian Kewenangan".