Melawan Ritual Pengurbanan Manusia: Kritik Naratif Kejadian 22:1-19 dari Perspektif Spiritualitas Pro Hidup (original) (raw)
Related papers
Ujian Abraham yang Melampaui Batasan Normal Berdasarkan Kejadian 22:1-19
Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Salah satu tokoh Alkitab yang dikenal karena kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah ialah Abraham. Salah satu ujian terberat dan seolah-olah berada di luar batasan normal pemikiran manusiawi yang harus dihadapi Abraham ialah ketika Allah memberi perintah untuk mengorbankan anaknya sebagai korban bakaran. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ini merupakan wujud pro hidup. Namun, lewat kisah ini, kita dapat belajar juga bahwa ujian merupakan cara Allah bekerja dan berkaitan dengan kedaulatan-Nya. Metode yang dipergunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif dengan penalaran induktif. Kesimpulan yang diperoleh melalui artikel ini adalah ujian dari Allah merupakan cara-Nya untuk menguji kesetiaan dan ketaatan umat-Nya.
Pentingnya Penginjilan Terhadap Orang Yang Terlibat Okultisme Dalam Kisah Para Rasul 19: 1-20
Missio Ecclesiae, 2024
Penginjilan memiliki peran krusial dalam membantu jemaat memahami dan menghindari praktik okultisme. Okultisme, yang berasal dari kata "occult" (gelap, tersembunyi) dan "isme" (paham), merujuk pada kepercayaan terhadap kekuatan gaib di luar kuasa Tuhan. Kepercayaan ini sering mengarah pada praktik-praktik yang melibatkan roh-roh dan kekuatan supernatural, seperti mitos, perbintangan, dan ritual adat yang dapat menjebak individu dalam kuasa kegelapan. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana penginjilan dapat mencegah keterlibatan jemaat dalam okultisme dengan menekankan pentingnya pemahaman dan pengajaran yang benar tentang hal tersebut. Teks Kisah Para Rasul 19:1-20 dijadikan dasar untuk menganalisis penginjilan Paulus dalam menghadapi praktik okultisme di Efesus. Melalui surveiterhadap penelitian-penelitan terdahulu, tampaknya belum ada yang mengkaitkan teks Kisah Para Rasul 19:1-20 dengan pentingnya penginjilan terhadap praktik okultisme. Penelitian ini menggunkana metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kepustakaan, serta metode hermeneutik untuk menganalisi teks Alkitab. Penelitian ini menemukan bahwa penginjilan tidak hanya penting untuk menyebarkan Injil tetapi juga untuk mengatasi tantangan kontemporer seperti okultisme. Melalui metode penelitian kualitatif pendekatan kepustakaan, juga diperkaya dengan hermeneutikaanalisis deskriptif, penelitian ini menyimpulkan bahwa gereja perlu mengintegrasikan pentingnya penginjilan terhadap orang-orang yang terlibat praktik okultisme
Jangan Panggil Aku Naomi: Studi Eksegetis Rut 1:19-22
HINENI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Nats dari kitab Rut 1: 19-22 adalah sepenggal kisah seorang janda bernama Naomi yang pulang ke kampung halamannya membawa menantunya Rut, yang juga adalah seorang janda ke kota Betlehem. Kepulangan mereka mengejutkan orang dan membuat mereka bertanya-tanya tentang kondisi Naomi dan Rut. Kisah Naomi dan Rut ini memberikan inspirasi kepada para janda yang mengalami duka keputusasaan dalam kehidupannya agar tetap bertahan menghadapi penderitaan yang mereka alami. Kajian teologis Rut 1:19-22 menceritakan tentang Naomi yang menganggap Allahlah yang memberikan penderitaan dan duka dalam kehidupannya, sehingga keputusasaan dan kesedihan yang selalu ia rasakan saat pulang ke kampung halamannya. Saat ini, banyak janda yang mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Naomi dan Rut. Karena itu, tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka, tentang bagaimana kehidupan Naomi yang penuh penderitaan namun bertahan dan berpengharapan pada Tuhan di tengah keputusasaan.
Spiritualitas Kristen Dalam Matius 22:37-40 Sebagai Pola Hidup Kristiani
Shift Key : Jurnal Teologi dan Pelayanan
There are so many questions and personal struggles about the spirituality of a Christian. In practice, spirituality is separated from the reality of life; the higher a person's spirituality, the further he should be from secular life. However, in Christianity, spirituality has a much more special and unique meaning than other religions or beliefs. The Bible has given teachings about true spirituality for believers as written in Matthew 22: 37-40. This article aims to explain the correct meaning of Christian spirituality in Matthew 22: 37-40 as a Christian lifestyle
Meninjau Ulang Kejadian 22:1-19: Benarkah Allah Mengizinkan Kekerasan Pada Anak?
2023
The different images of God in the Old Testament and New Testaments have long been scrutinised. This has resulted in the assertion that the God of the Old Testament favours evil, genocide, murder, etc., whereas the God of the New Testament (in the form of Jesus) is a loving and forgiving God. This article aims to show that God basically does not allow violence against [creation], in this case children, despite the many texts in the Old Testament (one of which is the sacrifice of Isaac) that have this connotation. The findings of this article also vary, ranging from the finding that there is a possibility that the story of Isaac's sacrifice did not happen historically to Abraham's belief that Isaac would still be the son God promised him, so he did not hesitate to sacrifice Isaac. Some [further] findings are also presented in this article, such as the finding of God's tendency to avoid Abraham and Isaac when delivering sacrifices, the possibility that God misused his authority, to the opening of further discussion about how Abraham and Isaac's relationship after they returned home. All of this is presented to show that reading just one text and concluding that God is an evil God is a wrong approach to reading.
2023
This article focuses on the volcanic eruptions in Priangan, West Java, in the first half of the nineteenth century. Even though volcanic eruptions are natural occurrences, their impacts on human lives are viewed as historical events. While such disasters caused damage and misfortune to those directly affected, some people may also use them as a source of inspiration to seek knowledge. Moreover, eruptions occurring in an area were, to a certain extent, considered as a threat to the colonial authorities. Using contemporary news, official reports, and diaries, this research analyzes the relationship between natural events and its surrounding social and political landscapes. Such relationships are examined primarily to show that the eruptions might inspire the development of science while becoming a setting for human tragedy. It also examines how the colonial government responded to these catastrophic events within the framework of colonial political economy. Finally, this article argues that scientists and colonial administrators actually took several actions to ensure the continuity of colonialism through volcanic science and to maintain the availability of economic resources. In conclusion, the disasters that occurred in the colonial period did not only precipitate more scientific explorations but also provided another perspective on the dynamics of colonialism in the Dutch East-Indies. Full Text here: https://scholarhub.ui.ac.id/paradigma/vol13/iss1/
Rekonstruksi Apokaliptis Antara Wahyu 22 1-5 Dengan Tradisi Kebo-Keboan
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual
Kebo-keboan" tradition has been widely discussed in various journals nowadays. But no one has studied the gospel bridge from Christian apocalyptic literature with "kebo-keboan" tradition. The author asked, can the apocalyptic concept in Revelation 22:1-5 be a gospel bridge for the "kebo-keboan" tradition? The author uses Paul Hiebert's critical contextualization concept as a research methodology. This methodological procedure consist of cultural analysis, Bible analysis, critical responses, and making new contextualization practices. From the cultural and Bible analysis, the author compares the vision receiver, apocalyptic environment, vision, and trancendent person. The author gives two critical response. The trancendent person replaced by God and the Lamb. The vision receiver, apocalyptic environment, and the Using community's vision is acceptable. The author proposes three things for the new contextualization practice. The sowing seeds practice can be seen as a consumnation from God through tree and water of life. Offerings can be interpreted as an expression of gratitude for God as He lifted the curse. Then the dependence and eminence of Dewi Sri are diverted to God. In conclusion, the writer proves that the apocalyptic concept in Revelation 22:1-5 can be a gospel bridge for the "kebo-keboan" tradition.
Memaknai Kekerasan Ilahi dalam Narasi Air Bah: Sebuah Kajian atas Kejadian 6:1-9:19
Thronos: Jurnal Teologi Kristen, 2023
Narasi air bah (Kej. 6:1-9:19) kerap menuai kritik dari para intelektual kontemporer akibat muatan kekerasan yang terkandung di dalamnya. Di hadapan kritik-kritik tersebut, saya mengargumenkan posisi yang memandang kekerasan dalam narasi air bah secara positif. Saya mempertahankan argumen ini melalui penjelasan bercabang tiga yang disusun dengan kajian pustaka atas tiga karya tafsir yang menyoroti kekerasan ilahi dalam narasi air bah—masing-masing dari Emanuel G. Singgih, Merilyn E. K. Clark, dan Stephen M. Wilson. Bagian pertama berisi paparan mendalam atas ketiga karya tafsir tersebut. Bagian kedua berisi analisis saya atas ketiganya dengan menggunakan tipologi pendekatan terhadap kekerasan ilahi dari Eric A. Seibert dan proposisi iman Kristen dari Christian Horfreiter. Bagian ketiga berisi sebuah respons Kristiani pada narasi air bah yang saya rumuskan dengan mempertimbangkan ketegangan antara imajinasi teologis Kekristenan dan para penulis Perjanjian Lama. Akhirnya, artikel ini menawarkan sikap merayakan kekerasan ilahi sebagai respons bagi para kritikus narasi air bah.
Pute Waya : Sociology of Religion Journal
Perkembangan dunia yang semakin pesat mengantarkan manusia pada suatu sisi kehidupan yang lebih modern dan yang tidak dianggap modern perlahan ditinggalkan dan tidak dipakai lagi. Kearifan lokal yang dilakukan turun-temurun juga dikikis dalam perkembangan teknologi yang pesat ini termasuk didalamnya kearifan lokal: pawang hujan. Masyarakat yang masih mempertahkan kearifan lokal pawang hujan ini dianggap sebagai ketinggalan perkembangan dunia dan terkadang dijadikan bahan olok-olokkan, buah bibir masyarakat yang dipandang negative. Maka di dalam penelitian ini akan dikaji mengenai padangan masyarakat terhadap kearifan lokal khusunya pawang hujan tersebut dalam sorotan teks Alkitab dari Injil Matius 22:32. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Karena merupakan penelitian di ranah Biblika, khususnya Biblika Perjanjian Baru, maka penelitian ini mengusung metode penafsiran campuran antara kritik historis dan kritik naratif dan akan diseberangkan dalam...
Jurnal Track, 2022
The purpose of this study is to describe the law of the application of usury for the poor and to relate the law of usury to Christians today in Exodus 22:25-27. In this paper, qualitative research methods will be used with a library research approach. Then it will explore the law of the application of usury for the poor and its relevance to the lives of Christians today. From the results of the exegesis study of Exodus 22:25-27, if a poor person needs a loan, he cannot be charged with interest, but he must be helped because he borrows to make a living and a poor person who needs money must be helped without expecting anything in return. On the other hand, taking advantage of the needs of others is contrary to good manners (morals) and the law of love. In Exodus 22:25-27 it is explained that the application of usury to the poor is a form of assistance. If urgent need compels the poor to borrow money, the Israelites must remember that they are God's people. No interest has to be charged and if interest is paid it must be returned before it causes trouble. The God of the poor became His chosen instrument to reveal His will and salvation to all people.