Pengaruh Urban Compactness Terhadap Tingkat Ketersedian Ruang Terbuka Hijau DI Kota Bitung (original) (raw)
Related papers
Pengaruh Urban Compactness terhadap Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Solo Baru
Arsitektura, 2017
The development of city at this time tend to increase rapidly with the growing of built-up area as happened in Solo Baru Region. Then, appears compact city concept, The concept focuses on centralizing development in an area which is able to maximize the available land in the form of intensification of land use in a way that diverse land use in order to protect the environment (nature) vicinity of the possibility turned into urban areas. Meanwhile, urban compactness is a method for measuring how compact the region. This research was conducted by the administrative border of villages in Solo Baru Region. The problem in this research how was the influence of urban compactness toward the level of green space availability in Solo Baru Region? The purpose of this study was to determine the influence of urban compactness toward the level of green space availability. Methods for determining urban compactness with assessing of three variables, namely the density, mixed-use and public transportation. While the level of availability of green space views based on availability to the population and territory. The method used the descriptive-quantitative analysis using scoring and descriptive-spasial. The results showed there is an influence on the level of urban compactness towards green space availability. The level of urban compactness influence on the green space availability was high in 2002 and also high in 2016. This research recommendations in the planning area is the availability of green space should be increased in prone compaction areas.
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Terhadap Urban Heat Island di Kota Pontianak
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah
Ketersediaan lahan di Kota Pontianak terbesar yaitu pada area ruang terbangun. Peningkatan pembangunan harus diimbangi dengan adanya ruang terbuka hijau sebagai pengendali kualitas lingkungan. Pembangunan yang mengambil alih fungsi ruang terbuka hijau dapat menimbulkan beberapa permasalahan seperti fenomena Urban Heat Island. Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau, Land Surface Temperature (LST), Urban Heat Island (UHI) pada tahun 2001, 2013 dan 2020. Data yang dibutuhkan berupa data landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI/TIRS yang diolah menjadi data perubahan ruang terbuka hijau dan persebaran suhu. Perubahan ketersediaan RTH yang terbesar di tutupan lahan klasifikasi pertanian dengan total penurunan 10% (1089 hektar). Perubahan LST yang memiliki peningkatan luas wilayah terbesar adalah rentang suhu 24-27 ˚C yang meningkat 31% (3376 hektar) dan penurunan luas wilayah terbesar adalah rentang suhu 21-24 ˚C yang menurun 34% (3674 hektar). Perubahahan...
Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Garut
Jurnal Konstruksi
Dampak negatif dari perkembangan zaman adalah meningkatnya polusi udara dan kurangnya daerah resapan air hujan. Dalam menghadapi dampak negatif ini diperlukan adanya kepedulian dengan menciptakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di kawasan perkotaan Garut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survey instansional, observasi lapangan, pengukuran, dan dokumentasi. Penilaian kondisi RTH didasari pada Pedoman RTH Di Kawasan Perkotaan. Dari hasil penelitian terdapat selisih perhitungan luas RTH sebesar 11,7%, dimana luas RTH menurut data sekunder sebesar ±1.895,15 Ha atau sekitar 24,69% sedangkan dari hasil identifikasi lapangan didapat luas RTH sebesar ±2793,45 Ha atau sekitar 36,39% dari luas wilayah perkotaan Garut terdapat perbedaan pada lokasi tinjauan yang mana dari data sekunder turut mengikut sertakan beberapa ...
Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Fakultas Teknik, 2013
Tingginya kebutuhan lahan untuk pembangunan perkotaan, menyebabkan beralih fungsinya kawasan-kawasan yang sangat berpotensi sebagai kawasan lindung menjadi kawasan terbangun, berdampak pada berkurangnya areal Hijau, tidak saja di kawasan perkotaan, tetapi juga di sebagian wilayah perdesaan, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas mengamanatkan 30% dari wilayah kota berwujud Ruang Terbuka Hijau (RTH), 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Pengalokasian 30% RTH ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW Kota dan RTRW Kabupaten. Selaras dengan hal tersebut, perlu diwujudkan suatu bentuk pengembangan kawasan perkotaan yang mengharmonisasikan lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Upaya untuk membangkitkan kepedulian masyarakat dan mewujudkan keberlangsungan tata kehidupan kota, antara lain dapat dilakukan dalam bentuk perwujudan Kota Hijau. Kota Hijau merupakan kota yang dibangun dengan terus menerus memupuk semua aset kota meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota Hijau juga merupakan kota yang melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Pengembangan Kota Hijau juga berarti pembangunan manusia kota yang berinisiatif dan bekerjasama dalam melakukan perubahan dan gerakan bersama. Pengembangan Kota Hijau di Indonesia memerlukan gerak bersama seluruh unsur pemangku kepentingan kota. Pengembangan Kota Hijau juga memerlukan perubahan/inovasi/prakarsa mendasar (dari praktek hingga nilai-nilai) dan masif.
Jurnal Analisa Sosiologi
The increased the number of population leads to imbalanced space and the stress effect on space makes the open space narrower, so that the area develops dirtiness. The narrow space availability occurs in Pancuran area, Salatiga City, Central Java, Indonesia. As the solution to the narrow space, a non-green open space has been constructed in Pancuran area in 2018 in the form of a landmark called Zero Point. This research aimed to analyze the form of non-green open space utilization in Pancuran slum areas. Henry Lefebvre's theory of spatial production which consists of spatial practice, spatial representation, and space representation will be an analytical tool to explain the phenomenon of the slum area. This study used a qualitative method with a case study approach and primary and secondary data sources. The data collection technique was carried out using observation, interview, and documentation. The data analysis technique used is to sort the data, explain the data and draw co...
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik (Studi Kasus DI Kota Pontianak, 2016)
2018
The urban growth at this time indicates unbalance movement activities, where many of it must be able to maintain and ensure its sustainability of resources and preservation of environmental quality. To minimize the negative impact of the environmental hazards against physical development in urban area is through green open space planning. The purpose of this study was to identify and analyze the needs and availability of green open space in Pontianak city in 2016 based on the area. The results showed that the availability of green open space in Pontianak city was 1,190 ha and the need of green open space was 2.156 ha (20% of area)Keywords: Availability, green open space, need
Keunikan Konsep Tata Ruang Permukiman Urban Masyarakat Tukad Badung Menuju Denpasar Kota Hijau
2014
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah agar pengembangan tata ruang permukiman urban di Kota Denpasar Provinsi Bali dapat menerapkan konsep/model yang khas/unik yang lahir dari kearifan lokal masyarakat setempat. Selanjutnya hal itu diharapkan dapat menambah daya tarik permukiman perkotaan di Bali yang sudah dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia. Paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah fenomenologi dengan pendekatan naturalistik dan interdisipliner. Data-data kearifan lokal masyarakat yang diekspresikan melalui perilaku masyarakat sepanjang Tukad (Sungai) Badung dari hulu sampai ke hilir seperti : sivitas, aktifitas, fasilitas atau alat yang dipakai, dan ruang yang digunakan dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan, pengambilan gambar dengan foto dan handycam, pengukuran, wawancara dan rekaman suara (cassette). Pada mulanya sungai berfungsi sebagai tempat saluran luapan banjir. Di bagian sempadan terdapat Pura...
Jurnal ARTESIS, 2021
merupakan kawasan terpusat dari lima Kecamatan lainya dengan pusat transpotasi utama. Kepadatan penduduk menjadi latar belakang penelitian ini dengan membandingkan kebutuhan dan ketersedian RTH di kawasan tersebut, juga mendukung program Pemerintah Kota yaitu Bogor Green City. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantatif dengan menggambarkan suatu keadaan wilayah berdasarkan data survey interpretasi citra 2021 didukung dengan Dokumentasi lapangan sesuai dengan jenis, luas, dan sebaran potensi RTH serta metode perhitungan. Analisis kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk dengan kebutuhan oksigenya (O2). masing-masing kebutuhan RTH dihitung berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 untuk luas wilayah, PERMEN PU No.05/PRT/m/2008 untuk kebutuhan RTH seluas 20 m2/jiwa untuk kebutuhan dan kepadatan penduduk, dan metode Gerakis (2003) untuk menghitung kebutuhan luas RTH berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) dibantu dengan apliksi software ArcGis 10.2.2. Hasil temuan penelitian ini, yaitu : 1) Kebutuhan RTH di Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan luas wilayah sebesar 234,4 Ha atau 30% dari kebutuhan luas RTH, 2) Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk sebesar 237.95 Ha dalam sepuluh tahun kedepan ( ), 3) Kebutuhan RTH berdasarkan oksigen (O2) pada sepuluh tahun kedepan (2030) sebesar 92.559,9 kg/hari (jumlah penduduk), 1.565 kg/hari (hewan ternak), dan 5.001.109,5 kg/hari (jumlah dan jenis kendaraan). Keseluruhan hasil analisis penelitian membuktikan bahwa kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan O2 sudah tercukupi, bahkan sisa kebutuhan luasan eksiisting dapat lebih dimanfaatkan, namun untuk kebutuhan RTH berdasarkan luas wiayah hampir tercukupi perlu penambahan 2% dari total luas wilayah RTH 30% sebesar 11,49 Ha.