KERUSAKAN HUTAN SERTA PERAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI KALIMANTAN (original) (raw)

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN HUTAN KONSERVASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Studi di Kabupaten Kuningan)

Journal of Dinamika Hukum, 2013

Kuningan, local government districts declared as a conservation district. Kuningan district government coordination and cooperation with regard to conservation, namely: First, they Policy - makers need to understand how awareness of water conservation can help solve water shortage pro - blems while providing economic and social benefits, making environmental regulations that support conservation; Second , Water managers and the role of experts involved in the planning, develop - ment, and management of the water system, including managers and scientists working for the preservation of the environment is to create a reservoir as well as the urban forest in order to streng - then the conservation and Third ). Mass Media and Educators, their knowledge of the water sector may be little but they are experts in public relations, communications, marketing, and education is to create programs that support conservation programs such as Seruling (Students are concerned about the environment),...

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR DALAM PENGELOLAAN HUTAN

1. PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Permenhut No. 62 tahun 2013). Pada pasal 6 UU 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Adanya tiga fungsi hutan tersebut maka hutan perlu dijaga dan dikelola dengan baik agar hutan dapat lestari, dan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarak sekitar hutan. Pengelolaan hutan saat ini banyak mengalami kegagalan. Terbukti dengan banyaknya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, seperti penyalahgunaan fungsi kawasan, kerusakan ekosistem akibat manusia, bencana alam dan masih banyak yang lainnya. Kerusakan hutan disebabkan manusia masih mengedapankan sifat antroposentris, dimana manusia masih mementingkan akan kebutuhan hidupnya sendiri tanpa memperhatikan kondisi alam di sekitarnya. Kerusakan hutan ini tentu akan berakibat buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat sekitar hutan merupakan elemen yang paling merasakan secara langsung dampak dari kerusakan hutan. Selain itu, kerusakan hutan secara tidak langsung akan merubah kebudayaan masyarkat sekitar hutan. Oleh karena itu, pengelolaan hutan sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar hutan sehingga pengelolaan hutan dapat lestari, karena masyarakat sekitar hutan bersinggungan langsung terhadap hutan. Pengelolaan hutan oleh masyarakat tentu mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan pengelolaan hutan oleh pemerintah, dan menjadi sistem budaya yang melekat di masyarakat. Budaya masyarakat desa hutan terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumber daya hutan. Norma-norma yang belaku dimasyarakat dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Pengelolaan hutan oleh masyarakat dengan menggunakan norma-norma tersebut tentu mempunyai nilai positif dan nilai negatif bagi lingkungan. Nilai positifnya yaitu apabila pengelolaan hutan dilakukan dengan baik maka hutan akan lestari dan kerusakan hutan dapat dihindari. Kebutuhan masyarakat akan hutan dan hubungan timbal balik antara hutan dan masyarakat dapat terjalin dengan baik. Sedangkan, nilai negatif dari pengelolaan hutan oleh masyarakat yaitu apabila pengelolaan hutan tidak dilakukan dengan baik, tentu akan menimbulkan banyak bencana seperti kerusakan hutan, penebangan liar, deforestasi, bencana alam, dan lain-lain. Norma-norma atau aturan-aturan tersebut disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Norma-norma tersebut diakui dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat, sehingga norma-norma tersebut dapat menjaga stabilitas alam sekitar masyarakat dan menjadi sesuatu kebudayaan yang melekat pada masyarakat tersebut. Kearifan lokal

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PERUM PERHUTANI DAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN (Studi Pada Program Paha Sylpi di Desa Setren Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro) Verinnasthasia Elvirandini

Abstrak Kondisi hutan yang semakin memprihatinkan saat ini membuat pemerintah harus melakukan suatu upaya agar angka kerusakan hutan tidak semakin bertambah dengan cara menerapkan sistem agroforestri. Salah satu daerah yang menerapkan sistem agroforestri adalah Kabupaten Bojonegoro yang dalam penerapannya menggunakan silvopastura. Penerapan silvopastura ini diwujudkan dalam suatu program yakni Pengelolaan Hutan Silvopastura Sapi (Paha Sylpi) dimana program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara Dinas Peternakan dan Perikanan, Perum Perhutani KPH Bojonegoro, dan LMDH Wana Manunggal I. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan program Paha Sylpi di Desa Setren Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Sedangkan fokus penelitiannya menggunakan teori kerjasama menurut Keban (2009) yang memiliki tujuh prinsip yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipatif, efisiensi, efektif...

PERKEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI SUMATERA BARAT

Studi Lapangan BPSDM Kalimantan Timur, 2021

PHBM merupakan inovasi yang melibatkan para pihak yang memiliki komitmen kuat memberdayakan masyarakat sekitar kawasan hutan di Sumatera Barat. PHBM memungkinkan perbaikan tata kelola kehutanan dalam konteks pemulihan ekonomi masyarakat dan reformasi sosial. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan terus mendorong implementasi PHBM untuk mewujudkan cita-cita hutan lestari dan masyarakat sejahtera.

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN HIU DAN PARIMANTA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Politani Kupang dan Yayasan WWF Indonesia, 2014

Hiu dan pari manta merupakan dua diantara berbagai jenis biota akuatik yang dilindungi, dan berada di Kabupaten Manggarai Barat. Keberadaan biota ini disadari memberikan dampak positif bagi masyarakat dan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat bermaksud untuk melindungi melalui peraturan daerah. Peraturan daerah perlu dilengkapi dengan naskah akademik. Urgensi perlindungan dan peraturan daerah, maka naskah akademik ini disusun berdasarkan hasil kajian di wilayah Kabupaten Manggarai Barat.

PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN MASALAH PERHUTANAN SOSIAL DI PROVINSI LAMPUNG

ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk mengetahui masalah pengelolaan perhutanan sosial yang berada di Provinsi Lampung. Skema yang dibahas dalam makalah ini adalah hutan kemasyarakatan (HKm), hutan tanaman rakyat (HTR), dan hutan rakyat yang berada di Provinsi Lampung. Masalah yang umumnya di dapat antara lain, kurangnya anggaran, minimnya pengetahuan masyarakat terhadap budidaya hutan, kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menghitung PSDH, kurang pahamnya masyarakat pemegang izin kelola mengenai hak dan kewajibannya dan kurang pahamnya petani penggarap terhadap penetapan kawasan hutan sehingga menyebabkan respon negatif. Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan cara sosialisasi, bimbingan teknis maupun non teknis, pengadaan koperasi, peningkatan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan pengoptimalisasian peran LSM, Universitas, pemangku adat serta pemerintah dalam memberi fasilitas dan bimbingan kepada masyarakat untuk mengimplementasikan perhutanan sosial. Kata kunci : perhutanan sosial, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, hutan tanaman rakyat

KAJIAN HAK ADAT MASYARAKAT DAYAK TERHADAP PENGELOAAN HUTAN DI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANATAN TENGAH

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hak-hak adat, dan kearifan lokal masyarakat Dayak terhadap pengelolaan hutan. Wilayah yang dikaji masyarakat adat Dayak di desa Lahei dan Hubang Raya Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimanatan Tengah. Metode pengumpulan data secara wawancara dengan masyarkat adat, obeservasi kelapangan serta memetakanya. Hasil kajian menunjukan bahwa hak-hak adat yang berhubungan dengan pengeloaan hutan yaitu Petak bahu, Tajahan, Sepan, Kaleka dan Tatas. Instrumen adat berupa: Pasah patahu, Sapundu Sandung dan Kuburan tua. Keraifan lokal yang berhubungan dengan pengelolaan hutan yaitu: Malan satiar, Mandum, Mengan, Manugal, Mebawau, Mite patendu, Membagi eka malan, Sahelo bara mandirik, Maneweng, Manyangar dan Hinting Pali yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Lokasi hak adat tersebut digambarkan dalam bentuk peta. Masyarakat Dayak didesa tersebut sangat berinteraksi erat dengan hutanya, ditunjukan dengan keberdaan hutan di kedua desa tersebut tersebut terjaga dan lestari serta dapat memenuhi kehiudpan masyarakat desa.

PENGELOLAAN HUTAN LARANGAN ADAT KENAGARIAN RUMBIO OLEH MASYARAKAT ADAT DALAM PELESTARIAN HUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Has concucted reserch on local knowledge of Rumbio indegenous people in management of prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio. This study aims to determine the how indigenous peoples applying principles based on local wisdom in the management of indigenous forests Kenagarian Rumbio. Study was conducted on 13-14 December 2014 that took place in the Hamlet V Siboghia Lake, Rumbio Village, Subdistrict Kampar, District Kampar in Riau Province. . This study uses survey methode and focus group discussion. The observed parameters consist of biophysical, socio-economic, institutional, Local wisdom of Rumbio peoples in management of indegenous forest Kenagarian Rumbio, The problems of forest management and concervation efforts in prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio. The result showed that the indigemous law enforced by ninik mamak and child nephew in Rumbio Village influence on management and concervation prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio in maintaining the existence of indigenous forests.