Kesan_Pendidikan_Kolonial_Terhadap_Sosio.docx (original) (raw)
Related papers
Impak Kolonialisme Ke Atas Sistem Pendidikan Islam di Malaysia
Era penjajahan Barat (kolonialisme) hampir lima ratus tahun ke atas Tanah Melayu telah memberi kesan yang mendalam terhadap jiwa dan kehidupan rakyat. Dengan konsep " God Gold and Glory", penjajah telah berjaya merubah lanskap sosial masyarakat melalui sistem dan dasardasar yang telah mereka perkenalkan. Proses yang memakan masa berzaman lamanya umpama api dalam sekam yang setiap saat dan ketika menunggu untuk membaham sedikit demi sedikit yang akhirnya jika tidak dikawal akan memusnahkan seluruh struktur dalam tamadun masyarakat. Antara aspek penting yang diberi perhatian oleh penjajah adalah pendidikan. Atas alasan mentamaddunkan rakyat maka penjajah memperkenalkan satu bentuk sistem pendidikan mengikut acuan (moule) dan model Barat yang asasnya adalah kapitalisme. Aplikasi acuan ini telah memberi impak mendalam dalam kehidupan bermasyarakat pada ketika ini. Kertas ini cuba untuk membincangkan dua perkara pokok iaitu sejarah dan latarbelakang sistem pendidikan Barat terutamanya perkembangan pendidikan di zaman British dan pengaruhnya terhadap sistem sosial masyarakat Malaysia mutakhir ini.
Perkembangan Pendidikan di Tarutung Masa Kolonial
MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-ilmu Sosial
This study aims to see how the development of education in Tarutung during the Dutch Government. The method used is the Historical research method. The stages in the historical research method consist of four stages (heuristics, verification, interpretation, and historiography). The results of the study concluded that one of the backgrounds of the Dutch Government was to open educational institutions in Tarutung, one of which was so that the Batak people could accept the Dutch presence to control North Tapanuli. The development of education for the Batak people by the Dutch, only followed the renewal movement that had been carried out by the mission. The missionaries have managed to get close to the Batak people. Even the German mission managed to Christianize the Batak people, they helped the Dutch to take control of Tapanuli. In the late 19th to early 20thcenturies, several schools and hospitals were built in Tarutung by the Dutch government. The Batak people are getting to know t...
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kami akal, budi, dan pikiran yang kemudian berguna untuk kehidupan kami, khususnya dalam pembuatan makalah "Pengaruh Budaya Asing dan Hubungan Antar Budaya" ini. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Ilmu Pengetahuan Sosial dan juga diharapkan kelak kemudian dapat berguna dan bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang pengaruh-pengaruh budaya asing dan hubungan antar budaya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi dapat menyempurnakan pembuatan makalah-makalah yang akan datang dikemudian hari.
A. Latar Belakang Masalah Oleh karena psikolog sosial telah lama menyadari pentingnya pengaruh sosial pada kehidupan kita sehari-sehari, maka topik ini pun juga telah lama menjadi pusat perhatian di bidang ini. Bahasan ini akan membahasan memperluas diskusi tentang berbagai aspek lain dari pengaruh sosial , pertama kita akan fokus pada topik konformitas yaitu bertingkah laku dengan cara-cara yang dipandang wajar atau dapat diterima oleh kelompok atau masyarakat kita. Tekanan untuk melakukan konformitas bisa jadi sangat sulit untuk ditolak. Lalu akan membahas tentang kesepakatan yaitu usaha-usaha untuk membuat orang lain berkata ya terhadap berbagai macam permintaan. Dan terakhir, akan meneliti dua bentuk ekstrem dari pengaruh sosial : pertama , kepatuhan satu orang ain atau lebih untuk melakukan apa yang ia inginkan dan kedua, indoktrinasi intesif yaitu usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok=kelompok ekstrem untuk merekrut anggota baru dan membuat mereka menerima belief kelompok tanpa tanda tanya lagi (baron, R.S., 2000).
KOLONIALISME DAN DIKOTOMI PENDIDIKAN
telah berlangsung sejak masuknya Islam ke negeri iniSelanjutnya, setelah masyarakat Islam terbentuk, maka yang menjadi perhatian utama adalah mendirikan rumah ibadah (masjid, surau, dan langgar) Karena umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan salat lima waktu sehari semalam dan sangat dianjurkan untuk berjamaah. Sejak kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia, dimulai pada tahun 1595 M. mulanya praktik pendidikan Islam di masjid, surau, langgar, dan pesantren tetap berjalan seperti biasa, namun selanjutnya sesuai dengan ketentuan pernyataan yang terdapat dalam dokumen VOC yang menyatakan: Bahwa VOC ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu berperang, serta harus memperhatikan penyebaran agama Islam dengan mendirikan sekolah. Merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda dalam memuluskan rencananya serta menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati undang-undang dan hukum negara yang dibuat oleh Belandaselanjutnya pendidikan agama Islam baik yang dilaksanakan di mushala, masjid, pesantren dan madrasah dianggap tidak ada gunanya, karena sama sekali tidak membantu pemerintah Belanda, serta tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemajuan pembangunan, Hingga pada akhirnya kebijakan pemerintah kolonial Belanda melahirkan dikotomi terhadap pendidikan Islam dan pendidikan umum 1. Oleh sebab itu, untuk menelusuri terkait dengan kolonialisme dan dikotomi pendidikan di Indonesia, tulisan ini mencoba memaparkan kebijakan kependidikan Belanda dan hubungannya dengan lahirnya dikotomi pendidikan, analisis aspekaspek pendidikan dikotomis: filsafat ilmu; kurikulum; kelembagaan; pendanaan; dan lulusan, serta akan mengedepankan akibat yang ditimbulkan dikotomi pendidikan.
Jurnal Dampak Stratifikasi Sosia- Tugas Teori Sosiologi
Marie Muh N, 2020
Mahasiswa merupapak salah satu kelompok yang saling berinteraksi baik di dalam kelas maupun di luar dengan tujuan keakraban dan tugas. Dalam sebuah kelompok terdapat berbagai macam latar belakang misalnya jumlah uang jajan dan menjadi faktor sratifikasi sosial. Stratifikasi sosial merupakan pembagian tiga kelas yaitu Kelas atas (high class , Kelas menengah (middle class), dan Kelas bawah (lower class). Kata kunci: Stratifikasi soial; Kelas atas (high class), Kelas menengah (middle class), dan Kelas bawah (lower class). I. PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan seseorang yang sedang melanjutkan tingkatan belajar dari SMA ke perguruan tinggi negeri maupun swasta yang terdaftar secara administratif. Dalam menempuh sebuah proses belajar pastilah kita akan termuat dalam sebuah kelompok atau kita kenal dengan teman angkatan atau teman kelas belajar yang berbeda karakter, sifat, latar belakang, dan ekonomi. Biasanya hal yang paling mencolok adalah dalam hal ekonomi, bisa kita kerucutkan dalam hal jajan mahasiswa itu sendiri, terkadang seseorang yang memiliki uang jajan yang tinggi di anggap orang yang tinggi strata sosialnya dan mampu berbuat lebih di banding orang lain, sebab seseorang yang memiliki jajan yang tinggi mampu bersosialisasi dengan baik seperti mentraktir teman-teman dan membuatnya akrab satu sama lain dan di anggap lebih. Untuk meningkatkan strata sosial memang bukan satu-satunya jalan, tetapi merupakan salah satu cara yang sangat mencolok dan efesien dalam meningkatan strata sosial seorang mahasiswa di dalam suatu kelompoknya atau kelas belajar dimana dia berinteraksi dan bersosialisasi.
Stratifikasi Sosial Dalam Pendidikan di Probolinggo Pada Era Kolonial Belanda
Journal of Urban Sociology
This study aims to explore social stratification in education during the Dutch colonial era in Probolinggo. Previous studies have shown that various educational policies implemented by the Dutch in Probolinggo were intended to prepare administrative and manual labor workers who would play an important role in building the economy. However, these policies have actually resulted in unfair social stratification in society. Although native education offered opportunities to obtain an education, these schools were established with a specific purpose: to meet the needs of manual labor workers for the benefit of Dutch capital. Native education mostly provided basic skills needed to work in specific sectors. This study was conducted using a historical approach consisting of heuristic, criticism, interpretation, and historiography stages. The results confirm that Dutch colonial education policies in Probolinggo not only produced manual labor workers but also strengthened the position of the ...