Shojinka Research Papers - Academia.edu (original) (raw)

Abstrak Sistem layanan atau industri jasa mempunyai permasalahan dalam merencanakan kebutuhan tenaga kerja, karena kedatangan pelanggan yang bersifat stokastik dan waktu pelayanan yang tidak konstan. Penggunaan teknik Shojinka dalam... more

Abstrak Sistem layanan atau industri jasa mempunyai permasalahan dalam merencanakan kebutuhan tenaga kerja, karena kedatangan pelanggan yang bersifat stokastik dan waktu pelayanan yang tidak konstan. Penggunaan teknik Shojinka dalam mengatur jumlah tenaga kerja (varying workforce size) sesuai dengan tingkat permintaan layanan dengan service level tertentu. Dengan memperhatikan banyaknya antrian yang layak, pendekatan teori antrian M/M/c akan membantu teknik Shojinka dalam mengestimasikan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk service level yang diharapkan. Penelitian ini akan mendeskripsikan algoritma pendekatan teori antrian M/M/c dalam teknik Shojinka dalam merencanakan kebutuhan tenaga kerja dengan kendala pada panjang antrian dan service level. Terdapat contoh penerapan algoritma untuk mengilustrasikan langkah-langkah implementasi teknik Shojinka dalam menentukan kebutuhan tenaga kerja dalam sistem layanan yang bersifat stokastik. Kata Kunci : Perencanaan kebutuhan tenaga kerja, teknik shojinka, antrian M/M/c, sistem layanan, stokastik. Pendahuluan Industri jasa atau sistem layanan umumnya mempunyai sifat probabilistik. Berbagai variabel yang bernilai tidak pasti dan mempunyai pola tidak menentu menjadi elemen dari sistem layanan. Proses-proses bisnis dalam sistem layanan biasanya bersifat stokastik. Kedatangan pelanggan yang ingin mempergunakan layanan bersifat stokastik. Waktu pelayanan yang tidak konstan sebagai bentuk proses stokastik. Sistem layanan bersifat probabilistik sulit untuk diprediksikan kondisi yang akan terjadi atau diestimasikan nilai yang akan berlangsung. Proses stokastik bernilai X={N(t), tT} merupakan sekumpulan variabel acak, di mana untuk setiap t dalam indeks T, N(t) sebagai variabel acak [1]. Variabel t dapat diinterpretasikan sebagai waktu, sehingga N(t) menjadi nilai variabel status pada waktu t. Jika set indeks T adalah serangkaian bilangan bulat, maka X adalah proses stokastik waktu diskrit, dan jika set indeks T adalah serangkaian bilangan nyata, maka X adalah proses stokastik waktu kontinyu. Salah satu pendekatan untuk mempelajari suatu sistem layanan adalah dengan teori antrian. Teori antrian merupakan studi matematika untuk mempelajari baris antrian atau menunggu. Formasi baris antrian merupakan fenomena umum yang terjadi ketika pada saat itu permintaan layanan melebihi kapasitas penyedia layanan. Keputusan berkenaan dengan ukuran kapasitas penyedia layanan perlu untuk dibuat, meskipun tidak memungkinkan untuk memprediksikan secara akurat kapan kedatangan permintaan layanan itu muncul dan berapa waktu yang diperlukan untuk melayaninya [2]. Keberhasilan sistem layanan tergantung pada maksimasi utilisasi sumber dayanya dan pada upayanya untuk menarik dan mempertahankan pelanggan [3]. Setiap menit petugas layanan menunggu merupakan pemborosan, dan setiap menit pelanggan menunggu merupakan kerugian. Gambar 1. Antrian M/M/c Antrian M/M/c merupakan sistem antrian yang memiliki c petugas layanan (server) yang bekerja secara paralel dan beroperasi dengan kesamaan parameter pada laju pelayanan mengikuti distribusi Poisson dengan rata-rata sebesar  atau waktu pelayanan mengikuti distribusi Exponential dengan rata-rata sebesar 1 /. Setiap petugas layanan hanya melayani satu pelanggan (customer) pada saat satu waktu. Laju kedatangan diasumsikan tidak dipengaruhi oleh kondisi status sistem dan mengikuti distribusi Poisson dengan rata-rata sebesar  atau waktu antar kedatangan mengikuti distribusi Exponential dengan rata-rata sebesar 1 / [3]. Proses kedatangan dan proses pelayanan dalam sistem antrian

Abstrak Perubahan jumlah permintaan yang berfluktuasi tidak menentu merupakan permasalahan yang kerapkali dihadapi oleh perusahaan, termasuk PT X. Fluktuasi permintaan menyulut problema peramalan permintaan dalam penentuan jumlah produksi... more

Abstrak Perubahan jumlah permintaan yang berfluktuasi tidak menentu merupakan permasalahan yang kerapkali dihadapi oleh perusahaan, termasuk PT X. Fluktuasi permintaan menyulut problema peramalan permintaan dalam penentuan jumlah produksi di masa mendatang, Kekeliruan penentuan jumlah produksi dapat menyebabkan terjadinya penumpukan pada persediaan produk, namun juga dapat mengakibatkan kehilangan kesempatan dalam memenuhi sebagian permintaan konsumen. Penentuan jumlah produksi secara fleksibel melalui strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) dapat ditempuh dengan mengatur jumlah tenaga kerja. Pengaturan jumlah tenaga kerja dengan teknik shojinka akan mewujudkan fleksibilitas produksi dengan beban kerja yang lebih stabil, mengurangi fenomena undertime dan overtime. Shojinka merupakan suatu teknik untuk mencapai fleksibilitas dalam pengaturan jumlah tenaga kerja dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan, dengan tetap menyeimbangkan lintasan produksi berdasarkan perhitungan metode heuristik. Kondisi awal perusahaan yang mempergunakan strategi produksi konstan (level production strategy) menetapkan waktu siklus sebesar 29,72 detik dan 55 pekerja, mempunyai efisiensi sebesar 69,69% dan output produksi sejumlah 48.452 unit. Analisis teknik shojinka diterapkan dengan perhitungan pada saat permintaan rata-rata, permintaan minimum dan permintaan maksimum. Pada permintaan rata-rata dengan waktu siklus sebesar 25,70 detik dan 69 pekerja, didapatkan efisiensi sebesar 91,24% dan output produksi sejumlah 56.031 unit. Pada permintaan minimum dengan waktu siklus sebesar 95,98 detik dan 18 pekerja, didapatkan efisiensi sebesar 93,66% dan output sejumlah 15.003 unit. Pada permintaan maksimum dengan waktu siklus sebesar 19,19 detik dan 89 pekerja, didapatkan efisiensi sebesar 94,75% dan output produksi sejumlah 75.039 unit.

ABSTRAK Perencanaan kebutuhan tenaga kerja merupakan faktor krusial di sistem jobshop yang mempunyai banyak varian produk dengan tingkat permintaan tidak pasti. Teknik shojinka memungkinkan perusahaan secara fleksibel mengatur jumlah... more

ABSTRAK Perencanaan kebutuhan tenaga kerja merupakan faktor krusial di sistem jobshop yang mempunyai banyak varian produk dengan tingkat permintaan tidak pasti. Teknik shojinka memungkinkan perusahaan secara fleksibel mengatur jumlah tenaga kerja (varying workforce size) dalam menerapkan strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) pada perencanaan produksinya. Rank order clustering merupakan salah satu teknik dalam group technology yang dipergunakan untuk mengelompokkan mesin atau operasi berdasarkan kemiripan aliran proses dari beberapa produk. Dengan memperhatikan kapasitas tiap tenaga kerja dan permintaan masing-masing produk, teknik shojinka dengan rank order clustering akan mengestimasikan jumlah tenaga kerja yang diperlukan beserta penugasannya masing-masing. Algoritma perencanaan kebutuhan tenaga kerja dengan pendekatan teknik shojinka dan rank order clustering pada sistem jobshop terdiri dari 5 langkah. Pada contoh studi kasus dengan 3 macam produk yang diproses dalam 10 macam operasi dengan aliran proses, waktu operasi dan permintaan di masing-masing produk berbeda, diperoleh hasil perencaan yaitu terbentuk 5 workcell atau stasiun kerja. Karena 1 workcell memerlukan 1 orang tenaga kerja, maka perencanaan kebutuhan tenaga kerja adalah sebanyak 5 orang. Kata kunci— Perencanaan kebutuhan tenaga kerja, Sistem jobshop, Teknik shojinka, Rank order clustering.

Abstrak Terdapat dua strategi murni utama dalam perencanaan produksi agregat, yaitu strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) dan strategi produksi konstan (level production strategy). Salah satu teknik yang dapat dilakukan... more

Abstrak Terdapat dua strategi murni utama dalam perencanaan produksi agregat, yaitu strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) dan strategi produksi konstan (level production strategy). Salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam menggunakan strategi mengikuti permintaan adalah dengan mengatur tenaga kerja, yaitu dengan merekrut dan memberhentikan pekerja sesuai dengan kebutuhan produksi (manpower hire and layoff). Umumnya penentuan julah tenaga kerja dalam perencanaan agregat dilakukan tanpa memperhatikan pembagian kerja, atau diasumsikan semua tenaga kerja yang ditugaskan masing-masing akan mengerjakan semua aktivitas produksi mulai dari awal hingga akhir. Pada penelitian ini akan ditunjukkan perencanaan produksi agregat di lini produksi yang terdeskripsi pada precedence diagram dengan tiga skenario, yaitu tanpa pembagian kerja, dengan pembagian tetap, dan dengan pembagian kerja fleksibel. Skenario tanpa pembagian kerja dilakukan pengaturan jumlah tenaga kerja dengan memperhitungkan total waktu proses. Skenario dengan pembagian kerja tetap dilakukan pengaturan tenaga kerja dengan memperhatikan kebutuhan di masing-masing stasiun kerja. Skenario dengan pembagian kerja fleksibel dilakukan pengaturan jumlah tenaga kerja menggunakan teknik shojinka. Shojinka merupakan suatu teknik untuk mencapai fleksibilitas dalm pengaturan jumlah tenaga kerja dengan menyesuaikan terhadap perubahan permintaan, dengan tetap menyeimbangkan lintasan produksi berdasarkan perhitungan metode heuristik.

This paper is about personnel scheduling in service systems that modeled by queueing theoretic approach. Customer arrival rate varies every time in accordance with nonstationary Poisson process pattern. Peak periods need more personnels... more

This paper is about personnel scheduling in service systems that modeled by queueing theoretic approach. Customer arrival rate varies every time in accordance with nonstationary Poisson process pattern. Peak periods need more personnels as servers than others. It developed modified algorithm to obtain personnel scheduling with three shifts in two-adjacent days-off.

Abstrak Industri yang menjalankan usaha dengan sistem make to order melaksanakan perencanaan produksinya berdasarkan pesanan job yang seringkali berfluktuasi dan tidak pasti. Pesanan job tidak datang secara periodik atau serentak di awal... more

Abstrak Industri yang menjalankan usaha dengan sistem make to order melaksanakan perencanaan produksinya berdasarkan pesanan job yang seringkali berfluktuasi dan tidak pasti. Pesanan job tidak datang secara periodik atau serentak di awal horison perencanaan, melainkan memungkinkan pesanan job datang pada saat jadwal produksi sudah berjalan (on going schedule). Banyaknya tenaga kerja harian yang dibutuhkan menjadi tidak tetap dan membutuhkan perencanaan kebutuhan tenaga kerja, agar tidak sampai menjadi beban dan membengkak setiap menjelang due date dari sebagian job. Teknik Shojinka mengatur jumlah tenaga kerja (varying workforce size) secara fleksibel mengikuti kebutuhan pengerjaan pesanan job. Dengan mengevaluasi jumlah tenaga kerja yang telah dipekerjakan, waktu baku proses dan due date dari masing-masing job, teknik shojinka akan mengevaluasi kelebihan atau kekurangan tenaga kerja untuk pengerjaan job yang akan disisipkan pada on going schedule. Sehingga setiap ada job yang baru masuk, akan dilakukan penyisipan job yang tidak selalu membutuhkan penambahan tenaga kerja. Dalam penelitian ini akan ditunjukkan algoritma penyisipan job dan perencanaan kebutuhan tenaga kerjanya dengan disertai contoh kasus untuk mengilustrasikan pengerjaannya. Kata Kunci : Sistem make to order, on going schedule, perencanaan kebutuhan tenaga kerja, tenaga kerja harian, teknik shojinka, penyisipan job. Pendahuluan Industri sandal " X " merupakan perusahaan UKM produsen sandal unik yang menjalankan produksinya dengan sistem make to order. Pertumbuhan bisnis perusahaan sedang berkembang sangat baik. Tren perkembangan menunjukkan kecenderungan yang positif. Meski baru melayani pasar domestik, namun mempunyai area pemasaran sekitar kota Malang raya, juga luar kota Malang dan bahkan hingga sampai ke luar pulau Jawa. Peningkatan permintaan yang merupakan indikator pertumbuhan bisnis yang bagus, namun juga memunculkan permasalahan baru yang harus ditangani berkaitan dengan produksi. Perusahaan ini mempunyai kelemahan dalam melakukan perencanaan kebutuhan tenaga kerja. Setiap menjelang akhir due date, seringkali timbul masalah penumpukan beban sisa pengerjaan pesanan yang masih banyak. Selama ini, solusi yang dipergunakan untuk menangani permasalahan tersebut adalah dengan menambahkan tenaga kerja dan waktu lembur menjelang akhir due date yaitu setelah menyadari beban sisa pengerjaan pesanan yang masih banyak dan perlu mengejar target agar waktu penyelesaian pesanan tidak melebihi due date. Proses pengerjaan produksi sandal di perusahaan ini tidak terlalu membutuhkan keahlian dan keterampilan yang tinggi. Banyak masyarakat di sekitar perusahaan mempunyai kemampuan memenuhi persyaratan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan. Dengan perencanaan kerja yang baik, penambahan atau perekrutan tenaga kerja sebagai tenaga kerja harian tidak akan menjadi permasalahan. Namun permasalahan akan muncul, apabila perekrutan tenaga kerja harian dalam jumlah banyak dan secara mendadak, karena kemungkinan menjumpai kendala calon tenaga kerja yang akan direkrut ternyata sudah banyak yang telah terlebih dahulu menerima tawaran pekerjaan lain, mengingat di tempat tersebut ada banyak industri sejenis. Kasus ini pernah terjadi pada proses pengerjaan pesanan dari Lampung. Pada waktu itu proses pengerjaan pesanan dilakukan oleh 5 orang tenaga kerja, namun beberapa hari menjelang due date masih banyak pesanan yang belum diselesaikan. Untuk mengatasinya maka dilakukan penambahan tenaga kerja sementara sebanyak 12 orang. Meskipun demikian penambahan tersebut, ternyata masih belum mampu menyelesaikan permasalahan, sehingga selama keterbatasan waktu yang tersisa dilaksanakan waktu lembur. Selama ini, industri sandal " X " menjalankan kegiatan produksi untuk menyelesaikan sejumlah pesanan tanpa ada perencanaan secara detail dan lebih mengandalkan intuisi pemilik usaha. Hal ini berpotensi menjadi masalah apabila ada beberapa pesanan yang harus diselesaikan dengan due date. Saat menerima pesanan baru untuk ditambahkan dalam

Abstrak PT. Surya Toto Indonesia Tbk. (STI) memproduksi furniture dengan sistem Engineer to Order (ETO). Kendala waiting dalam proses produksi di STI menyebabkan manufacturing lead time belum optimal. STI belum mempunyai pembakuan dalam... more

Abstrak PT. Surya Toto Indonesia Tbk. (STI) memproduksi furniture dengan sistem Engineer to Order (ETO). Kendala waiting dalam proses produksi di STI menyebabkan manufacturing lead time belum optimal. STI belum mempunyai pembakuan dalam menentukan manufacturing lead time dan hanya didasarkan pada data historis, intuisi dan pengalaman dari supervisor. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengaturan jumlah tenaga kerja yang optimal antar stasiun kerja dan mendapatkan estimasi manufacturing lead time melalui simulasi dengan pendekatan interaksi proses. Program simulasi yang dibuat digunakan untuk menguji 3skenario pengaturan komposisi tenaga kerja sebagai upaya perbaikan terhadap sistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi tenaga kerja yang optimal pada skenario 3 yang memberikan penurunan 6 hari pada manufacturing lead time menjadi 8 hari, penurunan 1499,3 menit pada rata-rata waiting time entitas menjadi 108,2 menit dan penurunan 561,0 menit pada rata-rata waiting time stasiun kerja menjadi 435,3 menit, serta waktu proses ekuivalen yang paling seimbang antar stasiun kerja. Kata kunci: waiting, manufacturing lead time, simulasi, pendekatan interaksi proses, komposisi tenaga kerja Pendahuluan PT. Surya Toto Indonesia Tbk. (STI) Unit Pasar Kemis yang berlokasi di Tangerang merupakan pabrik yang memproduksi system kitchen, vanity, dan furniture lainnya dengan sistem Engineer to Order (ETO). Hasil produksinya dipasarkan ke dalam maupun ke luar negeri, di mana sebagian besar diekspor ke TOTO Jepang. Di lantai produksinya, STI memiliki 2 lini proses produksi, yaitu lini produksi Wood Working (WW) dan lini produksi Solid Surface (SS). Berbeda dengan lini produksi WW yang sebagian besar prosesnya dikerjakan secara otomatis, pada lini produksi SS sebagian besar kegiatan produksi dikerjakan mesin yang dioperasikan secara manual oleh pekerja. Pemborosan yang terjadi dalam sistem produksi menyebabkan proses produksi kurang lancar dan tidak efisien. Produk menunggu untuk diproses selanjutnya (terjadi penumpukan benda kerja) atau operator menunggu produk yang akan diproses (operator menganggur) merupakan pemborosan waiting. Permasalahan waiting pada proses produksi di STI mengindikasikan ketidakseimbangan waktu proses antar stasiun kerja di lantai produksi. Ketidakseimbangan tersebut disebabkan karena komposisi tenaga kerja antar stasiun kerja yang tidak efektif. Waiting time mengakibatkan manufacturing lead time menjadi lebih lama. STI juga menghadapi masalah dalam menentukan manufacturing lead time dari setiap pesanan. Belum adanya pembakuan menyebabkan ketidakpastian manufacturing lead time mulai pesanan diterima sampai pesanan tersebut siap diserahkan kepada konsumen. Selama ini, manufacturing lead time diestimasikan hanya didasarkan pada data historis, intuisi dan pengalaman dari supervisor. Prediksi manufacturing lead time yang tidak tepat dapat menyebabkan pesanan terlambat diserahkan kepada konsumen.

Abstrak Perencanaan kebutuhan tenaga kerja menjadi aktivitas penting dalam menjalankan produksi yang peka terhadap perubahan permintaan. Strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) dengan teknik pengaturan jumlah tenaga kerja... more

Abstrak Perencanaan kebutuhan tenaga kerja menjadi aktivitas penting dalam menjalankan produksi yang peka terhadap perubahan permintaan. Strategi mengikuti permintaan (chase demand strategy) dengan teknik pengaturan jumlah tenaga kerja (varying workforce size) dilaksanakan dengan mengatur tenaga kerja secara fleksibel dalam merekrut dan memberhentikan pekerja sesuai dengan kebutuhan produksi (manpower hire and layoff). Penentuan jumlah tenaga kerja biasanya diestimasikan tanpa memperhatikan pembagian kerja, atau diasumsikan setiap tenaga kerja akan mengerjakan keseluruhan aktivitas produksi dari pertama hingga terakhir. Penelitian ini akan menunjukkan perencanaan kebutuhan tenaga kerja fleksibel pada sistem job shop dengan dua skenario, yaitu tanpa pembagian kerja,dan dengan pembagian kerja. Pada skenario pertama, penentuan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan pada total kebutuhan produksi di seluruh operasi dibandingkan kapasitas tiap orang tanpa pembagian kerja. Pada skenario kedua, penentuan kebutuhan tenaga kerja dimulai dari kebutuhan produksi di setiap operasi selanjutnya dilakukan pembagian kerja. Skenario kedua dengan pembagian kerja menggunakan teknik shojinka untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja secara fleksibel menyesuaikan terhadap perubahan permintaan. Kata kunci : Shojinka, perencanaan kebutuhan tenaga kerja, sistem job shop. 1. PENDAHULUAN Pengaturan kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu perencanaan jangka menengah yang menjadi bagian dari perencanaan produksi agregat atau aggregate planning. Jumlah tenaga kerja ditentukan (varying workforce size) sesuai dengan kebutuhan produksi dalam memenuhi permintaan yang berubah dalam menerapkan chase demand strategy. Sistem produksi dengan kapasitas produksi yang tergantung pada manusia sebagai penggerak utamanya memerlukan perencanaan yang tepat pada pengaturan jumlah tenaga kerja. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja fleksibel disesuaikan kebutuhan produksi berdasarkan peramalan permintaan yang akan dilayani. Prinsip chase demand strategy menambahkan jumlah tenaga kerja (manpower hire) saat kebutuhan produksi tinggi dan mengurangi jumlah tenaga kerja (manpower layoff) saat kebutuhan produksi rendah. Perencanaan kebutuhan jumlah tenaga kerja pada perencanaan produksi agregat umumnya dihitung berdasarkan total waktu kebutuhan produksi yang mengkonversikan peramalan permintaan produk dalam satuan " jam-orang " (manhour) yang kemudian dibagi dengan kapasitas waktu kerja perorang yang tersedia dalam satuan " jam ". Perhitungan tersebut dipergunakan apabila pada lantai produksi tidak terdapat penugasan atau pembagian kerja dan diasumsikan setiap tenaga kerja tidak mempunyai kemampuan khusus yang berbeda dan dapat melakukan pekerjaan mulai operasi pertama hingga terakhir. Pada lantai produksi yang mempergunakan pembagian kerja, maka seringkali penghitungan jumlah tenaga kerja tersebut ternyata masih belum mencukupi terutama di operasi bottleneck. Penerapan teknik shojinka dalam perencanaan kebutuhan tenaga kerja diharapkan dapat melakukan efisiensi pemberdayaan tenaga kerja namun tetap mempertimbangkan penugasan atau pembagian kerja. Pada

ABSTRAK Pelaksanaan tugas atau pekerjaan terkadang dilaksanakan dalam kerja berkelompok. Banyaknya orang yang dibutuhkan tiap tugas juga tidak seragam. Kebutuhan tenaga kerja perlu direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Penerapan... more

ABSTRAK Pelaksanaan tugas atau pekerjaan terkadang dilaksanakan dalam kerja berkelompok. Banyaknya orang yang dibutuhkan tiap tugas juga tidak seragam. Kebutuhan tenaga kerja perlu direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Penerapan Shojinka memungkinkan untuk mengatur jumlah tenaga kerja secara fleksibel. Teknik Shojinka mempergunakan alat bantu peta kelompok kerja dan keseimbangan lintasan, untuk mengelompokkan tugas yang juga memperhatikan kebutuhan tenaga kerja pada tiap tugasnya. Setiap stasiun kerja akan berisi satu atau lebih tenaga kerja dengan pembagian kerja yang digambarkan dalam peta kelompok kerja. Keseimbangan lintasan mempertimbangkan kendala bahwa waktu siklus di semua stasiun kerja harus lebih cepat daripada waktu siklus yang diperlukan untuk memenuhi permintaan. Teknik Shojinka dengan peta kelompok kerja dan keseimbangan lintasan dipergunakan untuk mengestimasikan jumlah stasiun kerja yang diperlukan dan kebutuhan tenaga kerja di masing-masing stasiun kerja.. Kata kunci— Kebutuhan tenaga kerja, Kerja berkelompok, Teknik shojinka, Peta kelompok kerja, Keseimbangan Lintasan.