Paradigma Al-Quran Dalam Tradisi Keilmuan Islam (original) (raw)

Paradigma Keilmuan Islam

Jurnal Filsafat Indonesia

The Islamic scientific paradigm discusses the Islamic perspective on science based on the source of the Qur'an which is believed to be true, recently there has been a dichotomy between religious science and general science, religious science talks about the relationship between humans and God and humans with humans in social life, and general science talks about a lot about the universe. Both are synergized with the discoveries of scientific facts through western scientists and Muslims so that they argue that science and religion are an inseparable unity, both are interconnected to provide explanations to humans about science. Art as a result of human creativity is an aesthetic beauty and gives value to a science or religion so that it becomes something of value for the sustainability of human life, both from the scientific, social, and cultural aspects of a world civilization.

Paradigma qurani

Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, 2023

For Muslims, making the Al-Qur'an an inspiration and paradigm in realizing or designing education is not something that is utopian and excessive, in fact it is a necessity considering that the Al-Qur'an is the main source and also a reference base in the formulation of Islamic law. As a paradigm, this will be realized in a framework that will become a benchmark for the extent to which the spirit and message of the Al-Qur'an are realized in pursuing Islamic education. The Qur'an as a guide for mankind has universal and eternal value. The universality of the Qur'an means that it does not recognize territorial boundaries and human barriers. Meanwhile, its eternality makes it able to go hand in hand with the spirit of the times that surrounds it. Therefore, with these two characteristics, the general principles enshrined in the Koran will always be felt to be beneficial to mankind, as long as they are willing to carry out careful and comprehensive studies of the verses spread across the 114 letters. Efforts to understand the messages of the Qur'an in the distribution of its verses are the essence of interpretation, so that from art it can be understood how urgent the interpretation of the Qur'an is.

Berguru dalam Tradisi Keilmuan Islam

Maka dari itu, kehadiran guru sebagai pembimbing dalam belajar menjadi sangat penting, agar pencari ilmu tidak jatuh ke dalam keraguan dan kebimbangan. Bak kata Imam al-Ghazālī: “mencegah orang yang baru belajar dari mencampuri persoalan - persoalan yang meragukan, sama halnya dengan mencegah orang yang baru saja masuk Islam dari pergaulan orang-orang non-muslim (kafir” (al-Ghazālī, Ihya ‘Ulumiddin , jil.1: 51). Di sinilah peran guru sebagai penunjuk jalan kepada pelajar tersebut. Oleh sebab itu, benarlah nasehat Sahabat Ali r.a. bahwa salah satu syarat untuk mendapatkan ilmu adalah melalui irsyādu ustādz, bimbingan guru (al-Zarnuji,Ta’līm al-Muta‘allim: 23).

Paradigma Keilmuan Dalam Al-Qur’an dan Penerapannya Pada Lembaga Pendidikan Islam Perspektif Kontemporer

TASAMUH: Jurnal Studi Islam

Di era kontemporer ini, lembaga pendidikan Islam sebagian besar masih mengikuti platform keilmuan klasik. tradisi itu mengalami kesenjangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah sangat kuat mempengaruhi peradaban umat manusia. Oleh karena itu, paradigma keilmuan berdasarkan al-Qur'an harus dibangun dengan menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai pilar-pilar yang menyusunnya. Penelitian ini bersumber dari kepustakaan, sedangkan analisis data yang dilakukan, mengingat penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti akan menggunakan metode analisis interaktif. Hasilnya adalah bahwa paradigma keilmuan ini adalah ilmu dalam konsep sekuler hanya sekedar diorientasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari dalam kehidupan seseorang. Namun lain halnya dengan paradigma keilmuan dalam Islam yang selain untuk menyelesaikan persoalan hidup, juga sebagai realisasi ibadah kepada Allah, yaitu tauhid.

Paradigma Fisika Qur’Ani Dalam Tridharma Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

Al-A'raf : Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat, 2019

This study aims to provide an overview on the application of the 'Qur'ani Physics' paradigm to the implementation of the Tridharma of Islamic Higher Education in Indonesia. Based on the qualitative-descriptive approach, the results of thisstudy suggest that the need for three stages to be carried out in the process of implementing the 'Qur'ani Physics' paradigm; First, the preparation phase, which begins with the equating of perceptions which the output is in the form of a decree on the integration team. Second, the planning phase, which consists of determining the main material, reviewing and revising the curriculum, as well as determining the strategic plan for research and community service. Third, the implementation phase, which consists of research and development, education and learning, as well as community service. With this integration model, the paradigm of the integration with its various philosophical variants is expected to become a solution for ...

Paradigma Islam Profetik

Farabi

Penelitian ini merupakan sebuah analisis mengenai konsep moderasi beragama yang terdapat di dalam paradigma Islam yang digagas oleh Kuntowijoyo, yaitu Ilmu sosial profetik. Paradigma Islam Kuntowijoyo merupakan suatu epistemologi Islam yang digunakan sebagai metodologi pengilmuan Islam dalam memahami nas secara kontekstual dan bertujuan untuk menjadikan agama sebagai basis ilmu sosial. Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan jenis penelitian kepustakaan, yakni mengambil data dari sumber literatur seperti dokumen, buku, jurnal dan sebagainya, yang dielaborasi untuk menyusun narasi dalam sebuah penelitian. Terdapat beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, diantaranya: 1) melacak tipe pemikiran keislaman Kuntowijoyo. 2) menjelaskan konsep moderasi keberagamaan.

AL-QUR'AN DAN MODERNITAS (Pergeseran Paradigma Pemahaman Al-Qur'an

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman , 2010

Al-Qur'an Dan Modernitas: Pergeseran Paradigma Pemahaman Al-Qur'an: Pada era globalisai dan informasi ini, masihkah Al-Qur'an mempunyai peran dan fungsi yang konstruktif? Peran konstruktif tersebut tidak hanya terbatas pada terapi Al-Qur'an terhadap patologi sosial yang mengitarinya (eksternal), tetapi juga Peran konstruktif Al-Qur'an di dalam berdialog dengan corak dan warna pemahan muslim terhadap Al-Qur'an itu sendiri (internal). Dengan begitu, maka tantangan atau apalah namanya mempunyai dua dimensi: pertama, eksternal dalam usahanya mengahadapi patologi individual dan sosial, dan yang kedua adalah internal, dalam arti, bagaimana Al-Qur'an menuntun dan mengkoreksi pemahamaman orang Muslim terhadap kitabnya sendiri. Pendahuluan Setidaknya ada dua perhatian dan keprihatinan umat Islam dewasa ini tentang bagiman memahami Al-Qur'an. Pertama, Bagaimana kita dapat memahami ajaran Al-Qur'an yang bersifat universal (rahamatan lil'alamin) secara tepat, setelah terjadi proses modernisasi, globalisasi dan informasi yang membawa perubahan sosial yang begitu cepat? Hal ini perlu kita rumuskan kembali lantaran diperkuat oleh asumsi dasar bahwa setiap perubahan membawa serta perubahan pemahaman orang terhadap alam, manusia dan Tuhan, termasuk di dalamnya pemahaman kita terhadap Al-Qur'an. Sedang warna dan corak pemahaman kita terhadap Al-Qur'an erat kaitannya dengan corak dan strategi dakwah yang akan kita canangkan dalam era Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 9, No. 2, Januari-Juni 2010 195 perubahan tata sosial tersebut. Keprihatinan dan perhatian dalam level pertama ini lebih terfokus kepada pemahaman internal umat Islam terhadap Al-Qur'an dalam mengemban misinya di dunia pasca era modernitas. Kedua, bagaimana sebenarnya konsepsi dasar Al-Qur'an dalam memahami ekses-ekses negatif dari deru roda perubahan sosial pada era modernitas seperti pada saat ini. Apakah konsepsi-konsepsi Al-Qur'an masih cukup applicable dalam mencari solusi dan terapi kegalauan sosial yang diakibatkan modernitas dan perubahan sosial yang begitu cepat? Keprihatinan yang kedua ini lebih terkait pada Al-Qur'an sebagai ajaran yang bersifat normative dihadapkan dengan realitas sosial yang dihadapinya. Secara psikologis istilah 'tantangan' sebenarnya juga kurang tepat. Istilah itu mengandung konotasi seolah-olah Al-Qur'an (baca: bukan pemahaman orang terhadap Al-Qur'an) sudah kehilangan pamor dalam mengantisipasi dan memberi terapi terhadap persoalan-persoalan modernitas. Istilah 'tantangan' agaknya lebih menekankan Al-Qur'an pada posisi yang selalu definisif, tetapi kurang aktif dan agresif dalam merumuskan ramuan terapi yang ingin ditawarkan. Sudah barang tentu, kita kurang sependapat dengan alur pemikiran seperti ini. Masih dalam kaitan itu, apa yang segera ditambahkan adalah kita perlu menggaris bawahi suatu kenyataan bahwa pemahaman orang (ulama, pendidik, da'i, para cendikiawan, tokoh masyarakat) terhadap Al-Qur'an dapat saja tidak atau kurang tepat, lantaran proses perjalanan sejarah yang dilalui manusia itu sendiri. Mengkaji pemahan orang terhadap Al-Qur'an adalah termasuk pada level pertama di atas. Kajian ini tidak kalah pentingnya dibandingkan jenis kajian yang kedua, karena kita dapat mengkajinya secara empiris. Kita dapat mempelajari penafsiran dan pemahaman orang terhadap Al-Qur'an pada penggal sejarah tertentu dan membandingkannya dengan pemahaman dan penafsiran orang pada penggal sejarah yang lain. Respon terhadap Al-Qur'an pada priode sejarah tertentu pasti akan berbeda dengan respon orang pada penggal sejarah yang lain. Kajian empiris dengan nuansa historisitas manusia akan memperlihatkan

TERJEMAH AL-QUR’AN: SEJARAH, DINAMIKA DAN IDEOLOGI

Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, 2021

The quest for a "perfect" rendition of the divine text seems endless. (Ali Al-Halawani) Does a new translation bring a new insight? (Tarif Khalidi) Pamor karya Terjemah Al-Qur'an tampaknya kalah dengan pamor karya Tafsir Al-Qur'an. Padahal, pada hakikatnya, baik Terjemah maupun Tafsir, adalah samasama menguak pesan dan makna al-Qur'an. Artinya, peran dan fungsi Terjemah al-Qur'an-untuk tidak mengatakan sangat penting-tidak kalah penting dengan Tafsir al-Qur'an. Oleh sebab itu, dalam lima tahun terakhir ini, saya menaruh perhatian terhadap Terjemah al-Qur'an secara umum dan karya Al-Qur'an dan Terjemahnya Kementerian Agama, secara khusus. Alasannya sederhana. Pertama, secara bahasa tarjamah itu maknanya adalah tafsir. Jadi pada hakikatnya, ketika seseorang menerjemahkan, dia itu juga menafsirkan. Johanna Pink mengatakan keputusan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menentukan pilihan kata, struktur dan pemberitan catatan keterangan adalah keputusan tafsiri (exegetical decision).5 Kedua, menerjemahkan itu sulit, ketimbang menafsirkan. Saya sering mengatakan bahwa Terjemah al-Qur'an adalah Tafsir al-Qur'an yang terbatas. Penerjemah memiliki ruang yang sempit dan harus dipaksa untuk menyampaikan makna/pesan al-Qur'an dalam ruang yang terbatas dan dipaksa memilih di antara pilihan-pilihan kosakata yang banyak. Padahal bahasa Arab al-Qur'an memiliki dimensi yang sangat luas. Padahal secara teoritis, menerjemahkan itu adalah aktivitas yang tidak mungkin, bahkan paradoks. Penerjemahan memang perlu, namun menerjemahkan dengan benar terkadang hampir tidak mungkin. Distorsi dan kehilangan maknanya (distortion and loss of meaning) dalam penerjemahan merupakan potensi yang besar sekali, mengingat setiap teks atau bahasa sangat terikat dengan kompleksitas linguistik dan konteks budayanya. Namun penerjemahan harus tetap dilakukan, karena memang manusia harus melakukannya untuk mencari informasi, nilai-nilai moral dan estetika dari budaya lain, serta untuk diseminasi pegetahuan yang penting bagi manusia.

Relevansi Paradigma Thomas Kuhn terhadap Metodologi Keilmuan Islam

Relevansi Paradigma Thomas Kuhn terhadap Metodologi Keilmuan Islam, 2022

Dinamika keilmuan yang timbul dari berbagai aspek akan merujuk pada satu fase yang disebut paradigma. Memahami suatu objek keilmuan sebagai instrumensi atas lahirnya tradisi-tradisi dan riset ilmiah, paradigma menjadi gagasan pemikiran yang fenomenal berkat konsep yang dilahirkan oleh Thomas Kuhn. Hal ini mendasari kerangka keilmuan lainnya dalam mengadopsi sebuah teori, fakta dan metode-metode. Penelitian ini berfungsi menelaah konsep paradigma Thomas Kuhn terhadap metodologi keilmuan Islam. Thomas Kuhn secara teoritis mengungkapkan cara pandang ilmiahnya dengan filsafat baru yang melahirkan ilmu pengetahuan baru. Cara pandang inilah yang berkorelasi dengan metodologi keilmuan Islam dalam penerapannya menjalankan amaliyah dan ubudiyah sesuai dengan nash al-Quran dan hadis. Penulis menggunakan metode kepustakaan "Library Research" dan studi analisis yang mengkaji secara analisis-historis pemikiran Thomas Kuhn. Pada akhirnya, konsep-konsep paradigma Thomas Kuhn terdapat kesesuaian-kesesuaian secara metodologi dan cara pandang keilmuwan Islam dalam prakteknya menentukan suatu hukum. Hal ini membuktikan keharmonisan struktur keilmuan yang konstruksinya selalu ber-revolusi sepanjang sejarah.