Mahkamah Pidana Internasional Research Papers (original) (raw)
Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court(ICC)merupakan sebuah lembaga peradilan internasional yang bersifat tetap dan independen dengan kedudukannya diluar tubuh PBB. Tujuan utama adalah menghentikan segala bentuk... more
Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court(ICC)merupakan sebuah lembaga peradilan internasional yang bersifat tetap dan independen dengan kedudukannya diluar tubuh PBB.
Tujuan utama adalah menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat sadis seperti genosida,penghapusan suatu etnis dan juga kejahatan perang yang dilakukan oleh individu.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional diatur oleh Bab II Statuta Mahkamah Internasional dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari dan membahas Jurisdiksi ini harus dibedakan antara Jurisdiksi rationae personae... more
Jurisdiksi Mahkamah Internasional diatur oleh Bab II Statuta Mahkamah Internasional dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari dan membahas Jurisdiksi ini harus dibedakan antara Jurisdiksi rationae personae yaitu siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah dan Jurisdiksi rationae materiae yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan.
Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wacana untuk menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan yang paling serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan kehadapan pengadilan.... more
Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wacana untuk menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan yang paling serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan kehadapan pengadilan. Nuremberg Tribunal, Tokyo Tribunal, International Criminal Tribunal For The Former Yugoslavia dan International Tribunal for Rwanda merupakan pengadilan internasional yang dibentuk untuk menuntut pelaku kejahatan serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Pada tahun 1998 dibentuk Statuta Roma yang mengatur tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional. Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi terhadap individu yang melakukan kejahatan-kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Sifat komplementaris berarti mahakamah tidak menggantikan yurisdiksi pidana nasional negara, mahkamah baru menerapkan yurisdiksi apabila Negara menunjukkan ketidakinginan dan ketidakmampuan untuk menyelidiki dan menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan. Sesuai prinsip pacta sunt servanda, Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksi hanya bagi negara pihak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pembahasan dalam tulisan ini adalah keterikatan Negara bukan peserta Statuta Roma terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional serta Pemberlakuan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya. Suatu perjanjian dapat mengikat suatu Negara bukan Peserta, apabila perjanjian tersebut berasal dari hukum kebiasaan internasional. Kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma adalah kejahatan internasional yang merupakan bagian dari jus cogens (perempetory norms), dimana klasifikasi jus cogens tersebut dapat dilihat dari Statuta Roma merupakan perjanjian yang bersifat universal (law making treaty) dan kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma merupakan kebiasaan internasional. Maka dengan demikian Negara bukan peserta dapat terikat terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional. Untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya, penerapan yurisdiksi Mahkamah sesuai dengan pasal 13 ayat b Statuta Roma, dimana situasi tersebut diajukan oleh Dewan Keamanan PBB dalam bertindak berdasarkan Bab VII Piagam PBB, dan dianggap mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Setelah melakukan penyelidikan Mahkamah terhadap kedua situasi di Negara bukan Peserta tersebut, Mahkamah menilai Negara tidak memiiliki keinginan dan kemampuan untuk menyelidiki dan mengadili para pelaku dengan yurisdiksi pidana nasionalnya. Maka dari itu Mahkamah dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap situasi di kedua Negara tersebut. Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian penting dari perlindungan hak asasi manusia. Namun perlindungan terhadap kedaulatan Negara juga aspek penting dalam hubungan internasional.